Mohon tunggu...
Yayang Ikhtiar
Yayang Ikhtiar Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mencari ilmu akan menyenangkan jika kita menikmatinya. let`s learn happily!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ganti Rugi karena Inflasi (Ta`widh) Vs Riba

29 Juni 2022   23:13 Diperbarui: 29 Juni 2022   23:30 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahkan jika dilihat dalam kurun waktu 10 tahun saja, nilai tukar rupiah sudah sangat berubah dari kisaran Rp 9.700/USD. menjadi kisaran Rp 14.852/USD. Berbeda dengan dinar dan dirham yang memiliki kecenderungan inflasi yang kecil. 

Nilai uang juga berbeda dengan emas dan perak, karena emas dan perak memiliki nilai intrinsik sedangkan uang terutama uang kertas sendiri, nilainya adalah sebuah kesepakatan masyarakat dan sebuah keputusan yang diakui pemerintah sebagai alat tukar yang sah dalam suatu negara. 

Lalu bagaimana jika utang piutang menggunakan uang dan bagaimana dengan pemberlakuan biaya ganti rugi karena inflasi yang terjadi? Menurut Muhammad Abdul Wahab,2018. Dalam hal ini ada 3 pendapat yang dikemukakan para ulama tentang apa yang wajib dibayar peminjam ketika uang mengalami kenaikan atau penurunan nilai tukar.


1. Jumhur Ulama menganggap bahwa uang adalah barang mitsliyyat yang harus dikembalikan dengan jumlah yang sama dengan pada saat dipinjamkan terlepas dari naik atau turunnya nilai mata uang tersebut pada saat itu. 

2. Abu Yusuf memandang bahwa jika terjadi kenaikan maupun penurunan nilai uang selain emas dan perak, maka harus dibayarkan sesuai dengan nilai uang pada saat utang dilunasi.  

3. Pendapat Syadz dari Malikiyyah yaitu pendapat tidak masyhur dari kalangan malikiyyah membedakan dari fluktuasi naik turunnya nilai yang tertinggi dan rendah. Atau bisa dikatakan pendapat ini adalah bersifat situasional. Jika kenaikan ataupun penurunan terjadi secara drastis atau berpengaruh besar, maka pelunasan menggunakan nilai mata uang pada saat utang dilunasi. 

Namun, jika kenaikan dan penurunan yang terjadi hanya sedikit, dan dianggap tidak berpengaruh, maka yang tetap wajib dibayarkan adalah nilai nominal yang sama dengan uang yang dipinjam.  

Riba sendiri adalah penambahan suatu nilai atau nominal dari suatu hutang melebihi nominal pokoknya. Yang biasanya sudah disyaratkan saat transaksi hutang piutang. Dan sedangkan Ta`widh adalah ganti rugi karena inflasi yang dibebankan kepada yang berutang, 

karena dia adalah pihak yang disebut yad dhaman, atau pihak yang berkewajiban menjamin pengembalian harta yang dipinjamnya dengan nilai yang sama persis dengan pada saat dipinjam.  

Berbeda dengan riba, ta`widh ini adalah biaya tambahan yang tidak disyaratkan sebelumnya dalam akad, sehingga tidak termasuk riba jika melihat dari pengertiannya. Karena inflasi sendiri bukan sesuatu yang bisa dipastikan nilai besarannya, yang dimana tidak dihitung pada saat berhutang tapi dihitung kembali saat waktu pelunasan. 

Dan begitu pula jika yang terjadi sebaliknya, jika tidak terjadi inflasi maka tidak ada biaya tambahan ganti rugi apapun yang ditanggungkan pada peminjam. Berbeda dengan riba yang tamabahannya sudah diperhitungkan di awal akad dengan jumlah yangtelah disepakati bersama. Jadi bisa disimpulkan bahwa Ta`widh berbeda dengan riba. Baik dari sistem maupun latar belakang alasannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun