Mohon tunggu...
Yass Arlina
Yass Arlina Mohon Tunggu... lainnya -

senang menulis, dan berharap tulisannya bermanfaat bagi siapa saja. Pembaca juga dapat mengunjunginya pada blog http://yassarlina.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sang Istri Muda yang Baik Hati

16 April 2013   10:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:07 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan lalu saat mengantar ibu mertua berangkat  umrah, di bandara saya diperkenalkan dengan salah seorang kerabat jauh, pak Munir, yang juga ikut rombongan umrah bersama ibu. Usia Pak Munir sekitar 50 tahun. Yang membuat saya terkagum setelah itu adalah tentang dua istrinya.  Tetapi jangan membayangkan dulu kedua istrinya seperti para istri Jendral Joko Susilo.  Mereka perempuan yang sederhana.

Waktu sedang berbincang dengan adik ipar saya, dia menunjuk dua orang perempuan yang sedang berjalan, kelihatannya mereka habis dari toilet.  “Itu kedua istri Pak Munir”, katanya pada saya.  Saya langsung memperhatikan kedua perempuan itu yang berjalan membelakangi kami.  Perempuan yang satu menggandeng dengan hati-hati tangan perempuan yang lain, mereka berjalan pelan.  Sesampai di tempat duduk, perempuan yang masih muda, sebut saja namanya mbak Yanti, membantu dengan hati-hati mendudukkan perempuan yang satunya (Bu Warni).  Saya mengamati mereka dengan kagum.  Pikiran nakal saya muncul, “ Kok bisa ya”.  Tetapi semua berubah setelah saya mengenal mereka lebih jauh.

Mbak Yanti, usianya belum 4o tahun, merupakan istri muda Pak Munir, dan Bu Warni adalah istri pertamanya. Bu Warni sudah lama menderita sakit sehingga tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Di bandara saya juga menyaksikan sendiri betapa akrabnya mbak Yanti berbincang dengan kedua anak laki-laki pak Munir dan Bu Warni.  Anak laki-laki pertamanya kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri ternama, sedangkan putera kedua tahun ini akan menyusul kuliah.

Pada saat kami akan pulang karena ibu dan rombongan akan berangkat, keluarga Pak Munir meminta bantuan kepada kami untuk mengantarkan Mbak Yanti, Bu Warni dan kedua anak laki-lakinya ke terminal bis karena mereka tidak mempunyai kendaraan sendiri. Tentu  dengan senang hati kami menerimanya dan kebetulan kami juga melewati jalur itu.

Kembali saya menyaksikan bagaimana baik hatinya Mbak Yanti yang dengan sabar menuntun Bu Warni menaiki mobil dan mendudukkannya. Di dalam kendaraan saya juga mendengarkan percakapan Mbak Yanti dengan si mahasiswa putra Bu Warni.  Mbak Yanti menanyakan apa ada kesulitan dalam menyelesaikan tugas akhir, dan sang putra pun bercerita seakan-akan dia sedang mencurahkan isi hatinya kepada ibu kandungnya sendiri.   Sungguh saya terkesima mendengarnya.

Pada saat saya bertanya kepada Mbak Yanti kenapa tidak ikut berangkat umrah, dengan enteng dia menjawab, “ Nggak cukup uangnya bu, kalau saya pergi siapa yang carikan uang untuk anak-anak”. Melalui perbincangan dalam kendaraan ini saya juga baru tahu bahwa Mbak Yanti dan Pak Munir berjualan es di rumahnya.

Kami berpisah di terminal bis, kembali saya menyaksikan kebaikan hati Mbak Yanti menurunkan Bu Warni dari kendaraan.

Hari itu saya mendapat pelajaran berharga.  Kadang-kadang pikiran kita langsung menghakimi yang namanya istri muda.  Walaupun saya anti poligami dan tidak mau dipoligami (heheehehe .....), tapi paling tidak pelajaran hari itu membuat saya menghormati Mbak Yanti.  Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun