Di tengah dunia digital yang bergerak cepat, kita dikelilingi oleh gambar, video, dan infografik. Dengan satu klik atau gulir layar, ribuan konten visual langsung muncul. Di tengah lautan informasi ini, satu pertanyaan patut kita ajukan: apakah kamu masih membaca tulisan? Ataukah, tanpa sadar, kita mulai kehilangan minat, bahkan kemampuan, untuk membaca lebih dari sekadar judul atau cuplikan teks?
Perubahan ini sebenarnya sudah lama terlihat, meskipun kini semakin jelas dengan meningkatnya penggunaan media sosial. YouTube, Instagram, TikTok, dan platform lainnya berlomba-lomba memikat perhatian kita dengan konten visual.Â
Video pendek, meme lucu, dan gambar bergerak yang bisa membuat kita tertawa dalam hitungan detik telah menjadi norma. Dengan semua ini, tak heran jika muncul pertanyaan tentang relevansi membaca di era yang serba cepat ini.
Banyak orang merasa bahwa membaca itu melelahkan. Kita hidup dalam dunia di mana konten visual menawarkan informasi yang cepat, mudah dipahami, dan sering kali lebih menyenangkan. Mengapa kita harus meluangkan waktu untuk membaca tulisan panjang jika satu video dapat menyampaikan pesan yang sama dalam beberapa detik? Kita terbiasa dengan kecepatan. Membaca, sebaliknya, tampak lamban dan memerlukan upaya lebih untuk menyerap makna dari setiap paragraf.
Namun, ada satu hal yang perlu kita sadari: membaca adalah latihan untuk otak. Saat kita membaca, otak kita bekerja lebih keras daripada saat kita menonton video. Membaca tidak hanya sekadar menyerap informasi, tetapi juga merangsang imajinasi, mengembangkan pemahaman yang lebih dalam, dan memperluas sudut pandang. Konten visual sering kali bersifat pasif, memanjakan otak dengan informasi yang cepat dan mudah dicerna, sementara membaca menuntut kita untuk lebih aktif---berpikir, merenung, dan memproses.
Mungkin inilah yang membuat banyak tokoh bersejarah menghargai kebiasaan membaca. Plato, filsuf Yunani kuno, pernah berkata, "Arah pendidikan seseorang akan menentukan masa depannya." Pendidikan, dalam arti yang paling mendasar, tidak bisa dipisahkan dari kebiasaan membaca. Membaca bukan hanya tentang menambah pengetahuan; ini adalah tentang bagaimana kita melatih otak kita untuk tetap tajam, berpikir kritis, dan tidak cepat puas dengan informasi yang dangkal.
Meski begitu, kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa visual kini mendominasi hampir semua aspek kehidupan manusia. Dari cara kita berkomunikasi, belajar, hingga mencari hiburan, gambar dan video telah menjadi bahasa universal yang lebih cepat dicerna. Kita semakin jarang membaca, karena konten visual lebih menarik, lebih cepat diserap, dan sering kali lebih menyenangkan.
Namun, di balik semua kecepatan dan kemudahan ini, ada satu aspek penting yang mulai hilang: kedalaman. Konten visual mungkin efektif dalam menyampaikan informasi secara cepat, tetapi sering kali hanya menyentuh permukaan. Sementara itu, tulisan memberikan kita kesempatan untuk menggali lebih dalam, mengajukan pertanyaan yang lebih kritis, dan benar-benar memahami makna di balik informasi yang disampaikan. Inilah yang membedakan membaca dari hanya sekadar menonton atau melihat. Membaca memungkinkan kita untuk meluangkan waktu, untuk berpikir, dan untuk merenung.
Di era visual ini, ada kecenderungan kita untuk mengejar yang instan. Semua serba cepat, termasuk informasi. Tetapi justru di tengah kecepatan ini, kita semakin membutuhkan waktu untuk berhenti sejenak. Membaca memberikan ruang tersebut. Di tengah arus informasi yang terus mengalir tanpa henti, membaca memberi kita kesempatan untuk menyeleksi, merenungkan, dan benar-benar memahami apa yang sedang kita serap.
Lebih dari sekadar menambah pengetahuan, membaca adalah cara kita untuk berhubungan dengan diri sendiri. Setiap kata, setiap kalimat, memiliki makna yang bisa kita renungkan. Saat membaca, kita tidak hanya menyerap informasi, tetapi juga merenungkan bagaimana informasi itu berhubungan dengan kehidupan kita. Ini adalah ruang refleksi yang sangat berharga, yang sering kali sulit ditemukan di tengah derasnya arus konten visual.
Meski dunia semakin bergerak ke arah visual, apakah itu berarti membaca sudah tidak lagi relevan? Sama sekali tidak. Justru di era yang semakin dipenuhi konten visual ini, membaca menjadi lebih penting daripada sebelumnya.Â
Membaca memberi kita wawasan yang lebih dalam tentang dunia, melatih kemampuan berpikir kritis, dan memperkuat konsentrasi kita. Visual mungkin menawarkan informasi dengan cepat, tetapi tulisan memungkinkan kita untuk memahami sesuatu dengan lebih mendalam.
Membaca juga melatih fokus. Di era digital yang penuh dengan gangguan---dari notifikasi ponsel hingga iklan di setiap halaman web---kemampuan kita untuk fokus semakin menurun. Membaca memberi kita kesempatan untuk melatih kembali otak kita, mengasah kemampuan konsentrasi, dan melawan gangguan yang datang dari segala arah.
Yang tak kalah penting, membaca menjaga kita tetap terhubung dengan dunia literasi. Meskipun teknologi semakin canggih, kemampuan literasi tetap menjadi dasar dari semua pengetahuan. Tanpa kemampuan membaca yang baik, kita akan kesulitan memahami banyak hal. Literasi adalah fondasi dari segala sesuatu, dan membaca adalah cara kita untuk terus mengasah keterampilan ini.
Tidak semua orang punya waktu untuk membaca setiap hari, tetapi kebiasaan ini layak dipertahankan. Kita tidak perlu membaca buku tebal atau artikel panjang setiap hari. Mulailah dengan yang sederhana---mungkin sebuah artikel pendek, esai ringan, atau cerita fiksi yang menarik. Yang penting adalah konsistensi. Sedikit demi sedikit, kebiasaan membaca akan menjadi bagian dari hidup kita kembali, bahkan di tengah gempuran konten visual.
Di dunia yang bergerak cepat ini, membaca adalah cara kita untuk melambat. Ini adalah cara kita untuk berhenti sejenak, berpikir lebih dalam, dan benar-benar memahami apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Di tengah percepatan dunia visual, mari tanyakan lagi pada diri sendiri: apakah kamu masih membaca tulisan?
Mungkin jawabannya akan membawa kita kembali pada satu hal penting yang sering kita lupakan: bahwa kedalaman dan makna sejati hanya bisa ditemukan di balik kata-kata, bukan sekadar di permukaan gambar atau video yang melintas cepat di layar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H