"Apa yang terjadi sama kamu dan Bapak?" tanya Mayang sambil menatap sahabatnya dengan penasaran.
"Apa? Hanya kebetulan saja kami bertemu di sana, dan terjebak pada tempat yang sama!"
"Tapi berita yang beredar tidak demikian." Mayang menyodorkan surat kabar lokal, di mana headline menampilkan berita mengenai musibah itu.
Semua berita menampilkan foto sang Bupati dengan Utari yang baru keluar lift. Bagus Pandhita menggandeng tangan Utari, dan membawanya berjalan menembus kerumunan dengan pengawalan ketat. Ketika itu, tubuh Utari terbalut jaket milik Bagus Pandhita. Sementara wajahnya tidak tampak jelas, karena tertutup topi pria itu.
Orang lain mungkin tidak akan terlalu mengenali dirinya, dengan kamuflase itu. Namun tidak demikian di jajaran Muspida. Berita sangat cepat beredar, bahkan beberapa pegawai wanita mulai melirik Utari dengan ganas. Sementara Puspa Ayu melarang Utari untuk berbicara apapun mengenai insiden itu.
"Jangan pikirkan hal itu. Kami tidak memiliki hubungan istimewa, dan hanya kebetulan saja bertemu di sana."
Mayang menatap sahabatnya dengan ragu, "Kamu yakin? Setelah ini tidak akan ada berita pernikahan kalian?"
"A---apa maksudmu?"
"Ya, siapa tahu saja Bapak kemudian memilih menikahimu karena kasihan padamu. Siapapun akan menyangka yang bukan-bukan, melihat kalian terkurung begitu lama hanya berdua di dalam sana."
"Kamu juga mencurigaiku?" tanya Utari dengan nada gusar.
"Kamu masih sendiri, Ri. Bapak juga sedang gencar mencari calon istri. Siapa tahu saja beliau mau melanggar aturan keluarga, demi mendapatkan dirimu. Lagipula kamu itu cantik, sangat cantik malah. Aku tidak percaya jika Bapak yang pria normal tidak tergoda untuk menaruh hati padamu."