Mohon tunggu...
Yayah Juhriah
Yayah Juhriah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

menyukai hal-hal yang berkaitan dengan kreativitas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari Kampus ke Dapur: Mematahkan Stigma Kuliah yang Hanya Membawa Pengangguran

15 Desember 2024   13:45 Diperbarui: 15 Desember 2024   13:45 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Ngapain sekolah tinggi-tinggi, toh nanti juga ke dapur?" Kalimat seperti ini sering terlontar dari masyarakat desa yang masih meremehkan pentingnya pendidikan tinggi. Pandangan ini sering kali membuat anak muda ragu untuk melanjutkan kuliah, karena dianggap sia-sia atau tidak berguna. Masih banyak masyarakat desa yang berpikir bahwa kuliah hanya membuang-buang waktu dan uang saja. Contoh nyata bisa dilihat pada saudara saya sendiri, yang orang tuanya sering mendapat komentar, 'Untuk apa kuliah keras-keras, jual tanah juga akhirnya cuma ke dapur.' Pandangan seperti ini menggambarkan betapa dalamnya stigma bahwa pendidikan tinggi tak akan membawa perubahan signifikan, hanya berakhir pada pekerjaan yang dianggap 'biasa-biasa saja'.

Pandangan seperti ini sering kali muncul karena realita yang terlihat di permukaan. Memang benar, tidak sedikit lulusan S1 yang menganggur atau bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan gelarnya. Namun, hal itu bukan berarti pendidikan tinggi tidak penting atau tidak memiliki nilai. Kuliah bukan hanya tentang gelar dan mencari pekerjaan, melainkan juga membuka wawasan, memperluas relasi, membangun keterampilan, dan masih banyak lagi. Banyak manfaat yang tidak langsung terlihat, seperti kemampuan berpikir kritis dan beradaptasi, yang menjadi bekal penting di dunia modern. Berdasarkan pengalaman saya, kuliah memberikan begitu banyak pelajaran, termasuk kesempatan bertemu dengan orang-orang hebat dari latar belakang yang beragam. Kami saling berbagi pengalaman dan belajar satu sama lain, yang semakin memperkaya perspektif saya.

Stigma ini berdampak besar pada generasi muda, terutama mereka yang memiliki impian dan ingin melanjutkan pendidikan tinggi. Banyak anak akhirnya mengubur cita-citanya karena takut dianggap membebani keluarga. Tidak jarang, mereka juga kehilangan kepercayaan diri, merasa bahwa impian mereka tidak penting atau tidak layak diperjuangkan.

Padahal, pendidikan tinggi adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hidup, baik secara individu maupun bagi keluarga dan masyarakat. Stigma semacam ini justru menjadi hambatan bagi anak muda untuk berkembang dan memberikan kontribusi yang lebih besar di masa depan.

Untuk mengubah pandangan ini, kita perlu membangun kesadaran bersama bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang, bukan pengeluaran yang sia-sia. Orang tua dan masyarakat perlu memahami bahwa kuliah bukan hanya tentang mencari pekerjaan, tetapi juga tentang membentuk individu yang lebih baik, berdaya saing, dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Anak muda juga harus terus berjuang dan membuktikan bahwa pendidikan mereka dapat membawa dampak positif, baik bagi diri sendiri maupun komunitas. Mari kita dukung generasi muda untuk terus belajar, bermimpi, dan membuktikan bahwa pendidikan mampu membawa perubahan besar, tidak hanya untuk individu, tetapi juga bagi masyarakat l uas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun