Budaya baju baru di hari raya Idul Fitri seringkali menjadi fenomena sosial yang kontroversial. Secara ilmiah, ada beberapa kritik yang bisa diajukan terhadap budaya ini.
Pertama, budaya baju baru di hari raya Idul Fitri dapat dianggap sebagai manifestasi dari perilaku konsumtif yang berlebihan. Hal ini dapat terjadi karena orang-orang seringkali membeli baju baru secara berlebihan hanya untuk dipakai pada satu hari saja, tanpa mempertimbangkan nilai keberlanjutan dan kebermaknaan dari pembelian tersebut.
Kedua, budaya baju baru di hari raya Idul Fitri dapat menciptakan ketidakseimbangan ekonomi yang merugikan masyarakat. Hal ini dikarenakan permintaan yang tinggi pada baju baru dapat memicu kenaikan harga yang signifikan, sehingga orang-orang dengan keterbatasan ekonomi tidak mampu membelinya dan menjadi terpinggirkan.
Ketiga, budaya baju baru di hari raya Idul Fitri dapat memperkuat paradigma materialistik dan hedonistik dalam masyarakat. Kebutuhan akan tampilan yang baik dan trendy seringkali menjadi prioritas utama, daripada memperkuat nilai-nilai keagamaan dan sosial yang lebih fundamental.
Oleh karena itu, sebagai bagian dari masyarakat yang sadar akan dampak sosial dan lingkungan dari perilaku konsumtif, kita perlu mempertimbangkan kembali arti dari budaya baju baru di hari raya Idul Fitri, dan mencari alternatif yang lebih seimbang dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H