Mohon tunggu...
yassin krisnanegara
yassin krisnanegara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembicara Publik / Coach / Pengusaha

Dalam proses belajar untuk berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Doom Spending: Pelarian Sesaat yang Bisa Menjerumuskan

3 Oktober 2024   12:34 Diperbarui: 3 Oktober 2024   13:15 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Belakangan ini, banyak dari kita merasakan kecemasan soal kondisi ekonomi. Tagihan terus menumpuk, cicilan seolah nggak ada habisnya, dan harga kebutuhan sehari-hari mulai terasa aneh-ada yang turun, tapi beberapa masih tetap tinggi. Di tengah situasi ini, kamu mungkin tanpa sadar sering duduk di depan layar ponsel, sibuk melakukan check-out barang belanjaan yang sebenarnya nggak begitu kamu butuhkan. Setelah belanja, bukannya lega, dompet malah makin tipis. Kalau ini sering terjadi, kamu mungkin terjebak dalam fenomena yang disebut doom spending.

Doom spending adalah kondisi ketika seseorang belanja impulsif karena kecemasan atau stres, bukan karena kebutuhan. Pemicunya beragam: ketidakpastian ekonomi, tekanan hidup, atau sekadar FOMO (Fear of Missing Out). Namun sayangnya, efek menenangkan dari belanja ini hanya sementara. Setelah selesai, kecemasan yang dirasakan tidak hilang, malah ditambah dengan rasa bersalah karena pengeluaran impulsif. Apakah kamu pernah merasakan hal yang sama?

Bagi yang sering merasa tergoda untuk belanja saat sedang stres, ada kemungkinan besar bahwa kamu adalah seorang doom spender. Pernah nggak, misalnya, ketika kamu sedang jenuh atau kesal dengan pekerjaan atau tugas, tiba-tiba kamu memutuskan untuk memberi "hadiah" pada diri sendiri? Bisa jadi, kamu membeli baju baru, sepatu, atau bahkan barang elektronik yang sebenarnya tidak terlalu penting. Sesaat setelah membeli, mungkin kamu merasa puas. Tapi, beberapa hari kemudian, ada rasa menyesal yang muncul, apalagi saat tagihan datang. Inilah tanda-tanda kamu terjebak dalam doom spending.

Kondisi ekonomi yang nggak stabil, termasuk deflasi yang saat ini sedang dialami Indonesia, juga bisa memperburuk situasi ini. Meskipun harga-harga barang tampak lebih rendah, daya beli masyarakat justru menurun. Banyak orang memilih untuk menahan diri dalam berbelanja barang-barang besar, seperti rumah atau kendaraan, karena takut menghadapi masa depan yang tidak pasti. Di sisi lain, tekanan tersebut sering kali membuat kita mencari pelarian dalam belanja kecil-kecilan yang impulsif-padahal ini justru memperparah situasi.

Di tengah kondisi deflasi ini, mungkin banyak dari kita merasa harga barang-barang lebih terjangkau. Tapi, ironisnya, belanja impulsif yang muncul dari kecemasan ini malah bisa merusak keuangan kita. Pengeluaran kecil yang tidak terencana bisa menumpuk dan membuat anggaran kita jebol tanpa disadari. Ujung-ujungnya, kondisi keuangan pribadi menjadi lebih tidak stabil, sementara ketidakpastian ekonomi tetap ada.

Kamu mungkin berpikir bahwa harga barang yang lebih murah saat deflasi adalah kesempatan untuk "memanfaatkan" situasi. Namun, justru pada saat seperti ini, kita harus lebih berhati-hati. Doom spending mungkin terasa seperti solusi cepat untuk meredakan kecemasan, tetapi jika tidak dikontrol, kebiasaan ini dapat membuat kita semakin rentan secara finansial. Alih-alih belanja karena diskon atau harga turun, penting untuk mengevaluasi apakah barang yang kamu beli benar-benar diperlukan.

Jika doom spending sudah mulai menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan, ada beberapa langkah yang bisa kamu lakukan. Pertama, sadari kapan kamu cenderung belanja impulsif. Apakah kamu lebih sering belanja saat sedang stres atau cemas? Ketika kamu mulai menyadari pola ini, kamu bisa lebih mengontrol perilaku belanjamu. Selanjutnya, buatlah rencana keuangan yang lebih ketat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil seperti sekarang. Dengan begitu, kamu bisa mengatur pengeluaranmu dan memastikan bahwa pengeluaran impulsif tidak akan mengacaukan anggaran bulananmu.

Salah satu cara yang bisa membantu menghindari doom spending adalah dengan menunda pembelian selama 24 jam. Jika kamu merasa tergoda untuk membeli sesuatu secara impulsif, coba beri waktu sehari untuk mempertimbangkannya. Setelah 24 jam, seringkali keinginan untuk membeli barang tersebut akan hilang, dan kamu bisa membuat keputusan yang lebih rasional. Selain itu, cobalah untuk menggantikan kebiasaan belanja dengan aktivitas lain yang lebih positif. Misalnya, daripada belanja online saat bosan, coba lakukan kegiatan seperti berolahraga, menonton film, atau melakukan hobi yang bisa mengalihkan perhatian dari keinginan belanja.

Kalaupun kamu tetap ingin membeli sesuatu, pertimbangkan untuk mencari alternatif yang lebih hemat, seperti membeli barang bekas yang masih layak pakai. Di tengah deflasi, banyak orang yang menjual barang-barang mereka dengan harga lebih murah, dan ini bisa menjadi pilihan yang lebih cerdas. Membeli barang bekas bukan hanya menghemat uang, tetapi juga membantu mengurangi pemborosan barang.

Perilaku doom spending ini juga berkaitan erat dengan situasi yang dialami kelas menengah, terutama generasi milenial dan Gen Z, yang sering kali merasa tertekan oleh kondisi ekonomi. Di satu sisi, harga-harga barang mungkin turun karena deflasi. Namun di sisi lain, pendapatan mereka tidak selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai impian seperti membeli rumah atau berinvestasi. Tekanan ini sering kali mendorong mereka untuk mencari pelarian dalam belanja impulsif yang hanya memperburuk kondisi keuangan.

Bagi kelas menengah yang kini menghadapi ketidakpastian ekonomi, penting untuk lebih bijak dalam mengelola pengeluaran. Jangan biarkan deflasi dan harga murah menggoda kamu untuk terus berbelanja tanpa pertimbangan matang. Meskipun tampaknya harga-harga sedang turun, hal ini bukan berarti kondisi keuangan kamu bisa diabaikan. Justru, di masa-masa seperti ini, kamu harus lebih cermat dan hati-hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun