Sumber: http://www.pharmaleaders.tv/indo-american-lower-indias-dignity-held-for-healthcare-fraud/
Pada Tgl 15 – 16, Oktober 2014, saya diundang oleh Kadinkes Provinsi Kepulauan Riau pada : Pertemuan Evaluasi Program JKN di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014. Kegiatan ini dilaksanakan di Tanjung Pinang, Pulau Bintan, Provinsi Kepri. Pada kegiatan ini, saya diminta menyampaikan : “ Potensi Fraud Pada Program JKN 2014”. Kegiatan ini merupakan serial kedua aktifitas untuk menggaungkan promosi dan prevensi kecurangan (fraud) pada program JKN. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Dinkes Provinsi Kepri dengan Divisi Regional Sumatera Tengah BPJS.
Fraud pelayanan kesehatan masih merupakan kata yang asing oleh banyak pelaku program JKN. Banyak pihak yang tidak sadar bahwa mereka melakukan fraud karena selama ini dilakukan tanpa ada sanksi hukum kepada pelaku. JKN adalah program nasional yang dibiayai dana publik yang berasal dari pajak dan iuran premi peserta. Besarnya dana publik yang terlibat pada program JKN ini, seharusnya membuat semua pemangku kepentingan untuk mengawasi transfaransi, efektifitas dan efisiensi pengelolaan dana rakyat ini. Pihak penegak hukum (Polisi, Jaksa dan KPK) dan LSM harus memantau dan mengontrol serta menyelidiki kemungkinan fraud pada dana JKN di masa datang.
Berapa besarnya PotensiFraud JKN?
Sebenarnya, data mengenai besaran fraud pelayanan kesehatan Indonesia belum diketahui dengan pasti karena belum ada riset yang dilakukan khusus untuk itu. Saya melakukan analisis perbandingan data fraud pada Jaminan Kesehatan Sosial Amerika (Medicare dan Medicaid). Program ini sudah dijadikan target oleh mafia pelayanan kesehatan di Amerika Serikat. Perampokan pada pelayanan kesehatan ke 2 program tersebut diperkirakan sebesar 10% -15% dari total biaya program kesehatan sosial ini yaitu sebesar US $ 993.7 billion sehingga nilai dana publik yang dicuri sebesar US $ 99.37 billion s/d US $ 149.05 pada tahun 2012.[i] Prosentase fraud Medicare dan Medicaid sebesar 10% sd 15%, walaupun Law Enforcement yang semakin keras diterapkan kepada pelaku fraud. Di Amerika terpidana fraud dapat dihukum penjara sampai lebih 30 tahun. Sanksi ini pernah dijatuhkan kepada pemilik Klinik Mental Healthkarena terbukti melakukan pemalsuan billing pada tahun 2013.
Apakah prosentase fraud JKN sama atau lebih besar dengan di Amerika? Perkiraan saya mestinya prosentasenya fraud JKNlebih besardi Indonesia. Hal ini disebabkan: 1. Karena belum ada Undang2 Anti Fraud Pelayanan Kesehatan; 2. Pengetahuan dan ketrampilan penegak hukum untuk kasus2 kecurangan pelayanan kesehatan sangat terbatas; 3. Kecilnya nilai rupiah untuk individual kasus fraud (puluhan ribu sd puluhan juta saja) membuat minat penegak untuk menyelidik kasus ini rendah; 4. Budaya korupsi yang sangat marak diseluruh lembaga negara baik eksekutif, legislatif, yudikatif dan juga pihak swasta. Tampaknya, kecurangan atau perilaku korup pada sektor pelayanan kesehatan tidak berbeda dengan sektor2 lainnya. Kondisi ini juga berpengaruh pada pelaku fraud JKN. 5. Kuatnya pressure asosiasi profesi medis terhadap penegak hukum ketika anggota mereka tersangkut hukum. (Ingat kasus dokter Ayu Dewa Ayu Sasiary, Hendy Siagian dan Hendry Simanjuntak, yang dinyatakan bersalah dan harus meringkuk di penjara 2012).Komunitas dokter demo mempengaruhi publik dan menekan pihak penegak hukum untuk membebaskan ketigaterpidana yang kebetulan berprofesi dokter. Akhirnya, Makamah Agung membebaskan ke 3 terpidana tersebut. Luaaar biasa bukan?
Anggaplah besaran prosentase fraud JKN diperkirakan sama dengan yang terjadi di Amerika sebesar 10% sd 15% dari dana JKN yang bernilai total Rp.40 trilliun per tahun (2014). Ini berarti dana publik yang mungkin dicuri pelaku fraud JKN sebesar Rp 4 triliunsd Rp 6 Triliun pada tahun 2014. Bila Presiden Jokowi jadi melaksanakan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan perusahaan swasta dan BUMN dipaksa ikut program JKN pada 2015, maka dana publik yang dikelola BPJS dapat mencapaiRp 120 Triliun. Bila fraud JKN 10% sd 15% maka potensi kerugian negara bisa sebesar: Rp 12 Triliun sd Rp 18 Triliun dalam 2 – 3 tahun mendatang! Woow suatu dana yang sangat besar dan perlu diselamatkan oleh semua pihak.
Siapa pelaku fraud?
Penelitian yang dilakukan oleh America’s Health Plan Insurance Plan pada tahun 1996sd 1998 ditemukan pelaku fraud pelayanan Kesehatan sbb: 1. Profesional medis 72%; Fasilitas kesehatan 8% dan 3. Konsumen atau peserta 10%. Dari survei ini diketahui pada program jaminan kesehatan sosial pelaku fraud terbesar adalah pihak dokter spesialis, dokter dan dokter gigi, sedangkan pihak peserta prosentasenya relatif kecil karena tidak ada sistem re-imbursement. Sedangkan PPK (klinik, puskesmas, Laboratorium, apotik dan rumah sakit) sebesar 8%. [ii]
Kalau kita merujuk pada hasil riset diatas dapat diprediksi gambaran pelaku fraud JKN lebih kurang sama. Dengan demikian, program anti fraud perlu difokuskan kepada lokus2 pelaku di rumah sakit terutama pada : unit bedah, obgyn, gigi, pemeriksaan penunjang, labotorium, IGD dan ICU
Apa Penyebab Fraud JKN?
Fraud pada program JKN dapat disebabkan: 1. Adanya peluang besar yang memungkinkan kecurangan itu dilakukan oleh pihak yang mempunyai otoritas besar pada transaksi bisnis JKN. 2. Resiko kecil, sampai saat ini belum ada pelaku kecurangan pelayanan kesehatan yang dibawa ke meja hijau. Hal ini, membuat penjahat pelayanan kesehatan semakin berani untuk melakukan kecurangan karena mereka un-touchabel. 3. Penegak hukum lemah karena kurang pengetahuan dan ketrampilan dan malas melakukan tindakan hukum karena kasus sulit dan nilai rupiah kecil-kecil. 4. Otoritas pelaku fraud sangat besar dan profesional sehingga sulit untuk dijerat hukum. 5. Selisih harga tarif RS dengan tarif INA CBG cukup tinggi, maka pihak RS melakukan mark up tagihan dengan alasan agar tidak merugi. Terakhir, tidak adanya Standar Pelayanan Medis dan Tindakan Bedah yang berlaku Nasional. Sebagai contoh: klasifikasi tindakan bedah RS sangat tergantung dokter bedah yang sangat dipengaruhi faktor finansial. RS ketika menagih klaim tindakan bedah ke BPJS hampir semua tindakan bedah besar dan khusus plus komplikasikarena akan mendapat bayaran lebih besar. Walaupun realitasnya adalah klasifikasi tindakan bedah medis adalah kecil atau sedang.
Bagaimana Menangkal Fraud JKN?
Pertama, Kemenkes, BPJS dan DJSN harus segera melakukan gerakan kampanye nasional anti fraud JKN. Biasanya untuk kegiatan2 ini,BPJS dan Kemenkes menggunakan iklan pada media elektronik dan cetak seperti : TV dan koran nasional dan lokal. Yang tentunya akan membutuhkanbiaya yang sangat mahal! Sebenarnya, gerakkan ini bisamemanfaatkan sosial media sepert: Facebook, Tweeter, Line, Google+, OLX, Kaskus, dan lainnya. Sosial media ini jika dimanfaatkan secara cerdas dan ditampilkan secara menarik akan dibaca oleh jutaan manusia.Gratis lagian!
Ke-dua, BPJS dan Kemenkes perlu melakukan seminar dan workshop Gerakan Anti-fraud JKN diseluruh kota, kabupaten dan provinsi sebagai kegiatan elementer yang langsung menyentuh semua pemangku kepentingan seperti: PPK, BPJS dan LSM mewakili peserta, kejaksaan dan Kepolisian sehingga lebih memahami fraud peleyanan kesehatan JKN. Kegiatan perlu dilakukan secara regulerdan terus menerus untuk mengingatkan semua pihak untuk tidak tergoda melakukan fraud JKN.
Ke-tiga, Kemenkes segera mengembangkan semua Standar Pelayanan Medis dan Klasifikasi Tindakan Bedah Nasional yang menjadi acuan seluruh PPK dan BPJS. Standar ini sangat penting bukan saja untuk program JKN, tetapi jugaoleh industri asuransi kesehatan nasional sehingga mudah melakukan kesepahaman dengan RS.
Ke-empat, BPJS dan Kemenkes perlu mereview terus menerus tarif INA CBG sehingga tidak terjadi selisih tarif yang besar; yang mendorong pihak PPK untuk lakukan fraud dengan alasan tidak mau merugi. Koreksi tarif INA CBG tidak harus 2 tahun sekali seperti jalan toll.Biaya pelayanan kesehatan lebih dinamik, sebaiknya dilakukan setiap tahun terutama pada 5 tahun pertama program JKN. Prinsip dasar RS tidak boleh merugi bila menjadi jaringan PPK JKN.
Terakhir, BPJS dan Kemenkes perlu membuat Unit Spesial Anti Fraud JKN secara nasional maupun pada level provinsi yang anggota terdiri BPJS, Kemenkes, POLRI, Kejaksaan Negeri, KPK, LSM dan Pakar. Spesial Unit perlu membuat Road Map (kelembagaan, SDM, Pendanaan, Per-undang2an dan program)untuk mencegah dan memberantas kecurangan pelayanan kesehatan Kesehatan di Indonesia.
[i] http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/09/24/awasi-dan-berantas-koruptor-program-jkn-690309.html
[ii] Pamjaki, Fraud Pelayanan Kesehatan, Edisi, Oktober, 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H