Matahari telah meninggi saat saya dan teman-teman dari Humas Maritim serta beberapa jurnalis berangkat dari penginapan kami di Larantuka, menuju danau tersembunyi yang katanya indah di pelosok Larantuka. Hari itu Kamis, 19 Mei 2016, hari kedua saya di Larantuka dalam rangka melihat pembukaan Tour De Flores, sekaligus melihat suasana Larantuka yang merupakan bagian dari Flores Timur, daerah yang tidak pernah terpikirkan akan saya kunjungi. Bapak supir bilang bahwa lokasi danau ini sekitar 35 km dari Larantuka atau sekitar 2 jam perjalanan karena jalan yang tidak selalu mulus. Sungguh jarang tempat wisata di Larantuka, jika hanya ingin menikmati suasana laut, Anda tinggal minggir ke pinggir jalan aja, tapi masa cuma liat laut aja kita.
Sebenarnya kami punya rencana menyambangi Kalimutu. Kalimutu berjarak 3 jam perjalanan dari larantuka. Tapi apa daya pak supir minta biaya antar yang sangat mahal, 3 juta rupiah untuk rute pulang pergi dan itu harga untuk satu mobil. Sementara kami pakai 3 mobil dan besoknya kami harus terbang ke Kupang dari Larantuka jadi kami cuma menginap semalam di Kalimutu. Mengingat perjalanan ke Kalimutu jauh dan akan menghabiskan waktu apalagi biaya mobilnya juga mahal maka kami memutuskan untuk explore daerah Larantuka saja. Danau Asmara adalah hidden paradise katanya, maka ide untuk mengunjungi danau ini kami setujui.Â
Awalnya jalan yang kami lalui masih beraspal mulus. Namun setelah memasuki jalan yang kiri kanannya rimbun dengan pepohonan saya mulai deg-degan. Siang yang panas terik tak terasa karena lebatnya pepohonan. Jalan yang kami lalui terhitung sempit, pas pas an buat dua mobil bila posisinya berjejer. Makanya saya sempat menjerit pelan saat berpapasan dengan mobil pick up yang melaju cepat dan tidak juga melambat, untung sopir kami sudah reflek mengarahkan mobil ke pinggir. Kalo dia kurang tangkas entah apa yang terjadi. Sungguh horor awal perjalanan ini.Â
Medan berat mulai kami temui saat tanah beraspal hilang, berganti tanah berbatu. Ada sekelompok pekerja sedang melakukan pelebaran jalan. Entah kapan selesai melihat medannya berat begini. Salah satu mobil rombongan kami yang bertipe sedan harus extra hati-hati melahap tanah kubangan. Jalanan ini cuma cocok dilalui dengan mobil yang siap untuk off road. Di sebuah tanjakan ada satu alat berat yang sedang melebarkan jalan. Saya pikir alat berat ini sekedar membersihkan jalan dari longsoran dan bukan membuat jalan ini jadi beraspal.
Jalan berbatuan sungguh butuh ketangkasan menyetir. Seorang Valentino Rossi saja bisa jatuh terpelanting di sini, eehhh saya sama sekali nggak mengharap ini tejadi, kalau Rossi menyambangi Flores saya akan ajak dia menikmati matahari tenggelam di pantai Larantuka, lebih romantis rasanya.. Hlaaa kok saya malah ngimpi. Saya dan rombongan berangkat tanpa makan siang, ini sungguh cara yang salah karena di sepanjang perjalanan tidak ada satupun warung makan yang ada.
Jalan menurun terjal ini pasti licin saat hujan, jadi jangan coba-coba kesini bila hujan. Di suasana panas aja jalan licin karena tumbuh lumut di atasnya, saya sempat terpeleset tapi untung nggak sampai jatuh terguling ke bawah. Kemiringan ada yang mencapai 45 derajat, di kanan kiri penuh dengan tumbuhan. Bebatuan yang tersebar di situ sempat menyita perhatian saya, karena batunya seperti batu karang yang ada di dalam laut. Sepertinya jaman dahulu kala dataran ini adalah dasar laut.Â