Pendahuluan
Ketika bicara soal sejarah, sering kali kita hanya berhenti pada menghafal fakta-fakta masa lalu tanpa benar-benar memahami relevansinya dengan hidup kita sekarang. Tapi, kunjungan ke Museum Samudra Pasai mengubah pandangan saya. Kerajaan ini bukan cuma tentang perdagangan atau penyebaran agama Islam; ia adalah contoh nyata bagaimana nilai-nilai kemalikussalehan---keimanan, ilmu, amal, akhlak, dan ukhuwah - dapat menjadi fondasi sebuah peradaban yang maju.
Membawa pelajaran dari masa lalu ke masa kini, artikel ini mengulas rekam jejak sejarah kemalikussalehan di Samudra Pasai dan bagaimana lima pilarnya bisa menjadi solusi untuk masalah modern di bidang pendidikan, ekonomi, hingga politik.
Rekam Jejak Kemalikussalehan di Samudra Pasai
Samudra Pasai berdiri pada abad ke-13 sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara. Dipimpin oleh Sultan Malikussaleh, kerajaan ini tidak hanya memajukan perdagangan internasional, tetapi juga menanamkan nilai-nilai Islam yang humanis dan universal. Beberapa hal yang menarik perhatian saya:
Keimanan sebagai Landasan Pemerintahan:
Sultan Malikussaleh dikenal sebagai pemimpin yang religius. Ia menerapkan hukum Islam dengan adil dan bijaksana, menjadikannya sosok yang dihormati, baik oleh rakyatnya maupun pedagang asing.Ilmu sebagai Kekuatan Peradaban:
Pendidikan menjadi prioritas di Samudra Pasai. Mereka membangun dayah (pusat pendidikan Islam) untuk mengajarkan ilmu agama sekaligus pengetahuan duniawi seperti astronomi dan perdagangan. Bahkan, hubungan mereka dengan para pedagang Arab, India, dan Tiongkok turut membawa pertukaran ilmu yang memperkaya peradaban.Amal dan Akhlak dalam Ekonomi:
Perdagangan di Samudra Pasai tidak hanya tentang keuntungan. Mereka menerapkan prinsip kejujuran dan keadilan, sehingga mendapatkan kepercayaan dari pedagang internasional. Ini membuktikan bahwa akhlak mulia bisa berdampingan dengan kemajuan ekonomi.Ukhuwah yang Menguatkan Perdagangan dan Diplomasi:
Melalui hubungan dagang yang harmonis, Samudra Pasai menjadi simpul penting dalam jaringan perdagangan Asia. Persaudaraan antarnegara berkembang, bukan hanya dalam bentuk transaksi ekonomi, tetapi juga saling menghormati budaya dan agama.
Menghidupkan Lima Pilar Kemalikussalehan di Era Modern
Sejarah Samudra Pasai memberikan kita pelajaran penting: nilai-nilai kemalikussalehan tidak pernah kadaluarsa. Mereka justru semakin relevan ketika kita menghadapi tantangan modern seperti ketimpangan pendidikan, korupsi, dan krisis moral. Untuk memahami penerapannya, mari kita lihat sebuah studi kasus nyata dalam bidang pendidikan.
Studi Kasus: Program Literasi untuk Anak Pedalaman
Di Indonesia, masih banyak daerah terpencil yang belum terjangkau fasilitas pendidikan. Salah satu program inspiratif adalah "Perahu Pustaka," di mana seorang relawan membawa buku ke anak-anak pedalaman menggunakan perahu. Program ini menggambarkan bagaimana lima pilar kemalikussalehan diterapkan: