Di awal tahun 2025, kabar mengejutkan dari sepakbola nasional mengemuka. PSSI dan Shin Tae Yong resmi menghentikan kerjasama untuk menukangi tim nasional Indonesia. Wacana ini cukup mengejutkan dunia sepakbola nasional yang sedang berjuang untuk lolos Piala Dunia 2026. Erick Thohir, Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), mengumumkan pemecatan Shin Tae-yong dari posisi pelatih kepala Tim Nasional Indonesia pada 6 Januari 2025. Keputusan ini diambil setelah evaluasi menyeluruh terhadap kinerja tim nasional dan kebutuhan untuk mencapai target lolos ke Piala Dunia 2026.
Beberapa alasan yang dapat dirangkum menjadi latar belakang penghentian kerjasama tersebut antara lain, persoalan komunikasi dalam tim. Erick Thohir menyoroti perlunya kepemimpinan yang mampu menerapkan strategi secara efektif dan berkomunikasi dengan baik dengan para pemain. Hal ini dianggap krusial untuk meningkatkan performa tim nasional. Shin Tae-yong yang sudah lima tahun melatih Timnas Indonesia masih belum bisa berbahasa Indonesia maupun Inggris.
Persoalan ini menjadi masalah karena komunikasi merupakan salah satu aspek krusial yang bisa mendekatkan dan melekatkan seluruh pemain dengan strategi yang diinginkan oleh pelatih. Bagaimanapun juga pelatih menyiapkan strategi dan gaya bermain, pelatih yang akan menjadi eksekutor di lapangan. Dengan adanya hambatan Bahasa tersebut, pengaplikasian strategi tersebut tidak akan optimal di lapangan.
Harmonisasi pemain lokal dan naturalisasi. Tantangan dalam menjaga harmonisasi antara pemain lokal dan naturalisasi menjadi salah satu pertimbangan. Masuknya pemain naturalisasi yang berkarier di luar negeri membawa dinamika tersendiri dalam tim, yang memerlukan pendekatan komunikasi dan kerja sama yang lebih baik. Perbedaan bahasa, budaya, bahkan karakter membuat penyatuan tim membutuhkan proses yang lebih lama.
Dengan adanya pemain-pemain baru yang berurutan masuk ke dalam tim tentunya pelatih harus bisa menyiapkan pilihan pemain yang sesuai dengan skema permainan miliknya. Bahkan tidak jarang pemain yang sudah nyetel harus terganti dengan pemain baru. Hal ini dapat dilihat ketika Kevin Diks bergabung ke tim dan harus menyisihkan beberapa bek sayap yang sudah establish terlebih dahulu seperti Asnawi dan Sandy Walsh. Â
Kebutuhan Akan Kepemimpinan Baru. PSSI merasa perlu adanya kepemimpinan baru yang dapat mengimplementasikan program-program yang lebih baik untuk tim nasional, guna mencapai target lolos ke Piala Dunia 2026. Tentunya pertimbangan ini tidak lepas dari belum optimalnya capaian Timnas di kualifikasi 3 Piala Dunia 2026. PSSI sudah memberikan target cukup realistis dengan banyaknya pemain yang berkarir di luar negeri yang ikut bergabung. Namun, hasil terutama saat imbang melawan Bahrain bahkan kalah saat melawat ke China menjadi pertimbangan. Laga-laga tersebut harusnya dapat diselesaikan dengan tiga poin untuk memaksimalkan peluang lolosnya Timnas.
Banyak pihak terutama pandit sepakbola nasional menyoroti strategi tiga bek yang diterapkan Shin Tae-yong. Terutama setelah meraih hasil yang tidak optimal dalam beberapa pertandingan penting Tim Nasional Indonesia. Formasi ini memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung pada eksekusi dan adaptasi pemain. Formasi tiga bek membutuhkan bek tengah yang tangguh, cerdas dalam membaca permainan, dan mampu berkomunikasi dengan baik. Ketidakseimbangan kualitas antara pemain lokal dan naturalisasi di posisi ini sering kali menjadi tantangan. Hanya Rizky Ridho yang dianggap mampu mengimbangi pemain yang berkarir di luar negeri dalam strategi ini. Bek-bek lain belum mampu mengimbangi.
Adaptasi Pemain dianggap cukup lambat terhadap strategi ini. Pemain Indonesia terbiasa dengan sistem empat bek dalam liga domestik. Bahkan bisa dibilang hanya Jay Idzes yang terbiasa bermain dalam skema tiga bek yang sudah menjadi formasi andalan di Venezia. Adaptasi ke formasi tiga bek membutuhkan waktu dan pemahaman taktis yang mendalam. Banyak pemain terlihat bingung dalam menjaga zona atau melakukan transisi saat lawan menyerang. Formasi ini sangat mengandalkan wing-back untuk membantu pertahanan sekaligus menyerang. Ketika wing-back gagal pulang dengan cepat, sisi lapangan menjadi area yang rentan dieksploitasi lawan.
Strategi tiga bek memerlukan transisi cepat antara menyerang dan bertahan. Jika pemain tengah atau depan gagal melakukan tekanan tinggi, bek sering kali terbuka menghadapi serangan balik. Dalam beberapa pertandingan, formasi ini terlihat defensif dan kurang mampu menciptakan peluang. Beban kreativitas terlalu besar pada beberapa pemain kunci. Hal ini dapat dilihat dari beban yang dipikul oleh Tom Haye yang berada di lini tengah. Padahal Tom Haye akan lebih efektif apabila diposisikan dekat sepertiga permainan lawan untuk mengirimkan umpan-umpan mautnya.