Mohon tunggu...
Yaspen Martinus
Yaspen Martinus Mohon Tunggu... -

Jurnalis, yang terus belajar menjadi pribadi lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia, 'Tanah Tumpah Darah'?

25 September 2011   08:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:38 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kekerasan nampaknya sudah menjadi sahabat karib bangsa ini. Nyaris setiap hari, aksi kekerasan terjadi di Indonesia, dengan berbagai level kebiadaban dan korbannya.

Minggu (2/5) pagi, bom bunuh diri kembali terjadi, kali ini di sebuah gereja di Solo, Jawa Tengah. Sekitar sepekan sebelumnya, kita dibuat mengelus dada dengan tawuran antara pelajar dan wartawan di kawasan Mahakam, Jakarta. Belum lagi peristiwa di Ambon, dan sederet aksi kekerasan lainnya.

Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku. Itulah baris pertama dari lirik lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya.

Mungkinkah WR Supratman punya visi jauh ke depan, dan melihat negerinya bakal menjadi 'tanah tumpah darah' di kemudian hari saat menulis lagu itu? Semoga tidak. Atau, ada yang salah di negeri ini? Jawabannya, pasti!

Apapun, kekerasan adalah tindakan paling primitif yang dilakukan manusia. Kata Mahatma Gandhi, kekerasan adalah senjata orang yang berjiwa lemah.

"Di mana ada cinta, di situ ada kehidupan. Prinsip tanpa kekerasan bukan lah busana yang dapat ditinggalkan. Kedudukannya ada dalam hati kita. Ia mesti menjadi bagian yang tak terpisakan dari diri kita. Cinta tidak pernah menuntut, cinta selalu memberi, tanpa pernah meratap, tanpa pernah mendendam. Orang yang mencari–cari kesalahan orang lain adalah orang yang buta terhadap kesalahan sendiri,” ujar Gandhi semasa hidupnya.

Ya, kekerasan hanya bisa diredam dengan cinta. Apakah bangsa Indonesia sudah tak punya cinta? Saya rasa tidak sama sekali.

Sayang memang, bangsa kita yang terkenal dengan keramah-tamahan dan budaya sopan santun yang tinggi, lambat laun seperti terkikis dengan aksi kekerasan yang dilakukan sekelompok orang.

Menjadi tugas kita bersama untuk mengusung cinta dan perdamaian ke tahta yang paling tinggi di negeri ini. Saya yakin, orang yang menolak kekerasan dan cinta damai, jauh lebih banyak ketimbang yang bersekutu dengan kekerasan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun