JAKARTA – Adalah Abdurrahim Arsyad, akrab disapa Abdur, komedian berformat stand up asal Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Bergabung dengan ACT untuk mempromosikan ajakan membangun wilayah-wilayah terluar Tanah Air dalam kemasan program 100 Tepian Negeri.
Abdur adalah runner up dalam program Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) putaran keempat yang ditayangkan sebuah stasiun televisi swasta nasional. Kehadiran Abdur menjadi nilai plus sendiri bagi program tersebut. Pasalnya, humor-humor Abdur, sapaan akrabnya, sangat cerdas.
Gaya dan konten stand up Abdur khas. Dia mampu menjadi representasi anak bangsa dari timur Indonesia yang resah karena ketimpangan pembangunan. Dengan kelihaiannya mengolah fakta-fakta pembangunan, fakta sosial masyarakat Indonesia dari timur, stand up comedy Abdur terbingkai dalam humor satiris.
Seperti saat penampilannya di Grand Final, Abdur membawakan materi stand up berjudul Indonesia Ibarat Kapal Tua.
“Indonesia ibarat kapal tua dengan penumpang berbagai rupa bersatu dalam Nusantara. Enam kali sudah ganti nahkoda, namun masih jauh dari kata sejahtera.”
“Bapak pembangunan bagi mereka, buat saya tidak ada bedanya.”
ACT menyaksikan bahwa pilihan topik kritik sosial yang ditampilkan Abdur saat menghibur publik, memberi bobot tersendiri bagi performa Abdur. Dan Abdur adalah salah satu sosok yang tepat untuk menyampaikan pesan peduli terhadap program pembangunan pulau-pulau terluar Tanah Air, yang dikemas dalam program 100 Tepian Negeri. Sejumlah pulau di negeri ini, khususnya yang berbatasan dengan negara lain, masih kurang tersentuh pembangunan. Hal ini menyebabkan anak-anak yang tinggal di tepian negeri tersebut juga serba tertinggal
Sebagai anak timur, Abdur merasakan betul ketertinggalan pulau-pulau yang jauh dari pusat pemerintahan ini dalam kehidupan sehari-hari. Sulitnya mencari penghasilan, pendidikan layak, bahkan sarana kesehatan yang memadai saja pun harus berjalan jauh ke ibukota propinsi.
“Larantuka (kampung halamannya – red) itu bukan kota kecil, itu adalah ibukota kabupaten, namun kami pun masih sulit mendapatkan sarana dan prasarana yang layak. Tidak terbayang begitu ACT bercerita mengenai kondisi di Timuabang sana. Ah, saya tidak ingin hanya diam saja kalau begitu,” ucapnya saat pertama kali bertemu dengan ACT.
Abdur bersemangat menyambut ajakan mengampanyekan program pemberdayaan 100 Pulau Tepian Negeri. “Tapi saya miskin bahan. ACT tolong beri saya fakta-fakta kondisi memprihatinkan di wilayah yang disasar program ini. Untuk bikin lucu, itu urusan saya,” ujarnya bersemangat. Lalu mengalirlah paparan fakta tepian negeri dari perspektif humanis.
Bersama ACT, Abdur menggulirkan program bertajuk “Stand Up for Humanity” yang mengajak masyarakat mulai dari anak sekolah, mahasiswa, komunitas dan orang kantoran untuk turut peduli dan bersama-sama berdonasi untuk pembangunan pendidikan di tepian negeri, khususnya membangun sarana sekolah yang aman dan nyaman. Sekolah di tepian negeri yang biasanya memanfaatkan serpih kayu sebagai dinding, rumbia sebagai atap, dan tanah sebagai alas memberi semangat tersendiri bagi Abdur untuk dapat ia kampanyekan dan ia ubah bersama segenap masyarakat yang mendukung.