ACTNews, ACEH TENGGARA – Suasana malam kejadian itu (banjir bandang) sungguh sangat mencekam bagi Ricardo Sitanggang (42) dan Thiomida Boru Tambunan (58), bersama warga korban banjir bandang di Aceh Tenggara lainnya. Keduanya kehilangan orang yang sangat dicintainya. Ricardo Sitanggang kehilangan anak balitanya Terang Boru Sitanggang (1,5) setelah Ia dan Keluarganya berusaha menyelamatkan anaknya, namun karena derasnya arus banjir bandang, maka anaknya pun terhempas lepas dari dekapan istrinya.
Begitu juga Thiomida Boru Tambunan yang saat kejadian mencoba menyelamatkan dirinya bersama bibinya Erlina Boru Sitorus (79), namun karena arus banjir bandang begitu sangat deras bibinya pun terlepas dari genggaman tangannya dan hanyut terbawa arus banjir bandang.
Meskipun kejadian tersebut sudah berlalu satu minggu yang lalu, namun kesedihan dan trauma masih dirasakan keduanya. Apalagi ketika hujan turun di sore atau di malam hari. Trauma dan gelisah dirasakan Ricardo Sitanggang, ia bahkan tidak berani tinggal di rumah atau di ruangan apabila turun hujan.
Malam itu Sangat Mencekam!malam mencekam April 20, 2017 Penulis Muhajir Arif Rahmani Bagikan :
ACTNews, ACEH TENGGARA – Suasana malam kejadian itu (banjir bandang) sungguh sangat mencekam bagi Ricardo Sitanggang (42) dan Thiomida Boru Tambunan (58), bersama warga korban banjir bandang di Aceh Tenggara lainnya. Keduanya kehilangan orang yang sangat dicintainya. Ricardo Sitanggang kehilangan anak balitanya Terang Boru Sitanggang (1,5) setelah Ia dan Keluarganya berusaha menyelamatkan anaknya, namun karena derasnya arus banjir bandang, maka anaknya pun terhempas lepas dari dekapan istrinya.
Begitu juga Thiomida Boru Tambunan yang saat kejadian mencoba menyelamatkan dirinya bersama bibinya Erlina Boru Sitorus (79), namun karena arus banjir bandang begitu sangat deras bibinya pun terlepas dari genggaman tangannya dan hanyut terbawa arus banjir bandang.
Meskipun kejadian tersebut sudah berlalu satu minggu yang lalu, namun kesedihan dan trauma masih dirasakan keduanya. Apalagi ketika hujan turun di sore atau di malam hari. Trauma dan gelisah dirasakan Ricardo Sitanggang, ia bahkan tidak berani tinggal di rumah atau di ruangan apabila turun hujan.
“Sudah ya pak ngobrolnya nanti dilanjut, sudah turun hujan” ujar Ricardo, sambil buru-buru ketakutan bergegas ke luar ruangan, ketika diwawancarai Tim ACTNews, yang saat itu hujan mulai turun dengan deras.
Trauma tidak hanya dirasakan oleh Ricardo saja, namun hampir mayoritas warga korban banjir bandang mengalami rasa yang sama. Pasca-bencana banjir bandang ini, trauma yang mereka rasakan memang sangat beralasan, karena setiap hari hujan selalu turun di sore dan malam hari, yang membuat para korban banjir sangat ketakutan akan terjadi banjir bandang susulan.
Mayoritas rumah warga korban banjir bandang yang berada di kaki pegunung Taman Nasional Gunung Leuser/TNGL. Saat kejadian memang begitu sangat mencekam dan mengerikan. Banjir bandang yang diawali dengan banjir air biasa disertai lumpur semenjak sore menjelang malam, yang akhirnya banjir itu membesar dan gemuruh suara banjir bandang besar pun terdengar dari arah TNGL menuju ke bawah, ke kawasan pemukiman desa. Suara gemuruh besar tersebut ternyata banjir bandang yang membawa material tanah, batu-batuan besar dan batang pohon besar.
“Kejadiannya tiba-tiba saja, banjir bandang dengan arus deras membawa batang kayu besar dan batu-batuan menyapu rumah kami. Kami sekeluarga pun tanpa berpikir panjang langsung menyelamatkan diri, keluar rumah. Namun ternyata arus banjir bandang menyeret kami ke bawah rumah, kami sekeluarga tersangkut di pohon kelapa di belakang rumah. Saya menggendong anak pertama dan istri saya menggendong anak paling kecil kami, karena istri saya tak kuat menahan derasnya arus banjir, maka anak paling kecil saya lepas dari gendongan istri saya dan terbawa arus banjir,” kenangnya, dengan berlinang air mata tak kuasa menahan rasa sedih.