Mohon tunggu...
Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap Mohon Tunggu... Jurnalis - Organisasi Kemanusiaan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik http://act.id Aksi Cepat Tanggap (ACT) Foundation is a professional global humanitarian organization based on philanthropy and volunteerism to achieve better world civilization

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aas Terus Keliling Jajakan Sayur, Supaya Dapur Tetap Mengebul

19 Februari 2021   14:53 Diperbarui: 19 Februari 2021   15:22 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KABUPATEN BEKASI---Lima tahun lebih Aas (47) berkeliling menjajakan sayur, mulai dari pikulan hingga kini menggunakan sepeda. Ia keluar rumah sejak pukul 7 pagi hingga pulang pukul 11 siang, kemudian kembali keluar selepas magrib hingga pukul 9 malam. Karena di jam-jam itulah biasanya setiap keluarga membutuhkan sayur untuk memasak.

Untuk mendapatkan stok sayur, biasanya ia akan bangun pukul 3 pagi untuk berbelanja di Pasar Babelan. Di hari Ahad baru Aas sempatkan untuk beristirahat total dari kesehariannya. Rata-rata penghasilan bersih warga Kampung Pangkalan, Desa Sukamekar, Kecamatan Sukawangi, Kabupaten Bekasi ini bisa mencapai sekitar Rp1 juta---Rp1,5 juta per bulannya.

Nenek dengan dua cucu ini berjualan sayur karena tuntutan ekonomi selepas suaminya berhenti bekerja. Saat ini suaminya bekerja sebagai penggembala kambing saja dan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Maka Aas dengan tenaga yang ada, berusaha semaksimal mungkin agar dapur tetap mengebul.

Di masa pandemi ini berjualan di perumahan dirasakannya agak sulit karena tidak bisa berjualan langsung ke rumah-rumah warga seperti biasa. Karenanya, ia hanya berpasrah kepada Yang Maha Kuasa agar pandemi ini segera hilang agar dapat kembali berjualan seperti biasa.

Dalam hal permodalan juga, Aas memiliki modal yang sangat minim karena harus berutang di lapak. Pastinya harga beli pun jadi lebih tinggi karena barang yang dibelinya tidak secara kontan. Selain itu, ia juga memiliki utang di bank konvensional, yang setiap hari harus disetor.

"Ya karena enggak ada solusi, ngutang ke tetangga, saudara pada kagak punya duit. Jadi saya pinjem ke rentenir," jelas Aas pada Jumat (22/2/2021) silam. Selain itu beliau menambahkan bahwa pinjaman itu selain sangat memberatkan karena harus setor setiap hari juga membuat beliau jadi sulit untuk menyisihkan uangnya untuk ditabung.

Untuk mendukung ikhtiar Aas, Global Wakaf---ACT memberikan bantuan Wakaf Modal Usaha Mikro Indonesia (UMI) untuknya. Melalui wakaf terbaik para dermawan, ia kini memilki modal lagi untuk mengembangkan usahanya yang kini sulit berjalan.

"Harapan kami selain dapat membantu Ibu Aas dalam permodalan, juga bantuan ini dapat membebaskan Ibu Aas dari jeratan riba. Sehingga ke depannya Ibu Aas tak merasa kesulitan karena bunga yang mencekik," kata Wahyu Nur Alim dari Tim Global Wakaf---ACT.

Wahyu pun berharap, para dermawan dapat berpartisipasi dalam program ini sehingga para pelaku usaha kecil seperti yang ada Aas bisa menjalankan usahanya dengan lebih lancar dan tentunya lebih berkah. "Kami sekaligus mengajak juga kepada para dermawan untuk membantu para pelaku usaha yang saat ini sedang kesulitan karena kendala permodalan. Melalui bantuan para dermawan sekalian di program Wakaf Modal UMI, mudah-mudahan kita bisa membantu meringankan beban mereka," harap Wahyu. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun