Mohon tunggu...
Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap Mohon Tunggu... Jurnalis - Organisasi Kemanusiaan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik http://act.id Aksi Cepat Tanggap (ACT) Foundation is a professional global humanitarian organization based on philanthropy and volunteerism to achieve better world civilization

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ustadz dan Rohingya

12 Juni 2015   13:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:05 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan sekali ini ia gagal mengajak tokoh terkenal dari jagat keislaman, untuk ikut menyuarakan masalah umat. Kali ini isunya Muslim Rohingya. Dan pada isu Rohingya‎ ini, juga sudah beberapa tokoh ternama, tak kunjung bisa mengatur waktu untuk sekadar mendengar tentang Rohingya sebelum memutuskan apa bentuk kepeduliannya atas perkara ini.
 
Sampai suatu siang, ia - salah seorang tim kemitraan handal ACT - mendapat angin segar dari seorang ustadz muda terkenal. "Baik, Bang, kita jumpa di Citos (Cilandak Town Square)," ujar sang ustadz di seberang.
 
Tak lama, sang ustadz ‎mengabarkan, pertemuan pindah ke Sentul. Sang pegiat kemanusiaan masih memaklumi."Baik Ustadz, kita jumpa ba'da dzuhur di Sentul," ujar kawan saya, sebut saja Abu namanya. Jelang waktunya tiba, sang ustadz muda kembali meminta perubahan lokasi karena sesuatu hal. Abu tak lagi bisa menahan dongkol.
 
"Ustadz, saya ajak antum untuk Rohingya, bukan untuk urusan biasa. Rohingya ini bukan soal sepele, ini perkara umat yang dizalimi. Kalau sekadar mengatur waktu untuk mendapat penjelasan saja tidak mudah, apa mungkin ustadz bisa benar-benar menunjukkan kepedulian?"
 
"Maaf Bang, saya malu belum banyak berbuat, tapi harus diajak menyuarakan soal Rohingya."
 
"Karena itulah, kami libatkan antum. Apalah saya ini, kalau menyuarakan Rohingya, siapa yang mau dengar saya? Kalau antum, dengan pengaruh kemasyhuran, lebih mudah didengar. Begini saja, kami simpulkan antum tidak serius mengurus soal umat. Kalau umat yang sering antum nasihat tahu beginilah antum, makin sedihlah ummat."
 
"Saya ingin Bang, tapi kebetulan sedang ada beberapa agenda juga. Saya harus mencocokkan jadual." 
 
"Ustadz, saya mungkin bisa sabar antum tak kunjung bisa tegas menetapkan kapan kita akan saling bertemu dan membahas soal ini. Tapi bagaimana Muslim Rohingya, tigapuluh tahun terzalimi dan sekarang tidak segera kita bantu. Hal besar memang sering merupakan karya orang biasa. Bahkan tak dikenal siapapun, tak dihitung penduduk bumi. Persis Aidz Al Qorny‎ yang disebut Nabi sebagai orang yang masyur di tengah penduduk langit. Ketika ia meninggal, Allah turunkan malaikat-malaikat untuk mengusung jenazahnya, padahal di dunia tak seorangpun menganggap penting Al-Qorny. Ternyata dialah penjahit sepatu seorang miskin, yang menggendong ibundanya berhaji demi memenuhi keinginan sang ibu menunaikan haji."
 
‎"Begini Bang, saya sangat ingin terlibat. Abang punya waktu besok?"
 
"Saya selalu punya waktu untuk umat. Tapi, apakah saya memang akan bertemu orang yang tepat yang benar-benar peduli? Urusan umat tidak bisa dibicarakan dengan orang-orang yang sulit meluangkan waktu. Saya tidak akan mempercayakan urusan sebesar ini untuk siapapun yang hanya bisa berbagi waktu di sisa waktunya setelah soal-soal lain. Tidak akan bisa memberi dukungan signifikan."
 
"Benar Bang. Besok bisa? Saya akan temui Abang."
 
Abu sudah kadung kesal. "Besok saya harus ke Surabaya. Habis itu ke Denpasar, terus ke Makassar. Untuk semua itu saya punya waktu. Semoga ustadz bisa serius meluangkan waktu. Tidak harus dengan saya, bisa dengan tim saya. Kalau ustadz masih memilih hanya mau jumpa dengan saya, ustadz tidak sedang serius ‎mau terlibat dengan urusan Rohingya. Assalamu'alaikum..."
 
Begitulah, petikan obrolan byphone yang berlangsung antara sahabat saya Abu  dengan seorang ustadz muda yang tengah naik daun. Mengedukasi sudah pasti tak boleh patah arang, tapi kalau gara-gara satu dua orang yang‎ gagal meneguhkan hati untuk urusan umat yang mendesak seperti Rohingya, sudahlah. Masih banyak hati lain yang mungkin lebih siap diingatkan.
 
Ketenaran "sosial" dan "spiritual" apalagi ketenaran yang bersangkutpaut dengan  entertaintment, bukan jaminan atau cara ampuh mengedukasi dan melejitkan dukungan. Bahkan untuk urusan Rohingya, telalu banyak orang terkenal gagal memuaskan nurani kemanusiaan banyak orang. Tapi jauh lebih banyak orang-orang biasa, nuraninya lebih jernih sikapnya lebih lugas menunjukkan kemanusiaannya. Merekalah orang-orang yang insyaAllah tenar di tengah penduduk langit. Aamiin...

ACTNews

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun