Mohon tunggu...
Yaslis Ilyas
Yaslis Ilyas Mohon Tunggu... profesional -

DR. Yaslis Ilyas, DRG. MPH. HIA. MHP. AAK; CEO Yaslis Institute; Pendiri: Perhimpunan Ahli Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia & Lembaga Anti Fraud \r\nAsuransi Indonesia\r\nE-mail:yaslisilyas@gmail.com; yaslisintitute@gmail.com; \r\nwww.yaslisinstitute.org\r\nPendidikan:\r\n1977 Dokter Gigi, F.K.G, Universitas Indonesia\r\n1984 Master of Public Health, School of Public Health, University of North Carolina at Chapel Hill, USA.\r\n1995 School of Public Health, University of California, Berkeley, USA.\r\n1998 DR.PH, Pascasarjana Universitas Indonesia.\r\n2000 MHP dan HIA, Health Insurance Association of America\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Rumah Sakit Menolak Program JKN?

5 Desember 2014   03:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:01 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Berita berantai minggu yang lalu tentang nasib Abbiyasa; balita yang akhirnya meninggal karena tidak ditolong segera oleh 40 RS pemerintah dan swasta di Jakarta. Diantara RS2 tersebut ada yang menjadi jaringan RS BPJS, tapi ketika korban menggunakan Kartu Jakarta Sehat langsung dijawab tidak ada ada Tempat Tidur. Adanya kecenderungan RS2, Pemerintah maupun Swasta, untuk menolak pasien BPJS walau gawat daruratdengan berbagai alasan. Tampaknya, Direksi RS2 secara sengaja dan sadar menginstruksikan kepada Unit IGD untuk menolak pasien gawat darurat BPJS dengan alasan alat tidak ada, tempat tidur penuh, dan dokter spesialis tidak tersedia. Inikah cara RS2 untuk menolak Program JKN ?

Modus operandi RS menolak pasien JKN

Pertama, tolak semua pasien gawat darurat BPJS dengan berbagai alasan. Pada tanggal 26, November, 2014, sahabat saya menceritakan pengalaman yang tidak mengenakkan kaitannya dengan RS jaringan BPJS. Kasus ini terjadi pada supir teman saya yang tiba2 sakit perut yang luar biasa (dia takut infeksi usus buntu) di tengah perjalanan di Jakarta Pusat. Saking sakitnya, supir sampai tidak mampu menyetir mobil, mengerang kesakitan dan mimiknya ketakutan.Terpaksa, teman saya mengambil alih menyupir mobil dan terus mencari RSU terdekat di jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat.Pasien BPJS ini langsung didaftarkan keUnit Gawat Darurat; kebetulan RS ini adalah jaringan PPK Program JKN. Tetapi, alangkah anehnya ketika petugas IGD mengatakan kalau mau dilayani harus membayar tunai sebesar Rp 4 juta sebagai uang muka. Walaupun, disampaikan bahwa pasien adalah peserta mandiri BPJS tetap menolak untuk melayani, maka terpaksalah membayar Rp 2 juta dengan catatan akan segera dilunasi setelah pasien dilayani. Memang, peraturan yang mengatakan pasien gawat darurat harus dilayani RS tanpa memperhatikan faktor biaya hanya ada di dokumen undang2 RS dan Permenkes, dilapangan yang berkuasa adalah RUPIAH. Kebanyakan RS sudah cenderung menjadi entitas yang hanya mencari keuntungan belaka!

Contoh kasus : Pasien Nama Anak: Abbiyasa Rizal Ahnaf, Usia : 2 Thn.Diagnosa: Ilius obstruksi, ilius paralitik.Penyumbatan pencernaan.Saat ini membutuhkan bedah digestif segera. Saat ini Dirawat di RS. Pasar Rebo ruang HCU (High Care Unit) lantai 6, gedung C. Membutuhkan RS dengan Fasilitas PICU (pediatric intensive care unit) dan dokter spesialis bedah anak. Ayah pasien telah mencari RS tp tak satupun membantu dengan berbagai alasan:1. RSCM - penuh2. RSPAD - Tdk punya Ruang Picu, tp Dokter ada. Dr Catur namanya. 3. RS Haji - Ruang dan dokter ada tp ventilator utk pasca operasi ngak ada. Jd dokter ngak berani bedah. 4. RS polri – penuh. 5. RS Harapan bunda - ngak terima pasien BPJS. Dp awal 15-20 jt. 6. RSIA Harapan Kita – penuh. 7. RS fatmawati – penuh. 8. RS persahabatan - penuh. 9. RS Bunda aliya - ngak punya dokter spesialis.10. RS tarakan - penuh. 11. RS UKI. - Ngak punya fasilitas NICU. 12. RS. Cikini – Penuh. 13. Carolus – penuh. 14. Rs Pelni. – penuh. 15. Rs islam Jkt – penuh. 16. RSPP - ngak terima BPJS. 17. RS Bunda Margonda - ngak terima BPJS.18. Rs permata - ngak ada fasilitas dan dokter. 19. Rs Mitra - ngak ada fasilitas dan dokter. 20. RS Premier jatinegara -ngak terima BPJS. RS BUNDA menteng - penuh. 22. RS Thamrin - Dp 30 jt. Akhirnya, atas instruksi KadinkesDKI Jakarta, pasien dirawat dan dibedah di RS Tarakan, tapi nyawa Abbiyasa tidak tertolong karena terlambat untuk ditangani. Begini, nasib peserta BPJS di kota besar Jakarta. Bagaimana kalau kasus ini terjadi kota2 lain? Bakalan bertambah runyam! Siapa yang harus bertanggung jawab?

Ke-dua, modus operandinya, RS memaksa pasien Program JKN untuk naik kelas perawatan. Modus operandiini, dikirim via BB oleh seorang teman pada seminggu yang lalu. Dia mengantar pasien ke IGD RSUD di Jakarta Timur. Ketika pasien didaftarkan via IGD dan harus rawat inap; pegawai RSUD menyampaikan bahwa Tempat Tidur kelas 2 penuh. Pasien ditawarkan untuk naik kelas 1, tapi harus bayar selisih biaya kelas perawatan. Yah, terpaksa diterima daripada pasien bertambah parah. Tidak lama setelah itu, ada pasien JKN lain yang punya hak untuk pelayanan rawat inap kelas 3, juga disampaikan hal yang sama. Petugas menyampaikan TT kelas 3 penuh, tapi kalau naik kelas 2 ada! Baru beberapa menit yang lalu, petugas yang sama menyampaikan TT kelas 2 penuh! Inilah cara RS untuk memeras pasien JKN yang sedang menderita gawat darurat! Kalau tidak diambil tawaran petugas RS, bisa2 malaikat pencabut menyawa bertindak! Kalau begini, siapa yang bertanggung jawab? BPJS, Dinkes, atau Kemenkes? Yang pasti peserta yang paling malang!

Ke-tiga, Modus operandi lain adalah Kerjasama RS dengan HRD Perusahaan. RS hanya mau menerima pasien perusahaan yang jadi anggota BPJS. Adanya Perpres No: 111/2013 yang mengharuskan semua BUMN dan Perusahaan swasta untuk mendaftarkan pegawai nya sebagai peserta BPJS pada tanggal 1, Januari, 2015. Kalau, perusahaan tidak mendaftar, ada ancaman pelayanan administrasi sampai denda terhadap perusahaan yang membangkang.Ada fenomena baru yang terjadi, HRD perusahaan kerjasama dengan RS jaringan BPJS danbersedia membayar selisih bayar bila tarif INA CBG berbeda dengan tarif RS. Apa akibatnya? RS2 ini hanya mau melayani pasien BPJS perusahaan dan menolak semua pasien BPJS mandiri maupun PBI. Ini merusak sistem JKN dan terjadi diskriminasi pelayanan terhadap sesama peserta BPJS! Fenomena in akan terus membesar terutama pada RS2 swasta. Nah, kalau sudah begini, siapa yang harus kontrol kelakuan RS? BPJS, Dinkes, atau Kemenkes? Yang pasti peserta yang paling dirugikan, yang ditakutkan, kasus Abbiyasa akan terus berulang!

Apa yang harus dilakukan Kemenkes dan BPJS?

Kecurangan RS2 terhadap peserta Program JKN semakin mencemaskan. Belum satu tahun BPJS berkerja, RS2 telah melakukan berbagai cara untuk membuat pasien JKN terpaksa harus membayar selisih bayar kelas perawatan, diskriminasi pelayanan terhadap peserta BPJS dan tidak dilayani sama sekali sehingga peserta berisiko cacat atau mati. Apa yang harus dilakukan oleh Kemenkes dan BPJS?

Pertama, BPJS harus memberikan informasi RS2 jaringan BPJSdi setiap kota dan kabupaten secara luas sehingga setiap peserta mengetahui RS2 yang dapat digunakan ketika membutuhkan pelayanan rujukan. Setiap RS jaringan harus memasang papan reklame dengan ukuran besar sehingga publik dapat mengetahui bahwa RS tersebut berjanji untuk melayani pasien BPJS.

Ke-dua, setiap RS yang menjadi jaringan BPJS diharuskan meningkatkan jumlah TT kelas 3 misal: minimal 50% dari jumlah TT yang terpasang. Ijin RS baru hanya dapat dikeluarkan bila RS membangun Wing Khusus BPJS klas 3 dan kelas 2 dan harus menjadi jaringan RS BPJS.

Ke-tiga, BPJS, Dinkes dan Kemenkes harus membuka Hot Line 24 jam, di kota/kabupaten,khusus untuk menerima laporan RS2 yang menolak pasien Program JKN untuk mendapatkan pelayanan IGD, ICCU, PICU, NICU dan rawat inap.

Ke-empat,BPJS, Dinkes dan Kemenkes harus membuat Task force untuk memonitor, menilai dan mengambil tindakan kepada seluruh RS yang menolak pasien Program JKN. Memberikan koreksi dan hukuman kepada RS2 yang nyata2 melanggar undang2 dan melanggar kemanusian pasien.

Terakhir, RS2 yang menolak melayani pasien Program JKN merupakan tindakan pembakangan terhadap undang2 dan peraturan Negara.Task force dapat melaporkan RS2 tersebut kepihak yang berwajib seperti : KPK, Kepolisian dan Kejaksaan untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun