Hingga memasuki pekan ketiga bulan Oktober 2015, Palangkaraya menjadi satu-satunya Kota di Indonesia yang mengalami kasus kabut asap paling pekat sepanjang sejarah bencana kabut asap. Tengok saja bagaimana hancurnya kualitas udara di Palangkaraya dalam dua bulan terakhir. Menurut standar kesehatan internasional, angka indeks standar pencemaran udara terburuk ada di angka 500, sedangkan di Palangkaraya, angka harian pencemaran udara telah berada di level 2.900! Hampir enam kali lebih buruk dari angka paling berbahaya, apa sebabnya?
Kebakaran lahan gambut di wilayah Kalimantan Tengah telah menjadi tersangka utama penyebab hancurnya kondisi udara di Palangkaraya. Jilatan api makin menggila dan merambat tak terkendali. Laporan terakhir, api sudah mulai menyambar kawasan hutan konservasi di Desa Tumbang Nusa Kecamatan Jabiran Raya Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Rabu (15/10). Hutan rindang dengan tinggi pohon rata-rata setinggi 20-25 meter dan sudah berusia puluhan tahun di kawasan hutan ini sebagian telah habis terbakar.
Bahkan mirisnya lagi, beberapa pohon langka seperti Tumih (combretocarpus rotundatus), Balangeran (shorea balangeran), Galam (melaleuca leucadendron), Gaharu (aquilaria malacencis), Ramin (gonystylus bancanus), Tangkahis dan Tanggaring mulai bertumbangan karena bagian akar pokok pohon terbakar. Kekayaan alam yang terkandung dalam rapatnya hutan Kalimantan Tengah hancur dalam sekejap mata akibat lalapan api.
Mengingat kondisi kebakaran hutan Palangkaraya yang semakin memburuk, Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama relawan “Jumpun Pambelon” dan warga sekitar bahu-membahu memadamkan api yang meluas membakar pohon-pohon besar. Ir.Januminro (53) Ketua Komunitas Jumpun Pambelon menjelaskan saat ini proses pemadaman timnya bersama ACT berhasil memadamkan area hutan sekitar 50 Ha. Namun ia mengakui saat ini proses pemadaman masih sebatas radius 700 meter dari jalan raya. “Kendala terbesar kami adalah minimnya sumber air untuk kami pompa dengan mesin portabel,” ungkapnya.
Dari pantauan langsung di lapangan, tim pemadam tak bisa menembus hingga radius 1 kilometer kedalam hutan karena sumber mata air terakhir (sumur bor) berada di radius 500 meter. “Membuat sumur-sumur yang disebar di beberapa titik hutan jauh lebih efektif di bandingkan dengan kanalisasi atau sekat kanal,” tambah Januminro.
Senada dengan Januminro, Koordinator Tim Pemadam dari ACT, Diding Fahruddin mengakui saat ini timnya mengalami kendala keterbatasan sumber air. “Kami butuh banyak sumur bor yang disebar di beberapa titik hutan supaya jangkauan pemadaman bisa masuk lebih kedalam lagi. Nantinya air dari sumur akan disedot mesin portabel yang kemudian di salurkan melalui selang red rubber,”ujarnya.
Seperti diketahui setidaknya ribuan hektar hutan di Kalimantan Tengah terbakar dalam tiga bulan terakhir. Sementara yang berhasil dipadamkan tidak lebih dari 100 hektar, hal ini dikarenakan proses pemadaman biasanya hanya di sekitar hutan yang dekat dengan jalan raya,karena sumber airnya mudah dijangkau, bisa dari parit atau dari mobil Damkar. Sulitnya padamkan kebakaran hutan inilah yang makin memperburuk kondisi kabut asap di Palangkaraya.
Sesungguhnya hanya sedikt relawan yang mampu memadamkan api jauh lebih ke dalam hutan, setelah sebelumnya membuat sumur-sumur di beberapa titik hutan. Namun ironisnya, saat ini ketersediaan sumur-sumur tersebut sangat minim sekali.
Entah sampai kapan bencana kebakaran hutan di Palangkaraya dapat berakhir (?)
(cal) img : bbc