Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengelola Uang Cara Bapak dan Tetangga yang Banyak Anak

9 Juni 2016   18:36 Diperbarui: 9 Juni 2016   18:42 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak anak banyak rezeki. Kalimat ini dulu sering kita dengar.. makin banyak anak makin banyak juga rezekinya. Buat saya kalimat ini sulit dipercayai di jaman sekarang. Jaman sekarang makin banyak anak makin banyak keluar biaya dan berarti makin banyak usaha kita buat mencari uang. Iya sih rezeki memang diatur oleh Tuhan YME, tapi kita harus mencarinya dengan berusaha bukan? Bukan bermaksud menceritakan kesedihan orang lain, tapi yang terjadi pada seorang tetangga saya sungguh bisa dijadikan pelajaran.

Tetangga saya punya anak 8 orang. Beda umurnya 1-2 tahun, jadi hampir tiap tahun tetangga saya ini melahirkan. Tetangga saya bukan pegawai kantoran, untuk biaya sehari-hari mereka mengandalkan penghasilan dari membuka warung kecil di depan rumahnya. Warung kecil ini berisi kebutuhan sehari-hari seperti gula, kopi, sabun dan lain-lain. Awalnya.. warung kecil ini cukup banyak pembeli tapi setelah ada pasar kaget di dekat rumah kami, warung ini sama seperti warung lainnya.. mati.. karena pembelinya lebih memilih berbelanja di pasar kaget yang lebih lengkap isinya.

Kebutuhan keluarga yang mendesak untuk dipenuhi membuat tetangga ini memutar otak. Anak-anaknya sudah masuk sekolah dasar. Biaya yang harus dipenuhi bukan cuma untuk makan tapi juga untuk biaya sekolah. Warung kecil yang isinya telah kosong karena diisi oleh si ibu dengan makanan matang. Si ibu memang jago masak, ia masak sayur pagi-pagi. Sayur ini masukkan ke plastik-plastik dan orang-orang membelinya sebagai bekal untuk makan siang di kantor. Ketika siang, si ibu berjualan gado-gado untuk menggantikan sayur matang yang telah habis. Si bapak membantu si ibu dengan belanja ke pasar. Sungguh cara cerdas dan kompak demi menutupi kebutuhan hidup.

Satu hari seorang anak dari pasangan ini jatuh sakit. Sakit yang lumayan parah hingga harus dirawat inap di rumah sakit. Tetangga ini tak punya tabungan untuk hal-hal di luar dugaan seperti rawat inap. Juga tak punya asuransi, karena orang-orang dulu tidak familiar dengan asuransi. Siapa yang bisa menolong pasangan ini selain para tetangga. Kami urunan untuk membantu biaya pengobatan anak si tetangga. Jumlah biaya yang harus dikeluarkan cukup besar di masa itu. Urunan para tetangga masih kurang dan pasangan ini terpaksa pinjam kesaudara-saudaranya yang lain.

(dok.pinterest.com)
(dok.pinterest.com)
Syukurlah dengan usaha yang sangat keras, si anak akhirnya sembuh dan biaya pengobatan bisa dipenuhi sehingga si anak bisa keluar dari rumah sakit. Sembuhnya si anak memberikan sebuah masalah lagi bagi orangtuanya. Hutangnya menumpuk di sana sini. Saya ingat, si bapak sampai menjadi tukang ojek berbekal motor yang disewanya. Ia narik ojek dari pagi hingga malam sementara si ibu tetap berjualan gado-gado diwarung kecilnya. Berat ya. Satu hari saya lihat si ibu terbaring sakit. Saya jenguk dan tanya kenapa nggak berobat ke dokter. Si ibu bilang... bagaimana mau berobat? Hutang buat biaya berobat anaknya dulu belum lunas. Hiks. 

Syukurlah kondisi tetangga saya sekarang ini jauh lebih baik. Anak-anaknya sudah besar, yang masih sekolah cuma dua dan yang lain sudah bekerja dan berumah tangga. Cukuplah membantu orangtuanya mencukupi kebutuhan sehari-hari. Happy end ya. Orang tua saya pernah mengalami hal seperti ini. Anak sakit, uang nggak punya dan nggak ada asuransi. Saya masih terlalu kecil untuk mengerti kondisi orang tua saya waktu itu. Yang saya ingat adalah pesan orang tua saya bahwa kita harus menghargai uang receh karena uang receh bisa menyelamatkan nyawa kita. Dulu adikmu sakit dan diselamatkan uang receh.. kata bapak saya suatu ketika. 

