Kurban Mengantri, Anak-anak Yatim Suriah Setia Menanti
[caption caption="Beberapa anak yatim-piatu Suriah di Panti "Sifa" mewakili menerima daging kurban GQ secra simbolis (Sumber: Herri/ACT)"][/caption]ACTNews, REYHANLI – Untuk urusan proses pemotongan hewan kurban, selain Somalia, mungkin Indonesia juaranya. Banyak yang bisa menyembelih, tukang jagalnya melimpah, dan tentu saja cepat. Di pedesaan Turki, tadinya tim Global Qurban (GQ) untuk pengungsi Suriah, mengira kondisi yang sama dapat terjumpai. Nyatanya tidak. Lain padang lain ilalang, lain lubuk lain pula ikannya.
Kecuali domba, pemotongan sapi di Reyhanli, kota kecil berpenduduk tak lebih dari 90 ribu jiwa ini dan hanya berjarak 15 kilometer dari satu ‘kota terpanas’ di Suriah, Aleppo, tak bisa dilakukan di sembarang tempat. Di kota yang masuk kedalam wilayah administrtif Hatay ini pemotongan sapi hanya bisa dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH).
Tim GQ yang sudah bersiap mengawal kurban 3 ekor sapi, usai salat Id di masjid kota dengan jamaahnya yang terisi pas saja (tak ada pemandangan jamaah salat Id sampai melimpah ke jalan depan masjid), langsung menuju kantor IHH Reyhanli—mitra ACT di Turki, dimana tiga ekor sapi super bongsor menunggu sejak pagi hari.
“Sapi kita kata Abu Yahya baru bisa dipotong nanti habis dzuhur,” kata Omar (24), pengungsi Suriah yang menjadi relawan IHH dan menjadi among bagi GQ. Lho kenapa? Kata calon dokter yang tertunda ujian akhirnya gegara perang sipil di Suriah ini, sapi takkan dipotong di kantor tapi di RPH “Abu Elman” milik Omar Jahjah, dimana 3 sapi itu dibeli tiga hari lalu. Kasihan betul sapi-sapi ini, bakal monda-mandir keliling kota. “Rumah potong penuh, warga kota yang berkurban sapi datang semua ke Abu Elman. Kalau tidak dapat antrian hari ini, mungkin pemotongan ditunda besok pagi kata Abu Yahya,” jelas eks warga Homs ini. Abu Yahya adalah personil yang memang punya spesialisasi mengurus hewan kurban dan logistik di IHH.
Hingga pukul 15 waktu setempat, Omar memberi kabar lagi kalau sapi-sapi bisa dipotong sore ini. Berangkatlah tiga sapi itu ke RPH “Abu Elman”. Tiba di RPH, suasana Abu Elman masih hiruk-pikuk meski sore menjelang. Ada banyak kaum laki-laki, juga keluarga yang membawa anak-anak kecil. Yang kecil-kecil menonton atraksi tukang jagal menguliti kerbau dan mencacah daging. Laki-laki dewasanya sibuk memasukkan daging ke plastik-plastik di bak penampungan, memasukkan plastik berisi daging ke dalam bagasi mobil mereka atau sekedar bercengkerama menikmati cay (teh Turki) bersama yang lain.
Global Qurban pun harus menunggu 1 antrian lagi untuk bisa dilayani. Tepat pukul 16.30, sapi kurban bernomor SP-0460 milik pekurban (alm) Musa, Desmalia Anggraini, Naufal, Agung Mulia Wardhana, Micahel Fabian Cools, Hazrati dan Antita Birmawan mendapat giliran pertama. Sapi bongsor seberat 551 kg ini bergerak malas menuju spot penyembelihan. Tali di lehernya yang ditarik kuat ke ke tiang pancang besi yang juga menjadi pilar atap, membuatnya berlutut. Sementara tali yang terikat di salah satu kaki belakangnya mulai tertarik ke atas digulung mesin katrol kecil di atas tiang. Tersungkurlah sapi dominan putih dengan belang hitam di leher dan separo wajahnya ini.
Suara takbir seketika terdengar, “Allahu Akbar…Bismillahi Wallahu Akbar!” terpekik dari mulut lelaki muda jembrosan berkaus kutang merah yang sudah menempelkan pisau kecil di atas leher SP-0460. Ayunan tangannya cepat saja, dan SP-0460 pun terkulai lemas. Diam tak bergerak dengan damai. Tak sampai satu jam, daging merahnya bakal menjadi berkah tersendiri bagi para anak yatim-piatu, keluarga yatim dan para korban kekerasan rezim Suriah yang dirawat di beberapa rumah perawatan.
Berikutnya, melenggang tenang adalah SP-0436 berbobot 585 kilogram milik pekurban atasnama Aris, (alm) Haflinda, Rizka Amelia, Indra Luminar binti Tatang Dahlan, Tia Rahmiati, Laila Yulia dan (keluarga) Ahmad Kusnandar. Prosesinya sama persis dengan yang sebelumnya, mengandalkan katrol mekanik SP-0436 terbaring diam. Lelaki berkaus kutang merah tadi kembali menghunus pisau kecilnya, lalu memekikkan takbir dan doa. SP-0436 melenguh kecil, lalu terdiam tenang.
“Dari mana?, “ tanya lelaki berkaus kutang merah itu dalam bahasa Arab, saat melihat GQ mendekat untuk mengambil gambar SP-0436 dengan label nama pekurban. Ia lalu memperkenalkan diri, mengajak bersalaman dan menyebut namanya Zakaria. GQ coba menuntaskan penasaran dengan bertanya apakah ia berasal dari Suriah, Zakaria mengangguk. Lalu menunjuk 4 komptatriotnya yang juga penjagal sapi, “Ahmad..Suriah”..”Muhammad..Suria”..”Ali ..Suria”..”Suban Suria”. Zakaria dan kawan-kawannya tertawa lebar memperlihatkan gigi mereka yang ternyata berwarna kuning. Mereka juga pelarian dari Suriah. Klop sudah; penjual sapinya orang Suriah, penyembelihnya orang Suriah dan daging-dagingnya juga untuk orang-orang Suriah.
Hari sudah mulai gelap, Omar menghampiri dan mengatakan kalau sapi terakhir dengan nomor SZ-0001 berbobot 661 kg amanat pekurban bernama Fabian Hafied baru bisa disembelih Jum’at pagi (25/9). “Mereka sudah lelah. Sejak pagi tidak berhenti. Kalau kita lanjutkan sembelih, bisa-bisa hari ini kita distribusikan dagingya sampai subuh besok,” tutur Omar tersenyum.