Sebagai orang yang dulunya pernah berkecimpung didalam dunia kontraktor dan sering mengikutitender-tenderpemerintah maupun swasta, saya sering berhadapan dengan BUMN yang bergerak di bidang Konstruksi.
Biasanya pada masa dahulu, saya Cuma memandang sebelah mata terhadap kehadiran para BUMN kontraktor tersebut karena kita sangat yakin akan dapat mengalahkan mereka dari sisi harga.
Para BUMN kontraktor biasanya tidak sanggup menawarkan harga yang murah, sehingga mereka biasanya jarang menjadi pemenang dari segi harga.
Kita juga tidak mengerti mengapa pada item pekerjaan yang sama, harga para BUMN kontraktor bisa lebih mahal dari kontraktor swasta seperti kami.
Pada masa dahulu (era 1990 an), dikenal istilah ‘arahan” untuk memenangkan kontraktor tertentu pada suatu proyek sehingga peluang terbesar para BUMN kontraktor adalah apabila proyek tersebut sudah “diarahkan” kepada mereka.
Pada era 1990 an, pada suatu pelelangan ada istilah “kontaktor arahan” dan “kontraktor pendamping” dan disertai dengan konsekwensi “kontaktor arahan” akan menanggung segala biaya lelang yang dikeluarkan oleh“kontraktor pendamping”.
Bahkan penawaran “kontraktor pendamping” akan dibuatkan apabila diminta, sehingga banyak yang Cuma ikut daftar pelelangan paket tertentu sekedar untuk mendapat fee.
Pertanyaannya adalah “bagaimana supaya kontraktor arahan?”
Tentulah kita semua mafhum adanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H