Kita tahu rokok berbahaya buat kesehatan. Iklan tentang bahaya rokok telah banyak dibuat, namun iklan promosi rokok lebih banyak. Iklan promosi rokok ini menjadi salah satu pemicu meningkatnya jumlah perokok di Indonesia. Pengaruh lebih besar ada pada lingkungan. Jika lingkungan keluarga dan pergaulan seseorang dipenuhi dengan perokok, maka orang tersebut akan menjadi perokok juga. Keinginan untuk diakui dan efek zat adiktif dalam rokok, membuat seseorang akan sulit untuk berhenti merokok. Tak peduli dengan bahaya rokok bagi kesehatan.
Saya datang di acara Konferensi Pers Komnas Pengendalian Tembakau di Bebek Bengil Ubud Building Jakarta tanggal 6 Maret 2017. Hadir di acara itu Profesor Hasbullah Tabrani, bapak Faisal Basri sebagai pengamat ekonomi yang juga dosen UI dan pak Julius Ibrani dari Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau. Topik utamanya adalah membicarakan tentang penolakan terhadap Rancangan Undang-undang tentang Pertembakauan (RUUP) yang sedang digodok pemerintah.
Apa sih RUUP itu?
RUUP dibuat dengan menitikberatkan pengaturan pada pengembangan komoditas tembakau tanpa mempertimbangkan dampak buruk konsumsi tembakau terhadap semua lapisan masyarakat khususnya generasi muda penerus bangsa. RUUP ini rentan terhadap intervensi industri rokok yang sudah pasti mempunyai kepentingan besar terhadap bisnis rokok di Indonesia. Industri rokok dengan kepentingan bisnisnya yaitu meningkatkan produksi rokok nggak bisa dijadikan satu dengan perlindungan masyarakat dari konsumsi rokok. Nah ini terjadi dalam RUUP.
RUUP sekarang ini dalam proses diskusi di antar kementerian. Kementerian Kesehatan dan Kementerian Industri menjadi leading sector dalam pembahasan RUUP. Kementerian Kesehatan pasti dong menolak RUUP karena menyadari betul bahaya zat adiktif dalam rokok. Tapi Kementerian Industri memilih meneruskan merancang RUUP. Kenapa? Karena punya kepentingan bisnis di situ. Industri rokok yang besar-besar itupunya kepentingan pada RUUP.
Generasi yang Tak Produktif Karena Rokok
Menarik banget mendengar ulasan Pak Faisal Basri tentang efek rokok. Pak Faisal Basri adalah seorang pengamat ekonomi yang juga seorang kompasianer. Beliau sering menulis di Kompasiana terutama soal ekonomi dan saya senang membacanya. Menurut pak Faisal Basri, Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. "Ketika kita merdeka, Korea itu pertumbuhan ekonominya jauh di bawah kita, tapi sekarang ia melesat mendahului kita." kata pak Faisal Basri. Sama seperti Malaysia dan Thailand serta Tiongkok yang juga sudah di atas kita.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini salah satu penyebabnya adalah menurunnya produktivitas. Ada data mengenaskan yang diungkap oleh pak Faisal Basri. Indonesia adalah negara kedua tertinggi di dunia yang jumlah prokoknya meningkat pesat. Negara tertinggi pertama adalah Yordania. Perokok terbanyak adalah orang dengan usia 15 tahun ke atas.
Negara lain ya tingkat smoking grade-nya terus menurun tapi Indonesia malah makin tinggi. Di Indonesia, 70% laki-lakinya adalah perokok, kata pak Faisal Basri. Perokok baru terjadi pada anak-anak dan remaja, ini sesuai dengan kalangan yang disasar oleh industri rokok, yaitu usia produktif. Merokok membuat tingkat produktivitas menurun drastis karena kandungan zat adiktif pada rokok. Perokok jadi malas bekerja dan menghabiskan uang untuk membeli rokok daripada menggunakannya untuk meningkatkan gizi.