Empat kali empat, enam belas,
Sempat tidak sempat ucapkan ultah!
Kompasiana berusia enam belas,
Tetap jadi ruang berbagi gagasan cerah!
Pada hari ulang tahun yang ke-16 ini, izinkan saya merayakan Kompasiana dengan segala cerita yang telah terjadi, baik itu momen-momen bahagia, sedikit kekhawatiran, hingga kejutan-kejutan yang memompa semangat dalam dunia menulis.
Saat pertama kali saya menjejakkan kaki—atau lebih tepatnya, jemari—di Kompasiana, saya menemukan sebuah ruang di mana saya bisa menumpahkan segala pikiran dan perasaan. Menulis di Kompasiana adalah seperti berbicara dengan dunia, namun tetap menjaga kebijaksanaan dalam kata. Di sinilah, setiap paragraf yang saya susun adalah refleksi dari apa yang saya lihat, apa yang saya alami, dan apa yang saya pikirkan. Dari satu artikel ke artikel lainnya, saya merasa bisa terlibat dalam sebuah percakapan tanpa harus duduk dalam satu ruangan yang sama.
Ada sebuah keasyikan tersendiri ketika menulis di Kompasiana. Berbeda dengan menulis untuk diri sendiri, di sini saya menyadari betapa pentingnya tanggung jawab atas setiap kata yang saya tulis. Saya tidak hanya berbicara untuk diri saya sendiri, tetapi juga untuk siapa saja yang akan membaca. Rasa tanggung jawab itu datang karena saya tahu bahwa di balik setiap artikel yang dipublikasikan, ada orang-orang yang akan terpengaruh, terinspirasi, atau bahkan mengkritisi.
Namun, di balik rasa sukacita tersebut, ada juga momen di mana saya merasa was-was. Ada satu waktu ketika saya mengirimkan sebuah artikel yang, menurut saya, berisi pandangan yang cukup kritis dan sedikit "keluar jalur" dari apa yang biasa saya tulis. Dengan rasa penuh antusiasme, saya menunggu artikel itu tayang, namun yang terjadi adalah sebaliknya—penundaan penayangan. Kompasiana menunda artikel tersebut karena dianggap memerlukan pertimbangan lebih lanjut.
Saat itu, perasaan saya campur aduk. Di satu sisi, saya khawatir apakah tulisan saya telah melampaui batas? Apakah saya terlalu keras dalam menyuarakan pandangan saya? Di sisi lain, saya juga mengerti bahwa platform seperti Kompasiana memiliki aturan mainnya sendiri, yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial. Meski pada akhirnya artikel tersebut tayang, perasaan was-was itu tetap meninggalkan kesan mendalam. Mungkin itulah salah satu pelajaran terbesar yang saya dapatkan: kebebasan menulis tidak berarti bebas tanpa tanggung jawab.
Meski ada saat-saat kekhawatiran seperti itu, perjalanan saya bersama Kompasiana juga dipenuhi dengan kejutan-kejutan yang menyenangkan. Salah satu yang paling berkesan bagi saya adalah ketika di bulan pertama bergabung, saya mendapatkan reward berupa Gopay. Bukan hanya jumlahnya yang membuat saya senang, tetapi lebih pada apresiasi yang diberikan oleh Kompasiana kepada penulis-penulisnya. Bagi saya, hal ini memberikan dorongan moral yang luar biasa. Di luar aspek materialnya, hadiah kecil ini adalah simbol bahwa tulisan kita diapresiasi, bahwa waktu dan energi yang kita curahkan diakui oleh platform ini.
Dalam dunia yang semakin digital dan serba cepat ini, tempat seperti Kompasiana adalah oase bagi para penulis. Di tengah hiruk-pikuk media sosial yang sering kali hanya berisi potongan-potongan informasi, di sini kita bisa menyusun pikiran dengan lebih tenang, lebih mendalam, dan tentunya lebih bertanggung jawab. Mungkin inilah yang membedakan Kompasiana dari platform lain. Di Kompasiana, menulis bukan hanya tentang menyebarkan opini, tetapi juga tentang membangun diskusi yang sehat dan beretika.
Menginjak usia 16 tahun, saya percaya bahwa Kompasiana telah banyak mengalami perubahan, baik dari segi teknologi maupun komunitasnya. Perubahan itu tentu saja membawa tantangan baru, tetapi juga peluang-peluang baru. Sebagai penulis, saya merasa ikut tumbuh bersama Kompasiana. Dari artikel pertama yang mungkin masih canggung hingga sekarang, setiap tulisan adalah proses belajar yang tidak pernah selesai.
Seperti apa yang pernah dikatakan oleh seorang penulis terkenal, "Menulis adalah cara terbaik untuk berpikir, berbicara, dan bermimpi secara bersamaan." Kompasiana telah menjadi ruang bagi saya untuk mewujudkan itu. Tidak hanya menumpahkan gagasan, tetapi juga berbicara dengan banyak orang di luar sana yang mungkin merasakan hal yang sama.
Setiap kali saya menulis di Kompasiana, saya merasa seperti berpartisipasi dalam sebuah komunitas yang terus hidup, berkembang, dan saling memberi. Setiap pembaca, setiap komentar, dan setiap diskusi yang tercipta dari tulisan-tulisan di Kompasiana adalah bukti bahwa kata-kata memiliki kekuatan untuk menyatukan pikiran-pikiran yang berbeda. Ini adalah bentuk dialog yang tidak akan kita temukan di sembarang tempat.