[caption id="attachment_361705" align="aligncenter" width="490" caption="Sukacita Natal"][/caption]
Makna natal yang mulai luntur adalah judul dari tulisan ini sebagai refleksi untuk umat kristiani. Peristiwa natal adalah sebuah peristiwa penuh makna yang dimulai dari sebuah keluarga yang berlandaskan cinta. Dua puluh abad silam lahir seorang bayi mungil nan suci diatas sebuah palungan ternak. Bayi yang lahir tidak seperti bayi-bayi lainnya yang lahir diatas tempat tidur empuk atau diruangan ber-AC sebuah rumah sakit saat ini, namun tidak meruntuhkan landasan dari ayah dan ibu bayi tersebut. Bayi yang kemudian diberi nama Yesus tumbuh dan besar dengan cinta Tuhan dan siap untuk menjalani visi-misi Allah sebagai sebuah cita-cita untuk bumi dan segala isinya. Suatu bentuk keadilan Tuhan yang ditunjukanNya bagi kita umat manusia. Allah yang menyatakan diriNya melalui manusia, bukan hanya ingin menyelamatkan umat manusia tetapi lebih dari pada itu yakni turut merasakan penderitaan manusia, agar tidak ada satu makhluk pun yang meragukan keadilan Yang Maha Tinggi atau binasa karena keraguan itu. Semua suka duka kecuali dosa manusia sudah Allah rasakan melalui Yesus Kristus, layaknya seorang raja yang adil harus merasakan penderitaan rakyatnya.
Keluarga adalah jargon dari visi dan misi Allah dalam menjalani semua rancangan-rancangan yang penuh damai sejatera. Hubungan ayah dan anak diibaratkan sebagai hubungan antara Allah dan manusia, demikian juga hubungan Allah dan Yesus kristus yang merupakan personifikasi Allah melalui Yesus Kristus yang merupakan Anak Allah secara rohani bukan secara biologis. Cinta dan kasih Tuhan sebesar inilah yang menjadi alasan umat Kristen merayakan natal saat ini.(baca juga)
Tahun demi tahun berlalu, modernisasi duniamengubah cara pandang sebagian orangdalam hal merayakan natal. Natal yang dirayakan dengan penuh hura-hura dan kemewahan bertolak belakang dengan natal yang pertama kali dirayakan oleh Yusuf dan Maria. Sebagai orang tua pastinya senang dan bangga merasakan semua mujizat Allah yang nyata, namun tidak merayakan dengan penuh kemewahan seperti saat ini. Hanya ucapan syukur dan doa yang mereka persembahkan.
Tidak salah juga ketika orang Kristen mengeluarkan uang untuk merayakan natal. Perputaran uang disetiap daerah yang sebagian besar komunitasnya merayakan natal meningkat. Telur, bahan-bahan pokok lainnya meningkat harganya karena daya beli yang tinggi. Orang-orang berusaha dengan kerja keras agar dapat merayakan natal dengan semua serba baru. Sedangkan disisi lain banyak juga yang tidak bisa menikmati kemewahan natal karena ketidakmampuan merekasecara ekonomi.
Kembali pada cerita di Betlehem dua ribu tahun silam, dimana saat Yesus lahir, para musafir yang mendengar kabar sukacita ini merayakan kelahiran Sang Juru Selamat dengan memberi persembahan sebagai suatu penyembahan mereka kepada Allah, bukan merayakan kelahiran Yesusdengan anggur dan mabuk-mabukan.
Yusufyang menjadi korban sebuah budaya yang memposisikan pria sebagai kasta tertinggi harus menangkis setiap serangan psikologis melalui kesinisan keluarganya karena menikahi seorang Maria yang tidak jelas kehamilannya menurut mereka. Namun lagi-lagi, hanya dengan cinta Tuhan maka Yusuf menuruti semua titah Allah untuk menikahi Maria dalam rangka menjalani cita-cita Allah. Yusuf pun mengalahkan semua prasangka buruk terhadap Maria dengan cinta. Yusuf seolah ingin mengajarkan pada dunia bahwa hanya dengan cinta kita bisa membangun sebuah keluarga yang seturut dengan keinginan Sang Pencipta.
Saudara-saudara kita di Sumatera yang merayakan natal di tengah banjir, saudara-saudara kita pula yang masih hidup keputusasaan akibat longsor dan banjir di pulau Jawa. Apakah kita tergerak untuk menolong mereka? Atau kita hanya ingin menyenangkan diri kita dengan perayaan natal yang penuh kemewahan. Ataukah kita sudah dikalahkan oleh tradisi natal modern sehingga melupakan tetangga kita yang belum makan saat ini. Biarlah ini menjadi pertanyaan yang kita jawab sendiri. Yah.. jawaban dalam bentuk tindakan yang nyata.
Tulisan ini ditulis sesuai dengan fakta dan kenyataan di daerah penulis,tidak bermaksud mendiskreditkan orang lain atau mengecilkan makna natal itu sendiri. SELAMAT MERAYAKAN NATAL 25 DESEMBER 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H