Mohon tunggu...
yayan sumaryono
yayan sumaryono Mohon Tunggu... Pengacara - 24 0381

Penulis Pusi Jalanan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Permata Mahkota Raja

21 November 2020   05:46 Diperbarui: 21 November 2020   06:05 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Semilir angin dikala fajar tersenyum manis menyapa rembulan, di ujung malam yang sebentar lagi akan terang dengan gelisah kunang-kunang berlarian kembali keperaduan.

Di sebuah sudut kota, tergeletak anak kecil terlelap beralaskan kardus dan setumpuk koran bekas menjadi bantalnya, masih di sanah tepatnya diujung lorong pertokoan permpuan paruh baya menggigil berselimutkan kantong pelastik bekas kain kafan anaknya yang kemaren meninggal.

Masih jua luka dan derita kian mencekik, andong dan becak tak lagi bisa bebas menyambut riuh pada pasar yang telah sunyi.

Masihkah ada sedikit beras pada periuk dapur buruh panggul yang kini menganggur? Atau sepotong tempe dan sebiji tahu kering?

Semoga para paduka yang sedang merayu menebar pesoana dengan segala daya berebut singgah sanah dan sebuah mahkota, tidak dusta dan lupa ingatan nanti ketika sudah menjadi raja, ah lupa ingatan sudah sifatnya raja yang bertahta karena begitu kuatnya pamor permata pada mahkota itu.

yS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun