Mohon tunggu...
Tubagus Yasser Muhammad
Tubagus Yasser Muhammad Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Manajemen

Halo, saya Yayas, seorang Konsultan Manajemen di perusahaan konsultan manajemen lokal nomor satu di Indonesia. Saya memulai blog ini dengan tujuan sederhana, berbagi pengetahuan, pengalaman, dan wawasan saya dengan Anda semua. Semoga tulisan-tulisan saya bisa memberikan inspirasi dan manfaat positif, khususnya dalam dunia manajemen dan bisnis

Selanjutnya

Tutup

Film

Evolusi Dunia Perfilman: Persaingan Antara OTT (Over-The-Top) dan Pay TV di Indonesia

2 Oktober 2023   10:44 Diperbarui: 2 Oktober 2023   10:56 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Industri hiburan, khususnya perfilman, telah mengalami gejolak yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir, terutama berkat munculnya platform Over-The-Top (OTT). OTT adalah cara baru yang menghadirkan film dan acara TV langsung ke pengguna tanpa memerlukan berlangganan kabel atau satelit. 

Pengguna dapat dengan mudah mengunduh konten dan menikmatinya sesuai keinginan melalui internet di berbagai perangkat, seperti komputer, tablet, ponsel pintar, dan konsol. Dengan pemain besar seperti Netflix, Hulu, Disney Hotstar, dan Amazon Prime, industri OTT telah mengalami pertumbuhan luar biasa secara global, dengan pendapatan mencapai 1,039 miliar USD pada tahun 2027. Di Indonesia, pasar OTT juga tumbuh pesat, meningkat sebesar 33,1% dari tahun 2020 hingga 2027.

Di sisi lain, pasar televisi berbayar (Pay TV) global diperkirakan hanya akan tumbuh sekitar 1,7% dari tahun 2021 hingga 2028. Bahkan, di Amerika Serikat, pasar televisi berbayar mengalami penurunan sebesar 3,3%. Namun, berbeda halnya dengan Indonesia, pasar televisi berbayar terus tumbuh dengan tingkat CAGR sekitar 5%, dari 497 juta USD pada tahun 2020 menjadi 633 juta USD pada tahun 2025.

Pertumbuhan kuat Pay TV di Indonesia dapat dijelaskan oleh beberapa faktor kunci. Pertama, distribusi internet yang tidak merata mempengaruhi penggunaan layanan OTT. Meskipun Indonesia memiliki populasi yang besar, akses internet yang terbatas masih menjadi kendala. Kecepatan internet di Indonesia (23.12 Mbps) juga masih di bawah rata-rata global (63.15 Mbps), bahkan jauh lebih rendah daripada negara tetangga seperti Singapura (105 Mbps).

Selain itu, alasan televisi berbayar di Indonesia masih sangat digandrungi adalah daya tariknya dengan kualitas siaran yang baik dan adanya stasiun televisi berbasis udara (Free-to-Air) yang dapat diakses dengan mudah. Selain itu, masalah pencurian konten melalui pemasangan kabel ilegal dengan harga berlangganan yang murah juga tetap menjadi tantangan serius.

Selain faktor-faktor tersebut, dilakukan identifikasi juga terkait demografi OTT dan Pay TV. Berdasarkan identifikasi ini, diketahui ada perbedaan signifikan dalam demografi pengguna OTT dan Pay TV. Mayoritas pelanggan OTT adalah milenial (usia 25-34) dan generasi Z (20-24) yang mencapai 79%, sementara mayoritas pelanggan Pay TV berusia 45 tahun ke atas, mencapai 55%. Perbedaan ini menyoroti bahwa masing-masing layanan memiliki segmen pasar sendiri yang berbeda.

Penting untuk mencatat bahwa masih banyak orang yang memilih untuk tetap berlangganan Pay TV seperti DTH, Kabel, atau Internet Protocol TV. Hasil survei yang dilakukan oleh Deloitte menunjukkan bahwa 71% dari mereka berlangganan untuk menonton konten siaran langsung, 56% karena bundling dengan internet, dan 53% untuk kemampuan merekam acara untuk ditonton nanti. Selain itu, 36% dari mereka telah menggunakan layanan tersebut selama bertahun-tahun dan merasa puas.

Sementara OTT terus berkembang dan menawarkan berbagai pilihan hiburan, Pay TV masih memiliki tempatnya sendiri di Indonesia. Layaknya dahulu kita memperkirakan cinema akan menggantikan opera dan televisi akan menggantikan radio, selama Pay TV dapat terus beradaptasi dengan kondisi saat ini dengan menawarkan paket yang menarik dan mengoptimalkan konten, dan OTT Players tidak mengenali potensi pasar lokal dan melakukan adaptasi yang diperlukan, serta akses internet masih menjadi kendala di Indonesia, Pay TV kemungkinan besar akan tetap menjadi pilihan utama dalam 5-10 tahun mendatang.

Dalam perjalanan evolusi hiburan ini, satu hal menjadi jelas: kita berada di ambang era hiburan yang lebih mewah. Diharapkan partisipasi aktif dari setiap pihak terlibat, produsen hiburan, penyedia layanan, dan regulator untuk bekerja bersama demi menciptakan lingkungan hiburan yang lebih baik dan lebih inklusif. Kualitas konten yang kuat, akses internet yang merata, dan berbagai pilihan harus menjadi hak semua individu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun