Mohon tunggu...
Yayak Mahardika
Yayak Mahardika Mohon Tunggu... wiraswasta -

Penggemar gorengan sekalian penyruput kopi | pemerhati cewek |bukan cowok | Menulis curahan hati di |https://lukojoyosindikat.wordpress.com| yayak.mahardika@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rumput Tetangga Lebih Hijau, Antara Sawang sinawang dan Syukur

7 Juni 2016   14:47 Diperbarui: 7 Juni 2016   15:31 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumput tetangga lebih hijau. Hidup orang lain selalu lebih menarik (lebih baik) dari yang kita miliki. Tahu tidak, bahwa pepatah tersebut mewakili kegundahan hati orang pesimis?.

Sebetulnya, tidak ada rumput yang lebih hijau. Warnanya sama hijau dan tidak ada yang lebih hijau. “Lebih” merupakan ungkapan rasa yang timbul akibat kekaguman (kagetan) dalam memandang satu hal. Kekaguman tersebut bagaikan virus yang menggerogoti kebenaran obyektif hingga menjadi kebenaran subjektif. Ia berpijak pada mata telanjang dan hanya memproduksi kebenaran subjektif. Singkatnya adalah menyusutnya kebenaran obyektif menjadi kebenaran subyektif. Bisa jadi orang itu hidupnya kaya tapi belum tentu hidupnya bahagia seperti pandangan atau dugaan kita.  

Pandangan atau dugaan, dalam istilah jawa disebut sawang sinawang belum mampu menilai satu keadaan. Sebab cakupannya terbatas pada satu indera penglihat yaitu mata. Semua yang tertangkap dengan mata bisa dikatakan pandangan atau dugaan. Dan bagi sebagian orang, mata itu menipu. Apa yang tertangkap mata belum sepenuhnya benar. Pernah tidak, terkecoh penampilan pejabat  yang terlihat baik, sopan, dan merakyat?. Eeh.. belakangan diketahui wakil rakyat tersebut keluar-masuk anti lembaga rasuah (KPK) karena diduga terlibat kasus korupsi. Begitulah keterbatasan indera penglihat, oleh karena itu tak salah bila sebagaian orang meyakini kalau mata itu menipu.

Lantas, bagaimana cara bersawang sinawang?.

Pertama,jadikan objek sawang sinawang  pada prosesnya bukan pada hasilnya. Karena hasil yang indah (lebih baik) hanya dapat dicapai dengan proses yang berdarah-darah. Begitu rumus kehidupan. Idealnya, sawang sinawang dimaknai untuk mempelajari, meng-copy paste dan menerapkan metodologi seseorang dalam mencapai kesuksesannya. Ironisnya, yang terjadi dimasyarakat bahwa memandang kesuksesan orang lain dimaksudkan sebagai bentuk apresiasi yang berlebihan dan tak  tahu cara meraih kesuksesannya. Mereka hanya bisa bilang, “wahh… orang itu amat beruntung, sudah kaya, baik, cantik pula istrinya”. Hasil sawang sinawang demikian lah yang berdampak tidak baik bagi kesehatan mental.   Bila sawang sinawang diterapkan dengan tepat, bukan hal mustahil kelak sawang sinawang yang saling menginspirasi akan membudaya di Indonesia. Ketika itu terjadi, motivator di Indonesia tidak laku karena orang Indonesia adalah motivator bagi dirinya.

Kedua, sawang sinawang membutuhkan waktu yang tepat, kapan?. Ketika seseorang membutuhkan panduan dan literatur kehidupan. Orang bijak dulu mengatakan, Guru terbaik adalah pengalaman. Pengalaman yang dimaksud, jangan dikavling pada pengalaman pribadi saja melainkan termasuk pengalaman orang lain yang dianggap telah mampu memecahkan kunci-kunci kehidupan dan menjadi juara kehidupan. Karena pengalaman adalah guru terbaik maka sewajarnya kita mencari guru-guru terbaik lainnya melalui pengalaman orang lain. Semakin banyak guru makin banyak pula literatur kehidupan yang kita miliki. 

Namun, pengalaman setiap orang berbeda-beda salah satu penyebabnya adalah latar belakang pendidikan, setting sosial, dan bidang karir yang digeluti. Sebagai catatan, tidak ada hubungan antara pengalaman dengan usia. Seseorang tidak dapat dinilai memiliki seabrek pengalaman karena faktor usia saja tapi sejauh mana ia menafsirkan perjalanan hidupnya (pengalaman) menjadi sebuah makna bagi dirinya dan orang lain. 

Ketiga, produksi syukur sebanyak-banyaknya. Terkadang kita keterlaluan menganggap hidup orang lain lebih baik padahal mungkin saja ia lebih tidak baik atau kurang beruntung dari pada kita, hanya saja ia tak mengeluh. Jika kadar syukur kita lebih banyak dan berlimpah ruah, kategori kehidupan  “kaya atau miskin, memiliki kedudukan atau tidak” sungguh tak akan jadi persoalan. Perbanyaklah syukur hingga kita lupa bagaimana caranya mengeluh.

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami menambah nikmat kepadamu. Jika kamu mengingkari nikmatku maka sesungguhnya adzabku sangat pedih (TQS, Ibrohim:7)  

Hari pertama bulan puasa ini penuh dengan godaan. Betapa tidak, coba bayangkan, yang namanya Es Teh, saat hari biasa, aku tak pernah suka. Tapi entah kenapa, hari ini ditambah lagi cuaca yang terik, kok Es Teh nampak begitu segar sekali. Gerrrrr…..

Marhaban Ya Ramadhan

Mohon Maaf Lahir Batin dan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa bagi yang menjalankan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun