Pada zaman  modern  seperti  sekarang  ini, semua orang bebas berekspresi dan berpendapat pada setiap media sosial, namun dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), orang atau pengguna media sosial tidak dapat lagi untuk sewenang-wenang dalam bertindak. Dalam UU ITE mengatir berbagai perlindungan hukum untuk kegiatan yang menggunakan Internet sebagai media, baik untuk informasi maupun untuk penggunaan informasi. Dalam UU ITE juga mengatur untuk berbagai ancaman hukuman atas kejahatan yang telah dilakukan melalui internet. Salah satu contohnya yaitu perawat di Sumatra Selatan menyebarkan video tanpa izin di internet, tindakan tersebut merupakan tindakan yang melanggar hukum dan dapat dituntut kurungan penjara dan denda. Sebagian masyarakat masih belum tahu bahwa dirinya dapat terkena masalah hukum hanya karena menyebarkan sebuah foto/video. Namun saat ini foto dan video merupakan hal mudah untuk ditemukan di internet, tapi tidak boleh sembarangan untuk dapat unggah atau membagikannya. Sebab ada dasar hukum-hukum untuk menyebarkan foto/video orang lain yang bisa terjerat karena tindakan sembrono tersebut.
Dinas Kesehatan (Kadinkes) OKU Timur Zaenal Abidin mengatakan, perbuatan oknum tenaga kesehatan (nakes) berinisial SA tersebut sudah melanggar etika dan kesopanan, "Pada prinsipnya itu tidak boleh karena melanggar etika dan kesopanan, karena waktu melaksanakan tugas tidak boleh membawa alat komunikasi," kata Zaenal, Minggu (6/11/2022), terjerat pasal 27 ayat (3) UU ITE berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Penjara maksimum 6 tahun dan/atau denda maksimum 1 miliar rupiah" dan KUHP pasal 310 dijelaskan bahwa menyebarkan video maupun foto yang mengandung aib seseorang atau tidak berizin merupakan tindak pidana. Karena termasuk kedalam perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik. Jika penyebar melakukannya dengan sengaja dan tanpa izin dapat dijerat dengan hukuman penjara minimal 2 tahun. Selain itu, juga ada denda mencapai miliaran rupiah menanti pelaku pidana. Penyebaran video berlaku di berbagai laman website maupun media sosial sehingga tidak terbatas di media sosial saja. Bahkan tuntutan bisa diberikan dengan pasal berlapis tergantung besarnya tindakan dan efeknya.
Dalam video berdurasi 24 detik yang semakin makin ramai dan disebar ke berbagai media sosial, terlihat oknum perawat sedang mengarahkan kameranya ke arah beberapa tenaga kesehatan lainnya yang sedang melakukan operasi. Terlihat dari video, pasien terbaring di atas ranjang operasi dengan alat bantu pernafasan dan infus yang terpasang. Pihak RSUD Martapura sendiri disebut telah menindaklanjuti masalah ini. Perawat yang merekam dan live TikTok itu, Satria Agung telah diproses dan meminta maaf. "Saya menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada pihak terkait. Saya mengklarifikasi bahwasanya tindakan yang saya lakukan ini salah," kata Satria, Jumat (4/11/2022). "Terlepas karena saya adalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan khilaf, dengan ini saya memohon maaf sebesar-besarnya," sambungnya. Satria mengaku jika dirinya siap menerima sanksi atas kesalahan yang telah diperbuat tersebut. "Atas semua kesalahan saya, saya siap menerima sanksi dari rumah sakit tempat saya bekerja. Saya juga sudah membuat surat pernyataan di atas meterai," imbuhnya. Pihak RSUD Martapura juga menyampaikan permohonan maaf melalui media sosial. "Asslamualaikum wr. wb.. Salam sehat & sejahtera untuk kita semua. Dengan melalui pemberitahuan ini kami sampaikan, Video Klarifikasi serta Permohonan Maaf atas unggahan live TikTok kamar operasi beberapa waktu yang lalu. Demikianlah hal ini disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan banyak terimakasih," tulis @rsud_martapura.
Penyebaran video tersebut dapat menimpulkan dampak dari sudut pandang perawat, pasien, institusi dan Masyarakat, yaitu : dari perawat sendiri dapat mendapat rusaknya reputasi pribadi karena data diri yang tersebar masal di media masa, fenomena dokumen data pribadi di internet dapat merusak reputasi seseorang karena seluruh data pribadi disebar tanpa persetujuan, melanggar privasi karena menyebarkan data pribadi tanpa persetujuan. Data pribadi yang disebarluaskan tanpa persetujuan adalah pelanggaran privasi. Di Indonesia sendiri banyak terjadi penyebaran data pribadi pelaku. Bahkan, pelaku penyebaran bisa dipidana. Korban bisa saja menuntut pelaku dengan UU ITE atas dasar pelanggaran privasi. Tindakan penyebaran dokumen data pribadi bisa disimpulkan   sebagai   kejahatan   media   sosial   masa   kini,   menimbulkan reaksi cyberbullying misalnya komentar jahat di media sosial atau panggilan teror via telepon/chat.  Dampak  nyata  dari  penyebaran dokumen   data   pribadi adalah reaksi cyberbullying. Pelaku bisa diolok-olok dan dihujani komentar jahat pada media sosialnya. Kemudian, data atau foto yang tersebar berpotensi dijadikan objek pelecehan bagi banyak orang. Dampak lainnya dari tindakan ini bisa berupa kerugian reputasi, stres, menimbulkan perasaan takut, intimidasi, tertekan baik secara psikis atau mental bagi korban, dan potensi pemutusan hubungan kerja jika pelaku adalah seorang profesional. Selain itu, tindakan ini juga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi kesehatan/institusi. Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu menghargai privasi dan martabat individu lain.
Berikut merupakan beberapa solusi dan saran untuk mencegah pelanggaran UU ITE terkait penyebaran video asusila pasien: pendidikan dan Pelatihan; Instansi kesehatan harus memberikan pendidikan dan pelatihan kepada staf mereka tentang pentingnya menjaga privasi dan martabat pasien. Ini termasuk pengetahuan tentang hukum dan regulasi yang berlaku, seperti UU ITE. Kebijakan Privasi yang Jelas; Instansi harus memiliki kebijakan privasi yang jelas dan mudah dipahami oleh semua staf. Kebijakan ini harus mencakup larangan tegas terhadap penyebaran materi asusila. Pengawasan dan Pengendalian ;Instansi harus memiliki sistem pengawasan dan pengendalian untuk memastikan bahwa semua staf mematuhi kebijakan privasi. Kegiatan ini bisa melibatkan audit rutin, pemantauan aktivitas, dan lainnya. Hukuman yang Tegas; Jika seorang staf terbukti melanggar kebijakan privasi, instansi harus memberikan hukuman yang tegas. Ini bisa berupa pemecatan, penuntutan hukum, atau sanksi lainnya. Dukungan bagi Korban; Jika seorang pasien menjadi korban penyebaran materi asusila, instansi harus memberikan dukungan penuh kepada korban. Ini bisa melibatkan bantuan hukum, dukungan psikologis, dan lainnya. Ingatlah bahwa menjaga privasi dan martabat pasien adalah bagian penting dari etika profesi kesehatan. Selalu hargai hak-hak pasien kita. Tips Menggunakan Medsos agar terhindar dari risiko hukum: pahami regulasi yang ada, tegakan etika ber-media sosial, lebih berhati-hati bila ingin memposting hal-hal atau data yang bersifat pribadi, belajar dari penyedia jasa, seperti google untuk menjalani peran menjadi intermediary liability.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H