Itu baru dalam soal sakit. Belum dalam soal pendidikan. Saya bersyukur pernah kuliah di jaman saat uang masih gampang dicari. Bapak saya berbekal penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan di sebuah hotel, berhasil menyekolahkan saya hingga jenjang universitas. Saya ingat dulu pembayaran uang masuk kuliah saya di sebuah kampus di bilangan Pondok Labu Jakarta adalah satu juta rupiah. Iya satu juta. Sekarang.. uang segitu bahkan nggak bisa menjadi uang muka buat sekolah dasar swasta. Saya ingat saat bapak saya meminta saya kuliah, saya tanya, memang ada uang pak? Bapak saya bilang... sekarang belum ada, tapi nanti pasti ada kalau kita usaha.

Perencanaan keuangan ala orang tua saya dulu sederhana. Sebisa mungkin biaya hidup dan biaya pendidikan anak-anaknya adalah dari jerih payahnya sendiri dan berusaha tidak berhutang dari siapapun. Kalau berhutang, nanti uang habis buat bayar hutang, kita nggak bisa nabung, kata bapak saya. Beda dengan pemikiran saya, kalau bisa hutang, ngapain nabung (ehhh). Kesabaran orang tua saya memang membuahkan hasil sekarang. Saya dan adik saya nggak perlu repot-repot beli rumah dan bapak saya hidup tentram di kampung dan tiap hari bergaul dengan tanaman (bertani maksudnya).

(dok.lifesupportinsurance.com)
(dok.lifesupportinsurance.com)
Prinsip keuangan ala bapak saya memang bagus tapi sungguh riskan. Jika memang ada keperluan yang benar-benar mendesak, tak ada tabungan, tak ada tempat meminjam, apa yang harus dilakukan? Seperti yang dialami oleh tetangga saya di awal tulisan ini. Lalu.. prinsip keuangan ala bapak saya memang berhasil karena kesabarannya mengumpulkan uang sedikitdemi sedikit hingga terbeli beberapa harta yang bisa diwariskan buat anak-anaknya. Berbeda dengan kondisi tetangga saya.. iya sekarang memang kehidupannya lebih baik karena untuk biaya sehari-hari sudah ada yang mencukupi. Tapi bukankah sebagai orang tua juga ada keinginan meninggalkan sedikit harta untuk anak-anaknya.  

Itulah kenapa asuransi menjadi hal yang penting di jaman sekarang ini. Cukupbayar iuran premi sekian tahun, nanti jika kita sakit akan ditanggung dan tidak repot memikirkan biaya pendidikan anak-anak kita. Sangat banyak jenis asuransi sekarang ini, penyelenggara asuransinya pun banyak juga. Ada yang asuransi pendidikan nge-link juga dengan kesehatan dan banyak lagi macam asuransi lainnya. Ada satu asuransi yang menurut saya menarik, namanya Investra Titanium, dari Commonwealth Life. Asuransi ini bukan sembarang asuransi karena Investra Titanium adalah program asuransi yang memadukan asuransi jiwa dan pertumbuhan investasi yang menguntungkan. Investra Titanium memungkinkan nasabahnya bukan hanya dapat mempersiapkan dana pendidikan untuk putra-putrinya tapi juga mempersiapkan tabungan hari tua sekaligus melindungi kekayaan nasabahnya. 

Siapa pun tentu ingin berumur panjang, tapi tak ada manusia yang bisa hidup selamanya. Di Investra Titanium manfaat asuransi jiwa dan manfaat jatuh tempo diberikan sampai tertanggung berusia 99 tahun dan jika tertanggungg wafat maka penerima manfaat akan diberikan manfaat uang pertanggungan dan nilai investasi yang terbentuk jika ada. Kalau tertanggungnya menderita penyakit yang nggak tersembuhkan maka penanggung akan membayar manfaat khusus sebesar 50% dari uang pertanggungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun