Mohon tunggu...
Cut YasminZafira
Cut YasminZafira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Vokasi IPB

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Punic Buying di Masa Pandemi

17 Juli 2021   12:52 Diperbarui: 17 Juli 2021   14:43 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Virus Covid-19 yang sekarang dikenal sebagai virus corona diyakini berasal dari China dan menjadi perhatian besar penduduk dunia karena penyebarannya yang sangat cepat. Pada tahun 2020 lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan WHO resmi mengumumkan wabah virus corona ini sebagai pandemi. Hal ini disampaikan secara langsung oleh Direktur Jendral WHO Adhanom Ghebreyesus yang menegaskan bahwa mereka selalu memberikan respon penuh sejak pertama kali kasus virus ini terjadi. Ia pun juga menambahkan agar negara-negara di dunia ikut serta dalam membantu menangani rantai penyebaran virus ini. Di Indonesia, perkembangan virus corona menjadi semakin meluas dan bervariasi, hingga saat ini, wabah tersebut bermutasi menjadi berbagai macam dan salah satunya adalah varian delta.  Dalam telekonferensi pers di Istana Kepresidenan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa penyebaran covid varian delta ini sudah mendominasi di beberapa daerah, seperti Kudus, DKI Jakarta, dan Bancalan.

Akibat maraknya kasus corona, beberapa penjual mempromosikan keunggulan produknya seefisien dan seefektif mungkin agar tujuan pemasarannya bisa tercapai. Tak terkecuali, mereka juga mengaitkan kemanfaatan produknya dalam menahan wabah virus ini. Mendengar informasi yang disampaikan Menteri Kesehatan, produk-produk seperti mie instan, hand sanitizer, vitamin, dan produk kalengan seperti susu beruang memanfaatkan kesempatan ini untuk mempromosikan produknya selama masa pandemi.

Akhirnya, publik dibuat bingung. Berbagai upaya mereka lakukan agar tidak terkena dampak wabah virus corona. Pada Maret 2020, aksi panic buying terjadi di beberapa daerah. Banyak pusat perbelanjaan dan pasar yang tiba-tiba dipadati oleh konsumen, yang kemudian membeli barang dalam jumlah banyak. Seperti berita yang tertera di Kompas.com, antrean panjang terlihat hingga menuju ke kasir. Kurang lebih terdapat 20 troli konsumen berisi barang yang mereka beli dalam jumlah banyak. Orang-orang berbaris dalam antrean panjang membawa troli berisi kebutuhan seperti mie instan, beras, dan minyak. Beberapa rak mie instan bahkan terlihat kosong karena diborong oleh masyarakat. Tidak hanya sembako, warga juga bisa membeli masker dan hand sanitizer. Kejadian ini kini terjadi kembali, tepatnya pada Juli 2021, ketika masyarakat berspekulasi bahwa susu beruang bisa mencegah dan menyembuhkan pasien Covid-19, hingga akhirnya susu beruang menjadi produk yang diincar masyarakat. Dalam unduhan viral baru-baru ini, pembeli terlihat berdesak-desakan untuk memperebutkan produk susu tersebut.

Lily Arsanti Lestari, Dosen di Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan jika daya tahan tubuh seseorang baik, maka apabila virus menyerang, imun tubuh bisa kembali melawan virus tersebut. Beberapa orang percaya bahwa susu beruang mengandung vitamin D yang dipercaya dapat mencegah infeksi virus corona. Jadi jika seseorang terkena infeksi, tidak akan menyebabkan penyakit serius. Ahli gizi tersebut menyanggah pada Sabtu 7 Maret 2021 bahwa tidak hanya dengan minum susu beruang, kekebalan tubuh juga bisa ditingkatkan dengan mengonsumsi makanan sehat lainnya. Kekuatan bisa berasal dari protein seperti telur, ikan, daging, bahkan protein nabati. seperti tempe. Kemudian, untuk kesehatan tubuh, ada baiknya juga mengonsumsi sumber vitamin dan mineral seperti sayur dan buah.

Dr. dr. Tan Shot Yen, M. Hum selaku dokter, filsuf, dan juga ahli gizi mengatakan, meskipun situasi pandemi Covid-19 meningkat tajam seperti sekarang, masyarakat tidak perlu panik dengan membeli atau bersaing untuk mendapatkan produk susu beruang. Ia juga menegaskan kembali bahwa susu kaleng tersebut memiliki kandungan yang sama dengan produk susu kemasan yang lain, kita juga dapat melihat bahan-bahan yang tercantum pada label kemasan. Terlebih lagi, ia menjelaskan bahwa belum ada penelitian ilmiah yang menjelaskan kaitan antara konsumsi susu dengan pencegahan penularan Covid-19.

Dari fenomena tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa panic buying terhadap suatu produk tidak perlu dilakukan. Setiap produk secara jelas dan pasti mengedepankan manfaat produk seefisien dan seefektif mungkin karena memiliki tujuan pemasaran. Dalam masalah serupa yang pernah terjadi, kita harus menyadari bahwa masyarakat sering membuat asumsi yang salah. Masalah kedua yang sering terjadi tidak hanya dalam kasus persaingan susu beruang ini, melainkan konsumsi produk yang berlebihan. Selebihnya, hal yang harus kita mengerti terkait masalah panic buying produk yang belum terbukti manjur atau efektif melawan penyakit adalah minimnya pengetahuan gizi. Karena pemahaman tentang gizi yang minim, pada akhirnya ada kepercayaan yang terbentuk sebagai opini publik. Mereka tidak dapat membedakan antara mitos dan kenyataan, sehingga semuanya digeneralisasikan menjadi fakta.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun