Â
Tahun 2015 ini menjadi tahun tragedi hutan bagi Indonesia. Sebagai salah satu negara tropis dengan luasan hutan alami terbesar di dunia, kasus kerusakan hutan yang sangat kompleks di Indonesia telah mencoreng wajah bangsa ini sebagai bangsa perusak hutan. Negeri ini sudah sekian puluh tahun abai terhadap keserakahan manusia-manusia yang memakan hutan. Ketika di akhir tahun 2015 kebakaran hutan berkobar sangat kejam, Segenap elemen bangsa ini baru saja kalang kabut. Ramai mencibir satu sama lain, menyalahkan berbagai pihak.
Padahal kenyataannya, rusaknya hutan Indonesia adalah manifestasi atau gabungan dari segala keteledoran anak bangsa dalam menjaga warisan terbesar Indonesia. Lalu setelah sekian puluh tahun kita abai, berapa sesungguhnya jumlah kerugian Indonesia di sektor kehutanan?
Dalam kajian paling baru yang digagas oleh komisi anti rasuah atau Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia menyebutkan bahwa kerugian negara dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kayu komersial yang tak tercatat, mencapai nilai fantantis!
Angka kerugian negara dalam periode tahun 2003 hingga 2014 ini hampir mencapai nilai Rp900 triliun rupiah. Atau 900.000 milyar rupiah! Edan!
Entah bagaimana cara pemerintah Indonesia dalam mengelola sektor kehutanan Indonesia selama ini. Kerugian Indonesia di sektor kehutanan yang sangat-sangat fantastis ini menunjukkan kenyataan bahwa sesungguhnya hutan Indonesia sangat kaya, namun pengelolaan yang salah telah menghilangkan kesempatan emas mengambil keuntungan dari pengelolaan kekayaan hutan.
Bagaimana hitung-hitungan kerugian sektor hutan yang ditelisik Komisi Pemberantasan Korupsi? Begini rinciannya:
Dikutip dari Mongabay, KPK menemukan kerugian sektor hutan terutama dipengaruhi oleh produksi kayu yang tercatat ternyata jauh lebih rendah dibandingkan dengan volume kayu panen dari kondisi luasan hutan di Indonesia. Dalam hitung-hitungan normal, produksi kayu yang harusnya dimiliki oleh Indonesia selama tahun 2003 silam hingga tahun 2014 mencapai jumlah 630,1 hingga 772,8 juta meter kubik kayu.
Namun mirisnya menurut catatan statistik Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan, dalam periode 10 tahun itu produksi hutan Indonesia yang tercatat hanya 143,7 juta meter kubik, mengindikasikan hanya mencatat 19–23% dari total produksi kayu selama periode kajian. Sebagian besar, 77–81% tak tercatat.
Dari keadaan yang sangat ironis itu, jika dirupiahkan ternyata kerugian Indonesia di sektor kehutanan mencapai angka rupiah yang luar biasa di luar nalar dan logika. Menurut hitungan KPK, kerugian negara dari nilai komersial domestik produksi kayu yang tidak tercatat dan tidak masuk ke kas negara mencapai jumlah US$60,7–US$81,4 miliar (Rp598,-Rp799,3 triliun), atau US$5,0- US$6,8 miliar (Rp49,8- Rp66,6 triliun) per tahun.
Nilai kerugian tahunan ini ternyata pun meningkat tajam pada periode kajian dari nilai terendah US$1,4- Rp1,9 miliar (Rp12,1-Rp16,8 triliun) pada 2003, sampai nilai tertinggi US$ 7,7-US$ 9,9 miliar (Rp80,7-Rp104,3 triliun) pada 2013.