Dari segi rasa,memang paha lebih gurih dibanding dada. Dan saya yakin, daging yang digunakan juga fresh. Ketika saya membelah sate dengan sendok, terlihat segar,  aroma tidak terlalu amis, ataupun apek.
Dalam satu porsinya terdapat enam tusuk. Begitu disajikan, udah siap santap deh. Tidak ada tambahan bumbu lainnya, seperti kecap dan sebagainya. Jika kamu kesini, jangan minta lontong ya, karena disini dihidangkan dengan nasi.
Pembakaran dengan ukuran panas sedang dan tehnik bakar yang tepat membuat daging ayam matang merata, tidak gosong, kering maupun alot dan yang pasti empuk. Potongan ayamnya tergolong besar, jika dibandingkan dengan sate lain yang pernah saya temui.
Rasanya emang bikin nagih sih, seiring inginku datang lagi kesana.
Dikemas dengan botol berisi 300 gr, untuk saat ini masih di jual kisaran Rp.40.000,- Â Bumbu ini tanpa bahan pengawet, tetapi bisa bertahan tujuh hari di suhu ruang, dan bisa lebih lama jika disimpan di lemari pendingin. Ramuannya sama persis dengan yang digunakan di kedai Sate Ratu. Jadi, jika dibuat dengan cara dan takaran yang sama, hasilnya akan sama seperti kalau kita beli sate di Sate Ratu.Â
Jika masih ragu, pembeli bisa tanya-tanya langsung ke Pak Budi, dengan senang hati beliau akan memberitahu dengan detail. Berinteraksi langsung dengan pembeli sudah menjadi komitmennya, demi menjalin kedekatan dengan pelanggan. Ketika disinggung tentang franchise dan buka cabang, Pak Budi mengatakan saat ini masih idealis, lebih baik memperluas kedainya yang sekarang.
Jadi, sudah terlintaskah buat bakar sate sendiri dengan bumbu dari Sate Ratu ini?
Lilit Basah
Sebelumnya, yang pernah saya nikmati adalah sate lilit. Sepertinya ini sudah umum dan banyak yang pernah merasakannya. Tusuk pada sate lilit adalah batang serai. Dagingnya adalah daging giling. Ada yang mau mbayangin cara menusuknya? Haha... atau cukup rasanya aja?