"Mbak Riri mau pilih yang mana ini?" Bagus Pandhita berdiri di samping Utari dengan piring kosong di tangan, "bisa tolong saya ambilin makanannya?"
"Oh! Iya, Pak." Sahut Utari yang kemudian meletakkan piringnya sendiri dan menerima piring yang disodorkan pria itu.
Bagus Pandhita menyebutkan makanan apa saja yang diinginkan, sementara Utari mengambil. Beberapa pegawai lain juga tampak sibuk memilih berbagai makanan tradisional yang sudah disediakan. Ada di antara mereka yang melirik dengan penasaran. Utari berusaha tidak ambil pusing, toh Bagus Pandhita memang dikenal sebagai orang yang bisa dekat dengan siapa saja.
"Sudah?" Utari menyodorkan piring yang sudah terisi penuh pada pria itu.
"Anterin dong ke meja saya." Bagus Pandhita tersenyum sambil melenggang pergi, meninggalkan Utari yang ingin sekali menendang punggung kokoh pria itu.
Setelah menarik napas, Utari membawa piring itu ke meja Bagus. Setelah mengangguk sopan pada jajaran Muspida yang ikut, Utari meletakkan piring Bagus Pandhita dengan hati-hati.
Setelah mengucapkan terima kasih, Bagus kembali sibuk berbincang dengan yang lain. Utari melenggang pergi untuk mengisi piringnya sendiri. Kali ini dia memilih nasi jagung dan urap sayur, serta pepes ikan tongkol yang terlihat menggiurkan.
"Lama banget sih!" ujar Mayang yang sudah menghabiskan separuh makanan di piringnya.
"Iya, Pak Bagus tadi minta dilayani dulu." kata Utari tidak peduli.
"Dilayani? Maksudmu, Pak Bagus memintamu untuk mengambilkan makanan?"
"Iya, apalagi?"