Tak bisa dimungkiri, dunia sedang berubah. Sayangnya bukanlah perubahan menjadi wujud yang lebih baik, namun kebalikannya, perubahan itu bergerak ke arah kondisi yang semakin rusak. Padahal alam di Bumi dan iklim yang tercipta di balik atmosfer saling berkait satu sama lain. Perubahan pada kondisi hutan, laut, aliran sungai dan ekosistem lahan akan juga berdampak pada kondisi dalam perputaran iklim.
Tak percaya? Silahkan tengok bagaimana ekstremnya iklim Indonesia di tahun-tahun belakangan ini. Musim kemarau panjang yang membawa kekeringan, terkadang muncul badai puting beliung, hujan es, dan cuaca dingin yang mencekam. Imbasnya ribuan titik siaga bencana banjir. Nyatanya, perubahan iklim memang sedang terjadi dan terus memburuk.
Sebuah data analisis baru tentang dampak buruk perubahan iklim belum lama ini dirilis oleh Bank Dunia dalam sebuah laporan tahunan. Dikutip dari laman berita Antaranews, Bank Dunia menegaskan dalam laporan tahunannya bahwa dampak buruk perubahan iklim atau pemanasan global cepat atau lambat akan mengirimkan 100 juta orang penduduk dunia pada kemiskinan parah. Estimasi paling cepat yang diprediksi Bank Dunia adalah pada tahun 2030 kelak jika perubahan iklim tak dapat ditekan, maka dampak buruknya pada ekonomi dunia akan segara terasa.
Laporan tersebut disusun oleh Bank Dunia dan mengambil tajuk Shock Waves: Managing the Impacts of Climate Change on Poverty, dirilis oleh Bank Dunia pada Minggu (8/11) lalu.
Menurut paparan laporan tersebut, kondisi perubahan iklim yang ekstrem diikuti oleh ancaman pemanasan global yang betul-betul nyata akan berimbas lansung pada ekonomi masyarakat kecil. Pasalnya masyarakat miskin menjadi golongan yang paling berisiko dari perubahan iklim.
Bayangkan saja jika iklim terus berubah tak menentu dan berujung pada cuaca ekstrem maka faktor kegagalan panen, menurunnya curah hujan dan matinya tanaman pangan, hingga pada faktor meningkatknya harga pangan karena sulitnya menumbuhkan tanaman dan industri perkebunan di tengah cuaca eksrem. Belum lagi jika masyarakat golongan miskin harus menghadapi kenyataan penyakit yang tergadai akibat bencana banjir dan gelombang panas.
Lantas, wilayah mana di dunia ini yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim atau pemanasan global?
Bank Dunia menyimpulkan, lokasi terparah yang akan mengalami kerugian besar secara ekonomi karena dampak pemasanan global atau perubahan iklim adalah wilayah Afrika dan Asia Selatan, tak terkecuali Indonesia.
Gagalnya aktivitas panen yang melanda petani lokal di Pulau Jawa akibat kemarau panjang selama beberapa bulan di tahun 2015 ini adalah contoh kecil dari kerugian ekonomi yang harus ditanggung karena perubahan iklim.
Sebagai contoh, di wilayah Afrika saja sebagai mayoritas wilayah paling miskin di dunia, perubahan iklim atau pemanasan global telag menyebabkan harga panen melonjak drastis hingga setinggi 12 persen pada tahun 2030, dan 70 persen sampai tahun 2080. (cal)
img : antara