Sejak kabar PT Djarum mengakuisisi 85% saham Bakmi GM mencuat ke publik, banyak pihak bertanya-tanya. Apa alasan konglomerat tembakau ini masuk ke bisnis bakmi? Apakah langkah ini sekadar diversifikasi portofolio atau ada tujuan yang lebih jauh? Pertanyaan-pertanyaan ini wajar, apalagi Djarum dikenal lebih dulu sebagai pemain utama di industri rokok dan perbankan.
Di satu sisi, bisnis kuliner memang tidak pernah mati. Orang akan selalu makan. Namun, apakah itu berarti setiap bisnis kuliner akan sukses? Belum tentu. Banyak faktor yang menentukan: inovasi produk, loyalitas pelanggan, efisiensi operasional, dan tentu saja, branding. Bakmi GM, dalam hal ini, memiliki kombinasi kuat dari semua elemen tersebut. Bisnis ini sudah lebih dari 60 tahun berdiri dan terus bertahan di tengah persaingan restoran cepat saji.
Yang menarik dari akuisisi ini adalah sinyal ke industri kuliner. Tahun 2025, mungkin kita akan melihat bagaimana konglomerasi besar seperti Djarum ikut mengubah peta bisnis kuliner. Apakah ini kabar baik? Bisa jadi, ya. Tapi tetap ada keraguan.
Mengapa Bakmi GM Menarik?
Bakmi GM bukan pemain baru. Mereka adalah legenda di bisnis mi. Setiap cabangnya selalu ramai, khususnya di Jabodetabek. Makanan yang sederhana namun konsisten ini punya daya tarik emosional bagi pelanggan loyalnya. Dengan lebih dari 30.000 pelanggan per hari dan pendapatan harian mencapai Rp 1, 5 miliar, Bakmi GM adalah bisnis kuliner yang stabil.
Tapi stabilitas saja tidak cukup di dunia bisnis. Di tengah perkembangan tren makanan yang bergerak cepat, usaha seperti Bakmi GM juga dituntut untuk berinovasi. Masalahnya, inovasi itu butuh modal besar. Dan di sinilah Djarum berperan. Dengan masuknya PT Djarum, Bakmi GM berpotensi memperluas jangkauannya, baik dalam hal lokasi, teknologi, atau bahkan diversifikasi menu.
Apakah ini bisa berhasil? Mungkin, ya. Tapi ada tantangan yang harus dihadapi. Perubahan kepemilikan biasanya menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya "identitas" asli perusahaan. Bakmi GM selama ini lekat dengan tradisi bakmi sederhana yang akrab di lidah orang Indonesia. Jika terlalu berfokus pada ekspansi tanpa menjaga kualitas dan keaslian, loyalitas pelanggan bisa goyah.
Masa Depan Bisnis Kuliner
Akuisisi Bakmi GM oleh Djarum bisa dibaca sebagai tanda bahwa bisnis kuliner akan semakin serius dilirik oleh investor besar. Di tahun 2025, persaingan di sektor ini tampaknya akan semakin ketat. Tidak hanya restoran independen, tetapi juga rantai-rantai besar yang didukung modal raksasa.
Bisnis kuliner sekarang tidak lagi hanya soal rasa. Ini tentang strategi. Teknologi digital akan berperan penting, mulai dari layanan antar makanan, sistem kasir terintegrasi, hingga analisis data pelanggan. Djarum, dengan pengalamannya mengelola berbagai bisnis seperti e-commerce (Blibli) dan perhotelan, pasti punya strategi untuk mendorong Bakmi GM menjadi lebih modern.
Tapi tentu saja, ada risiko yang harus diperhitungkan. Bisnis kuliner punya margin keuntungan yang tipis. Jika biaya operasional membengkak atau inovasi justru gagal menjangkau pasar, ekspansi bisa menjadi bumerang. Kita tahu, konsumen di Indonesia punya selera unik---mudah penasaran dengan sesuatu yang baru, tapi juga cepat bosan.