Sarjana Kesehatan Masyarakat mungkin kurang dikenal di kalangan Masyarakat, tidak seperti perawat maupun dokter. Namun pada kenyataannya, dibalik upaya promotive serta preventive tidak lepas dari kebaradaan peran promotor kesehatan. Hal ini, merupakan bukti bahwa tenaga Kesehatan Masyarakat juga ikut berperan penting dalam hal kesehatan.
Komunikasi terapeutik sendiri merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan untuk menciptakan interaksi yang baik antara tenaga medis (misalnya dokter, perawat, atau sarjana Kesehatan Masyarakat) dengan pasien atau masyarakat.  Apa tujuannya? Tentu saja untuk  mendukung proses penyembuhan atau pemeliharaan kesehatan. Cara berbicara atau berinteraksi yang mendorong pasien agar lebih terbuka mengenai apa keluhannya. Mungkin kita akan berpikir, "Kalau begitu, bukankah itu tugasnya dokter atau perawat? Mengapa sarjana Kesehatan Masyarakat perlu belajar komunikasi terapeutik?
Salah satu contoh peran Sarjana Kesehatan Masyarakat yang menjadi bukti pentingnya penguasaan komunikasi terapeutik yaitu, Â mendukung tugas pemberdayaan kader Posyandu melalui Puskesmas. Dengan keahlian mereka dalam upaya promotif dan preventif, mereka bertindak sebagai fasilitator yang mampu membangun kapasitas kader Posyandu. Komunikasi terapeutik menjadi salah satu keterampilan utama yang digunakan Sarjana Kesehatan Masyarakat dalam mendidik kader Posyandu. Melalui pendekatan komunikasi yang empatik dan persuasif, mereka dapat memberikan pelatihan kepada kader Posyandu tentang cara menyampaikan informasi kesehatan secara efektif kepada masyarakat.
Selain itu, Sarjana Kesehatan Masyarakat juga membantu kader Posyandu memahami pentingnya pola hidup sehat, gizi seimbang, dan pencegahan penyakit menular. Dengan keterampilan komunikasi terapeutik yang baik, kader Posyandu dapat lebih percaya diri dalam memberikan edukasi kepada masyarakat dan menjadi mitra yang andal bagi Puskesmas dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
Peran ini menjadikan Sarjana Kesehatan Masyarakat sebagai "pahlawan" di balik layar yang memastikan keberhasilan program kesehatan berbasis komunitas, seperti Posyandu, berjalan dengan optimal. Tanpa keterampilan komunikasi terapeutik, pemberdayaan kader Posyandu mungkin tidak akan seefektif yang diharapkan, karena komunikasi adalah kunci untuk menjangkau dan memotivasi masyarakat agar lebih sadar dan peduli terhadap kesehatan mereka.
 Coba bayangkan apabila sarjana Kesehatan Masyarakat tidak memiliki keterampilan komunikasi terapeutik, maka pastinya edukasi  yang seharusnya dapat merubah pola pikir masyarakat tidak akan bisa terwujud. Sebagai ujung tombak dalam promosi kesehatan, mereka perlu menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan lebih sadar akan pentingnya pencegahan penyakit. Komunikasi terapeutik juga membantu orang merasa  dihargai dan didengarkan, membuat mereka lebih terbuka terhadap informasi kesehatan yang diberikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H