"Ayo mbak Ri, kita mencoba main Jianzi!" Seruku kepada Riana Dewi, sahabat sesama Kompasianer Jogja seusai acara talkshow malam itu. Shuttlecock kulempar ke atas. Pertama, telapak kakiku gagal menerima apalagi mengoper.  Lempar lagi shuttlecocknya, dan gagal lagi. Entah berapa kali mencoba, baru saya bisa menerima  dan mengoper kearah Riana Dewi.  Ini merupakan pengalaman saya yang pertama bermain Jianzi. Â
Sebuah permainan yang menggunakan  shuttlecock sebagai bolanya.  Shuttlecock terbuat dari bulu angsa yang berwarna-warni dengan pemberat dari karet atau plastik dibawahnya.  Jianzi ini nenek moyang dari  badminton lho.  Permainannya hampir seperti sepak takraw. Jadi, pemain menendang atau menerima Jianzi, boleh dengan seluruh badan kecuali tangan. Ternyata asyik dan menyenangkan.  Kapan lagi kita main bareng , Mbak Ri? Haha... Atau kita ikut mendaftar lomba Jianzi yang diadakan oleh PBTY XIII saja?
![Jianze/Shuttlecock. dok pri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/02/07/27752164-1415275181914235-6624294928180294079-n-5a7adedfab12ae5f2b4957f3.jpg?t=o&v=770)
![Kjog, Genpi & Panitia PBTY XIII. dok: Riana](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/02/07/27540258-1415275205247566-6701312619076993898-n-5a7adf66bde5751ae77e8093.jpg?t=o&v=770)
Sedikit mengenal sejarah  dibentuknya PBTY adalah pada pertengahan tahun 2005, Ibu Mudiyati Gardjito memilki ide membuat buku resep masakan Tionghoa, yang kemudian mendapat dukungan dari Sri Sultan Hamengkubuwono X, yang mana Sultan ingin menggagas City of Tolerance untuk Yogyakarta.  Pada tahun 2006 digelar PBTY  pertama yang diketuai oleh Ibu Mudiyati Hardjito yang  awalnya hanya menampilkan tentang kuliner. Sejak saat itu,  acara PBTY mulai  rutin  diadakan setiap tahun untuk memperingati hari Imlek.  Suksesnya acara yang digelar, maka dibentuklah Jogja Chinese Art and Culture Center (JACC), yang menampilkan pertunjukan budaya yang lebih luas. Tidak hanya tentang kuliner saja.
Nah, untuk tahun 2018 ini, PBTY akan dilangsungklan pada tanggal 24 Februari-2 maret 2018 mulai jam 18.00 WIB hingga 22.00 WIB, acara yang diadakan menjelang Cap Go Meh ini mengusung tema Harmoni Budaya Nusantara.  Aneka ragam budaya dari daerah-daerah di Indonesia, mulai  dari Aceh hingga Papua memeriahkan ivent ini.  Hal ini menegaskan bahwa PBTY  adalah milik semua  masyarakat Indonesia  bukan hanya keturunan Tionghoa saja. Acara ini berlangsung di Kampoeng Ketandan yaitu disisi timur Malioboro Yogyakarta.
PBTY XIII  ini akan dibuka pada tanggal 24 Februari 2018 dengan karnaval di Sepanjang Jalan Malioboro hingga Alun-Alun Utara yang akan menampilkan  Jogja Dragon Festival VII, Grup Brumband, Barongsai dari FOBI DIY, Naga Batik Raksasa,  Gendawangan, Boneka Taiwan dan kesenian lainnya.
![Pengunjung yang selalu ramai di PBTY XII. dok: instagram PBTY](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/02/07/27540490-1415343971907356-4398896220627562679-n-5a7ae065dcad5b55ad42d0a3.jpg?t=o&v=770)
Kegiatan lainnya adalah panggung hiburan music di belakang Melia dan di dreamlight studio. Â Lomba Karaoke Mandarin, Stori Telling, Tounge Twister, Chinese Caligraphy, Chinese Painting, Jianzi, Dance Competition Grup, Band Competition, dan Pemilihan Koko dan Cici Yogyakarta 2018 juga menjadi bagian kemeriahan PBTY XIII ini. Di area PBTY ini juga ada Taman lampion "Imlek Light Festival."
![Wayang Potehi. dok: Sapti](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/02/07/27540520-1415343961907357-2667946875359340183-n-5a7ae086dd0fa87cd4033f12.jpg?t=o&v=770)
Saya sih sudah berrencana  pergi kesana. Selain menikmati kemeriahannya, juga menambah pengetahuan  tentang berragam budaya Tionghoa. Tentu ini  juga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang kebetulan datang ke Malioboro Jogja.