Musim kemarau panjang tahun 2015 sudah terlewat, kini hampir seluruh wilayah Indonesia sudah berada di ujung pintu fenomena hujan deras dan bahkan badai dari pagi hingga sore hari. Ketika bicara tentang potensi hujan deras dan badai, bayangan yang langsung terbersit di kepala adalah ancaman bencana banjir dan tanah longsor. Pada kenyataannya, negeri ini memang masih prematur untuk mengantisipasi bencana yang datang silih berganti. Usai melewati kekeringan parah karena kemarau panjang, kini menghadang potensi banjir dan tanah longsor. Dataran tinggi terancam longsor, dataran rendah terancam limpahan banjir. Lengkap sudah derita yang nampak di depan mata.
Lantas bagaimana sesungguhnya kesiapan sistem peringatan dini bencana banjir dan tanah longsor di Indonesia? Kesimpulan terbaru dirilis oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei menegaskan bahwa setuju atau tidak, kenyataannya memang sistem peringatan dini banjir dan longsor di Indoenesia masih sangat minim dan mengkhawatirkan.
Mengapa bisa demikian?
Dilansir dari laporan CNN Indonesia, status timpangnya kesipaan sistem peringatan dini banjir dan tanah longsor di Indonesia bukanlah omong kosong tanpa bukti data. Pasalnya, menurut catatan dan identifikasi BNPB secara menyeluruh di seluruh Indonesia, jumlah kabupaten yang rawan banjir dan tanah longsor di Indonesia hari ini berjumlah sebanyak 279 Kabupaten/Kota. Sedangkan instalasi sistem peringatan dini terhadap banjir dan longsor di musim hujan tahun 2015 ini baru ada sebanyak 42 kabupaten/kota. Jumlah yang sangat minim, bahkan tak lebih dari 20%.
Apa yang menjadi alasan sistem peringatan dini banjir dan longsor belum betul-betul disiapkan merata di seluruh Indonesia? Banyak hambatan yang menghadang. Menurut paparan Willem, satu hal yang menjadi kesulitan utama adalah karena masing-masing daerah Kabupaten/Kota di Indonesia punya karakteristik wilayah yang berbeda-beda. Tak bisa disamakan potensi banjir dan longsornya dengan daerah lain.
Misalnya ada daerah di Indonesia yang punya potensi bencana longsor yang lebih banyak ketimbang bencana banjir, begitupun sebaliknya. Punya potensi banjir yang lebih banyak ketimbang longsor. Bahkan Ada pula daerah yang potensi longsornya tiba-tiba meningkat drastis setelah melewati musim kemarau panjang ini karena membuat tanah kering dan mudah longsor begitu terkena air hujan dalam intensitas yang besar. Maka dari itu, perlu analisis panjang yang dilakukan untuk melakukan identifikasi kerentanan bahaya bencana. Pendistribusian dana dan sumber daya untuk pencegahan bencana longsor dan banjir tak bisa disamaratakan.
Berdasarkan data yang dikutip seluruhnya dari laporan CNN Indonesia, hingga Agustus 2015 terdapat 375 kejadian banjir dengan sejumlah kerugian, di antaranya: 25 jiwa meninggal, 606.655 jiwa mengungsi, 437 unit rumah rusak berat, 15 unit fasilitas kesehatan rusak, 51 unit fasilitas ibadah rusak, dan 166 unit fasilitas pendidikan rusak. (cal)
img : viva