Ini real story. Saya dari pemuda Desa Kampung Lempuyang Bandar yang tergabung di Organisasi Pemuda Desa (OPD) di Provinsi Lampung, Lampung Tengah, yang hampir mati bukan karena Covid-19, melainkan kelelahan selama kegiatan 3 bulan di Posko Relawan Covid-19 tanpa ampun.
Oke deh. Saya mulai cerita kekusutan posko yang mungkin jadi referensi pembicaraan panas buat rapid test akhir-akhir ini.
Dari pengalaman relawan posko Gugus Covid-19 di kampung kami, memiliki manajemen data, nyemprot dengan disinfektan satu kampung, nyemprot disinfektan buat kendaraan bermotor yang dari red zone setiap harinya, jaga posko 24 jam, jaga tempat isolasi setiap harinya, keliling kampung buat kampanye protokoler kesehatan.
Belum lagi kalau sudah capek, harus nge-cover tugas kawan di posko. Karena yang jadi tumbal nantinya nama pemuda di posko kalo kami gak aktif. Bukan pemerintah atau dinas kesehatan.
Ah udah lah,. What the hell dengan covid 19. Buat sekarang ini.
Apa lagi mikirin rapid test, yan katanya ditunggangi sama kaum kapitalis atau elite global.
Toh, pas saya tanya ke bapak-bapak kepala dusun, Bpk Irzan, Bpk supiyar, dan bpk Wiyono (orang Dinas Kesehatan) selaku kepala pembina kami dari gugus tugas posko relawan Covid-19 di kampung kami. Pas akhir-akhir mendirikan posko juga gak kejawab dengan benar. Dengan persoalan, kenapa sih? kami ini harus melaksanan tugas pengecekan suhu di Posko Relawan Covid 19?
Kami berdiskusi dengan para pemuda aktif OPD saban malam untuk mencari solusi. Biar anak-anak pemuda kami yang lain bisa ikut andil, berjuang, all out bersama dengan gerakan kami di organisasi di desa. Karena tugas yang paling berat adalah pengecekan suhu setiap hari selama 24 jam, gaeeess!!
Lah gimana ngga? kita ngecek suhu nih. Setiap harinya ketemu orang, nge-punishment orang.
Sebenarnya terpaksa saja kita nge-punishment begitu. Kasihan. Mending bicara baik-baik. Namanya musibah, kan. Tapi katanya harus tegas, gitu deh.
Akhirnya malah banyak yang ngata-ngatain kita pas jadi relawan. Itu yang membuat berat pemuda-pemuda di posko relawan covid 19 saat itu. Apalagi capeknya ampun.
Tapi kami gak nyerah gitu aja. Demi keselamatan kita bersama, kalau bukan pemuda siapa lagi? itu sih pondasi awal kami buat berani ambil resiko yang tinggi ini.
Jadi lambat laun, pemuda-pemudi yang tergabung di data relawan posko mencapai angka 80 orang. Tapi yang aktif cuman sekitar 10 orang.
Gila ga sih? Tugas sebanyak itu kadang di pasrahin sama 2-3 orang dalam sehari. Karena yang keliatan di posko ya cuman itu-itu aja. Apalagi beban moral!
Percakapannya kaya gini nih di awal klimaks dari kekusutan Posko Relawan Covid-19 di kampung kami itu soal kebimbangan pengecekan suhu. Gegara, pemuda-pemudinya udah banyak yang ngga aktif lagi.
Tapi wahana yang udah dikasih ke kami begitu besar dan tanggung jawabnya besar banget. Karena urusannya vertikal sama horizontal.
Dan sekitar hampir 3 bulan itu bapak-bapak kepala dusun dan kepala kesehatan mendadak minta para pemuda yang aktif dari OPD ngumpulin pemuda-pemuda lain. Dan dibuat sangat menegangkan dan beban yang cukup berat oleh mereka.
"Gimana ini? pemuda masih mau tetep jadi relawan ngga?," kata pak Kasun.
Tapi, suasana dibikin kesel dengan bahasa-bahasa yang banyak yang gak pas di hati dan telinga kami oleh pak Irzan (Kasun).
Karena seakan-akan kesalahan dilimpahkan ke kami, pemuda di Posko Relawan. Padahal, kami pun bersikeras untuk menciptakan solusi, solusi, dan solusi. Yaa, pikir saya sih. Mungkin Miss Komunikasi kan?
Jadi saya gatel untuk angkat bicara waktu itu.
"Maaf pak kalo logika saya salah. Mohon di benarkan. Saya baca, pengecekan suhu itu, ngga sama sekali mengatasi penyebaran Covid-19 di kampung kita ini," kata saya.
Tugas pengecekan suhu di pintu masuk perumahan berat sekali buat kami, apalagi sampai 24 jam nonstop. Itu benang merah, permasalahan di posko ini.
Menjaga dan memanfaatkan sebaik-baiknya posko yang sudah diamanahkan ke kami, itu wajib bagi kami.
Awal posko didirikan memang semua demi orangtua kami di sini. Sebab, 80% masyarakat perumahan ini dan sekitarnya adalah pegawai dari perusahaan PT Great Giant Food.
"Kami khawatir, kalau mereka terutama orangtua kami, kehilangan pekerjaannya pak. Kasusnya ada di PT. Sampoerna, dan lockdown di daerah Way Abung. Dan infonya orang yang dari sana udah di-lockdown ga bisa kerja.
Pegawai-pegawai itu juga kawan, saudara, dan juga orangtua kita. Kita khawatir, kalau orangtua kita kehilangan pekerjaannya, pak. Kasusnya ada di PT Sampoerna, dan lockdown di daerah Way Abung. Dan infonya orang yang dari sana udah di-lockdown gak bisa kerja.
Saya baca tentang artikel Covid-19. Ternyata, pengecekan suhu tidak menyelesaikan masalah. Tapi, kenapa masih di titikberatkan dan seakan-akan menjadi hal wajib, di tengah problem yang ada.
Saya pribadi ngerasa bodoh kalau melakukan sesuatu tapi ngga ada makna dan gunanya dengan pengecekan suhu selama 24 jam itu. Buat apa saya capek-capek ngelakuin sesuatu tapi ngga ada dampak buat kehidupan nyata," tutur saya panjang lebar
Waktu itu, pembicaraan malam rada panas. Dan saya juga agak dongkol dengan keadaan yang dibuatnya. Faktor kelelehan juga jadi emosi tingkat berat.
Beberapa teman-teman pemuda akhirnya berani menyatakan pendapat, kritik, dan keluh kesah terhadap mereka secara langsung.
Jawaban dari pak Supiyar (Kasun), "Logika kamu bagus mas, tapi tolong jangan pengaruhi temen-temen yang lain yang ada di sini yang logikanya gak sebaik kamu. Tolong ya!"
Walah saya ngajak diskusi, tapi kok malah di marahi. Saya kasian dengan teman-teman pemuda yang udah gak berdaya lagi.
Karena saya udah capek sekali setelah jaga posko sejak dua hari lalu dan belum istirahat, saya putuskan untuk diskusi malam ini disudahi saja. Karena sudah tidak kuat lagi. Badan kecapekan. Tak mungkin ngomong dengan kebodohan yang saya lakuin selama di posko.
Pikiran saya, kalau mau lanjut lagi, jujur saja tidak sanggup sendiri, meski dengan beberapa teman yang ada di posko akhir-akhir ini.
Kalo setop sih, Alhamdulillah bangettt... Karena udah ngga kuat lagi, jujur. Karena kita relawan hanya sukarela bukan robot yang bisa diatur oleh beberapa pihak, kami butuh istirahat, pak. Mohon.
Terus, di saat itu juga, Pak Supiyar (Kasun), mutusin buat ngedata teman-teman yang masih pengen aktif di Relawan Posko.
Waktu itu, kemungkinan besar, para Kasun dapat tekanan besar, setalah saya telaah dari pembicaraan pak Supiyar (Kasun) masalah relawan yang dapet sponsor banyak dari perusahaan dan para donatur yang sudah membantu Posko Relawan.
Maklum, bapak Kasun juga kerja di perusahaan kaya orangtua kita. Jadi saya pribadi wajar lah, dalam keadaan genting kayak gitu. Dan butuh jawaban cepat untuk reputasi mereka sebagai pimpinan dan pekerjaan mereka.
Cuma, waktu itu caranya saja yang kurang pas. Dan malah nyalahin saya yang punya pikiran kritis buat minta kejelasan sama pihak yang saya rasa adalah yang dekat dengan kami dan sekaligus berwenang di Gugus Tugas Covid-19, kala itu.
Tapi di tutup, dengan wejangan-wejangan baik, yang sedikit mebiaskan logika saya pribadi. dan jiwa-jiwa yang lebih tenang dan semangat.
Walau, sebenarnya juga pemuda-pemuda banyak yang kurang pas dengan pak Wiyono. Mungkin tekanannya disamakan seperti kerjaan, bukan menganggap kami benar-benar relawan yang menolak untuk bayaran ke kami.
Saya benar-benar salut sama pemuda-pemudi desa di kampung saya ini, yang aktif di OPD. Mereka dengan gagahnya, solidnya, dan ternyata masih ada kepedulian dengan kebersamaan yang ada di relawan posko.
Karena, mulai sadar sudah meninggalkan saudara-saudaranya di posko yang banyak problem itu, yang situasinya sudah seperti neraka!
Walaupun saya rasa, saya dan yang lainnya juga ngga sanggup lagi dengan itu semua.
Kalo poin saya pribadi yang ada di kepala saya, problematikanya itu ada disini :
1. Keadaan posko sudah ngga kondusif.
2. Maju ambyar mundur apalagi! Problematika Pemuda-pemudi OPD kalo tetep di posko waktu itu.
Karena, yang dilakuin kita juga ngga ada jawaban atas manfaat dan menjadi problem solved buat penyebaran Covid-19 di kampung kami.
Terus, capeknya puuoool! Pikiran sama badan ini, bosqquuuee.
3. Dan ini poin terberat saya kalau saya pribadi mundur tanpa perlawanan.
Prinsip dasar yang saya pegang, dari pendidikan angkatan laut sebagai pemuda bahari di kapal perang  waktu giat berlayar keliling Indonesia timur di tahun 2014:
Memutuskan sesuatu pilihan emang sulit. Tapi kalau udah mutusin sesuatu pilihan, tugasnya hanya satu setelah itu: Jangan pernah sekalipun menyesali keputusan yang sudah kamu ambil! Kalau menyesal. Kamu gagal di medan perang!
Karena yang membangun posko di awal adalah OPD, meraka juga yang harus mengakhiri. Walau, lika-liku kehidupan itu pasti adanya.
Tapi, ya, berat, sih, menjalankan tugas sampai waktu yang tidak ditentukan. Jadi Tahan-tahanlah. Wes, ra oleh nyesel. Gusti boten sare. Berawal dengan baik dan begitupun berakhir harus baik pula.
Alhamdulillah, posko aktif lagi, seperti awal berdiri. Ya sesuatu di awal emang lebih rame kan?
Dan kemudian, posko buat pemuda-pemudi, setelah beberapa minggu berjalan dan genap sekitar 3 bulan Posko Relawan Covid 19 berjalan, resmi ditutup.
Ditutup gitu aja lho gaeeesss. Ngga ada diskusi dengan kami yang udah mulai all out ngejalanin Relawan Posko Reborn.
Tapi, bersyukur banget sih. Banyak hal yang didapat juga di luar ngomongin Covid-19. Kenal lebih banyak kawan yang sefrekuensi.
Buat pemuda kampung yang masih kudu banyak belajar, stepnya sudah selesai di posko. Dan bisa ngelanjutin perjuangan di step selanjutnya.
Karena walaupun pemuda-pemuda kami dipaksa harus berjalan, banyak banget yang harus dikorbankan nantinya.Â
Dedikasinya tetep buat perubahan pemuda dan dari pemuda ke kampung. Karena pemuda yang suatu saat bakal jadi generasi penerus bangsa nantinya.
Dan, ketika selesai tugas kerelawanan, syukurnya ada bentuk apresiasi baik dari Bupati Lampung Tengah yang langsung datang ke kampung untuk memberikan penghargaan berupa piagam kepada anak-anak muda di sini. Itu sangat bermakna bagi kami. :)
Dan, drama-drama lain di Posko Relawan Covid 19 Desa Lempuyang Bandar berakhir bahagia serta sejahtera bersama.
Pada hakikatnya. Saya nulis tulisan ini :
1. Mewakili mantan relawan covid-19 dikampung, yang hampir mati. Bukan karena virus covid19, tapi karena kelelahan dengan beban ngga jelas di posko. Dan Covid-19-nya emang brengsek. Ngga masuk akal!
2. Ngeimbau buat, gak usah lah, nge-share berita tentang "ketakutan" Covid-19. Bas, asli!
Kenapa? Banyak pikiran terus stres malah nurunin imunitas tubuh. Dan gampang terkena Covid-19. (Nah kan ga guna sebenernya!)
3. Belajar peduli sama diri sendiri. Dan motivasi diri, buat ngelakuin hal yang lebih berguna dari pada nakut"in diri sendiri gegara berita covid 19 yang makin lama makin ngga jelas.
4. Respect! Buat kalian semua di alam semesta ini yang mikir! Kalo ada yang tersinggung dengan tulisan ini, mohon maaf lahir dan batin. Kita lebaran lagi yak! HahahaÂ
5. Sama-sama belajar, ngungkapin pendapat ke publik. Biar pemuda-pemuda kaya kita gini bisa ngikutin dinamika sosial.
6. Dapat pengalaman dan hal baru tentang Covid-19 ini, setelah saya jadi Relawan Posko Covid 19 Desa Lempuyang Bandar.
7. Duh gustiii, cuman kepadamu kami mengadu. Ini semua atas izinmu. Lindungilah kami.
Semoga cobaan dan ketidakjelasan ini segera berakhir dan Nusantara bisa lebih jaya setelahnya. Aamiin..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H