G20 merupakan salah satu forum kerja sama yang berorientasi pada aspek ekonomi internasional. G20 memiliki anggota yang merupakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia. Dalam setiap perhelatan G20 atau KTT G20, selalu ada isu-isu yang dibawa untuk dibahas di dalamnya. Salah satunya adalah mengenai transisi energi hijau.
Transisi energi hijau adalah tahapan-tahapan yang panjang dan harus dilakukan oleh negara-negara di dunia dengan tujuan agar dapat meminimalisir pelepasan emisi gas karbon yang merupakan penyebab perubahan iklim. Transisi energi hijau diharapkan dapat tercapai supaya pencemaran yang terjadi di udara tidak menjadi semakin tebal, sehingga peningkatan suhu bumi dapat ditekan. Peningkatan suhu bumi sendiri merupakan ancaman yang dapat berdampak pada berbagai macam sektor, termasuk sektor ekonomi.Â
Sebagai upaya menekan peningkatan suhu bumi melalui penerapan transisi energi hijau dalam G20 ini, Indonesia pada KTT G20 2022 melakukan pembatasan terhadap penggunaan kendaraan dengan bahan bakar fosil di sekitar venue Aware. Bahkan Indonesia memberikan fasilitas berupa kendaraan listrik untuk digunakan selama KTT G20 berlangsung. Namun, pembatasan yang dilakukan tidak berbanding lurus dengan banyaknya jet pribadi yang terus-menerus memenuhi dan melewati pulau Bali. Jet pribadi menjadi kendaraan yang mengeluarkan dan menyumbang emisi gas karbon dalam jumlah besar. Terdapat sekitar 21 jet pribadi yang mendarat dalam rentang waktu 5 hari sejak 9 November 2022.
Banyaknya jet pribadi yang melintas membuat gerakan-gerakan yang dilakukan untuk energi hijau menjadi tidak relevan, karena hanya terlaksanan di daratan, sedangkan di udara masih memproduksi emisi gas karbon dari jet-jet pribadi yang melintas. Jet pribadi yang digunakan dan emisi gas karbon yang ditimbulkan membuat upaya penekanan emisi gas karbon serta penanganan perubahan iklim menjadi tidak terlaksana dengan maksimal.Â
Pada presidensi sebelumnya, transisi energi hijau juga menjadi salah satu isu yang dibahas dalam KTT G20. Namun, tidak jauh berbeda dengan KTT selanjutnya yang dalam pelaksanaannya masih kurang sesuai dan kurang efektif. Isu transisi energi seperti hanya sebuah kedok untuk memberi pandangan bahwa forum ini peduli terhadap krisis iklim, tetapi pada kenyataannya tidak dapat terlepas dari hal-hal yang menyebabkan peningkatan suhu iklim, dalam hal ini adalah penggunaan jet pribadi.
Lalu masih efektifkah isu transisi energi dan perubahan iklim yang dibawa dalam KTT G20, jika negara-negara anggota G20 sendiri kurang mendukung tercapainya hal tersebut? Dengan kata lain tetap menggunakan jet pribadi yang mengeluarkan gas emisi karbon dengan jumlah besar, namun mengharapkan transisi energi hijau dapat tercapai.Â
Jika ditelaah lagi, isu ini sebenarnya masih sangat efektif dan relevan untuk dibawa dalam berbagai forum. Karena perubahan iklim saat ini menjadi ancaman, tidak hanya bagi satu negara, namun juga bagi keberlangsungan dunia. Terkait dengan pelaksanaannya yang terkadang masih kurang sesuai, dapat diubah secara perlahan melalui komitmen dari negara-negara anggota G20 sendiri untuk dapat menekan emisi karbon yang ada dengan meminimalisir bahkan beralih ke transportasi yang lebih ramah lingkungan. Namun jika penggunaan jet pribadi tidak dapat dibatasi, adanya forum tersebut malah akan menjadi penyumbang emisi gas karbon yang kemudian berdampak besar pada meningkatnya suhu bumi.
Nama: Yasmin Faicha
NIM: 07041282126089
Pratama, W. P. (2023, January 19). Miris! WEF 2023 Bahas Isu Iklim, tapi Ratusan Jet Pribadi Lalu-Lalang di Davos. Retrieved from ekonomi.bisnis.com: https://ekonomi.bisnis.com/read/20230119/620/1619905/miris-wef-2023-bahas-isu-iklim-tapi-ratusan-jet-pribadi-lalu-lalang-di-davos