Mohon tunggu...
yassin krisnanegara
yassin krisnanegara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembicara Publik / Coach / Pengusaha

Dalam proses belajar untuk berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kesiapan Kelas Menengah Menghadapi PPN 12%

25 Desember 2024   17:48 Diperbarui: 25 Desember 2024   17:48 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tarif PPN naik jadi 12%, dan kita kena dampaknya langsung," kata seorang teman saya saat kami berbincang. Pernyataannya sederhana, tetapi bagi kelas menengah, ini bisa jadi perubahan besar. Bukan hanya soal angka, tetapi juga bagaimana perubahan ini memengaruhi pola konsumsi, tabungan, hingga gaya hidup.

Pemerintah mengklaim bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 adalah langkah untuk meningkatkan penerimaan negara. Dana tambahan ini rencananya akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Namun, tidak dapat disangkal, beban paling besar mungkin akan dirasakan oleh kelompok kelas menengah.

Kelas Menengah: Penggerak Konsumsi yang Rentan

Kelas menengah adalah motor penggerak konsumsi domestik. Menurut data, konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Namun, kenaikan tarif PPN akan langsung memengaruhi pola konsumsi mereka. Dengan pendapatan yang sebagian besar sudah teralokasi untuk kebutuhan rutin seperti cicilan, pendidikan anak, dan transportasi, ruang gerak mereka untuk menyesuaikan diri dengan kenaikan harga semakin sempit.

Saya menjelaskan hal ini kepada teman saya. "Bayangkan, setiap belanjaan kita akan dikenai pajak lebih besar. Dampaknya akan terasa langsung di dompet." Dia mengangguk, tapi tampak skeptis. "Tapi kita ini kan kelas menengah, seharusnya bisa beradaptasi, ya?" Saya menghela napas. "Bisa, tapi tidak semua. Banyak yang sudah pas-pasan, meski terlihat mampu."

Beban Psikologis dan Keuangan

Ada juga beban psikologis. Bagi kelas menengah, kenaikan PPN mungkin memaksa mereka untuk mengubah gaya hidup. Misalnya, mengurangi makan di luar, berlibur, atau membeli barang-barang non-esensial. Padahal, pengeluaran semacam ini sering kali menjadi sumber kebahagiaan dan motivasi untuk bekerja lebih keras.

"Saya nggak yakin mau terus ngopi di luar kalau harganya naik," ujar seorang teman saya yang lain, sambil tersenyum getir. Tapi saya tahu, di balik candaan itu ada kecemasan. Karena bagi banyak orang, keputusan kecil seperti ini bisa jadi indikator tekanan ekonomi yang lebih besar.

Peluang dan Tantangan di Tengah Kenaikan PPN

Meski berat, ada peluang bagi kelas menengah untuk beradaptasi. Dengan perencanaan keuangan yang lebih matang, mereka dapat mengatasi kenaikan ini tanpa mengorbankan terlalu banyak aspek penting dalam hidup. Selain itu, perubahan ini bisa mendorong kesadaran akan pentingnya investasi dan diversifikasi pendapatan.

Namun, peluang ini hanya akan optimal jika pemerintah dan sektor swasta bekerja sama untuk memberikan insentif dan edukasi keuangan. Misalnya, dengan menawarkan potongan pajak bagi keluarga kelas menengah yang mengalokasikan pendapatan mereka untuk investasi atau tabungan jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun