Mohon tunggu...
Yaslis Ilyas
Yaslis Ilyas Mohon Tunggu... profesional -

DR. Yaslis Ilyas, DRG. MPH. HIA. MHP. AAK; CEO Yaslis Institute; Pendiri: Perhimpunan Ahli Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia & Lembaga Anti Fraud \r\nAsuransi Indonesia\r\nE-mail:yaslisilyas@gmail.com; yaslisintitute@gmail.com; \r\nwww.yaslisinstitute.org\r\nPendidikan:\r\n1977 Dokter Gigi, F.K.G, Universitas Indonesia\r\n1984 Master of Public Health, School of Public Health, University of North Carolina at Chapel Hill, USA.\r\n1995 School of Public Health, University of California, Berkeley, USA.\r\n1998 DR.PH, Pascasarjana Universitas Indonesia.\r\n2000 MHP dan HIA, Health Insurance Association of America\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Peserta JKN Terabaikan, Tanpa Perlindungan?

6 Mei 2014   00:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:50 1195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JKN/Kompasiana (Tribun Jabar/Gani Kurniawan)

[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="JKN/Kompasiana (Tribun Jabar/Gani Kurniawan)"][/caption]

Peserta JKN Terabaikan,Tanpa Perlindungan?

JKN belum berlangsung 5 bulan semakin banyak keluhan kepada BPJS dan PPK. Berita kalutnya operasional BPJS hampir setiap hari disampaikan baik pada, media cetak, sosial media, radio maupun televisi. Keluhan peserta tentang pelayanan BPJS dan PPK sudah tidak ketulungan banyaknya. Masalahnya keluhan2 tersebut dianggap suatu yang wajar saja, tanpa penaganan yang berarti. Selalu saja disampaikan alasan, JKN dan BPJS baru saja berjalan, wajarlah banyak kekurangan. Sedangkan, kalau peserta tidak mendapatkan pelayanan medis yang menjadi hak mereka; PPK berkilah mereka merugi kalau melayani peserta JKNterutama untuk tindakan gawat darurat, bedah dan ICU. Kalau begini: Siapa yang bertanggung jawab untuk melindungi hak peserta”. BPJS kah?Kemenkes RI kah? atau PPK kah? Tidak pernah jelas! Sedangkan korban sudah berjatuhan dari tidak terlayani, menderita cacat sampai dengan meregang nyawa!

Penulis menggali apa sebenarnya keluhan peserta JKN khususnya terhadap pelayanan rawat jalan pada BPJS, PPK 1 maupun RS. Dengan menggunakan media sosial, penulis menanyakan apa saja keluhan yang dialami peserta terhadap pelayanan puskesmas, klinik dan RS yang menjadi jaringan BPJS. Berikut adalah sejumlah keluhan tertulis yang mereka sampaikan:

“Kami peserta Jamsostek sudah mendaftar ulang sejak tgl 3 Januari 2014, sampai sekarang belum dapat kartu peserta BPJS”

“Kami berobat menggunakan kartu Jamsostek ditolak karena tidak terdaftar pada dokter keluarga kami”

“Informasi yang tidak jelas dan petugas yg kurang pada saat registrasi”

“Petugasnya kurang  ramah” Ketika berobat jalan ke Puskesmas atau dokter praktek, ini keluhan peserta:

“Obat telanjang” ”Obat 3 warna (kuning muda, putih n hijau muda)” “Obat kacangan” “Obat terbatas” “Obat tdk manjur” “Obat sama untuk semua penyakit” “Penyakit beda obat sama” “Obat tidak tersedia alias abis, mesti beli di apotik”

“Dokter keluarga bilang obat standar puskesmas; kalau mau bagus beli di apotik”

“Nunggu lamaaaa banget” “Antrinya panjang dan lama” “Kadang dokter tidak ada”

“Waktu periksa sekilas hanaya 1-3mnt “Dokter tidak pernah komunikasikan secara detail masalah penyakit”. “Obat yang diberikan serta tindakan yang tidak bagus sehingga mereka merasa tidak dihargai”

“Peserta tdk tahu mana ppk1 yg kerjasama dan tdk”

“PPK 1 tdk menjelaskan rujukan mau kemana, spt pengalaman saudara sy yg mau kateterisasi jtg di harkit. Krn tdk paham, membawa surat rujukan lgs ke harkit. Ternyat hrs ke rsud bekasi dulu, shg bolak balik”

Program  Jamkesda justru berjalan sudah bagus kok dihapus/dilebur ke JKN? “Sebelumnya dengan jampersal semua wanita tanpa jaminan bisa betsalin di pkm ....Sejak diberlakukan jkn Pkm hanya melayani persalinan Yang menjadi peserta bpjs

“Sulit rujukan dr ppk1 dan diluar 144 diagnosa? Sdgk obat puskesmas tdk ada

“Sering rame (konflik) antara pasien dng dokter di ppk2”

Tentunya, masih banyak keluhan peserta yang tidak bisa ditangkap pada angket sederhana ini. Daftar keluhan ini hanya ujung puncak gunung masalah yang sebenarnya sedang terjadi dan diderita oleh peserta JKN. Sesungguhnya masalahnya sangat besar dan menyeluruh di Nusantara. Diperkirakan, makin terpencil daerah tinggal peserta, makin besar masalah yang dihadapi peserta JKN.Ini hanya masalah pelayanan administrasi dan pelayanan rawat jalan, sudah begitu banyak masalah yang dikeluhkan. Kasus lain: ada seorang dokter praktek mandiri yang menjadi jaringan poliklinik BPJS. Dokter ini mendapat pembayaran kapitasi Rp 15.000.000/bulan dengan jumlah peserta 2500 orang, tapi hanya menghabiskan biaya obat sebesar Rp 500.000/bulan. Penulis mencoba menggali bagaimana bisa begitu? Rupanya, dia hanya menyediakan obat telanjang semua. Kalau pasien tidak mau, dia berikan resep kepada pasien untuk beli obat di apotik!

Banyak juga penyakit2 pasien yang obatnya tidak tersedia di puskesmas dan klinik, maka dianjurkan pasien untuk beli obat di apotik. Kalau begini bukan pelayanan kesehatan konprehensif seperti janji BPJS, tapi pelayanan konsultasi doaaang! Bukankah, ini menyalahi kontrak PPK dengan BPJS? Sepertinya, puskesmas dan RS memperlakukan peserta JKN sekedar dilayani, tapi tidak sesuai kebutuhan medis pasien. Mutu pelayanan rawat jalan BPJS dan PPK pantas untuk dipertanyakan!

Siapa yang harus tanggung jawab?

Pada bisnis asuransi kesehatan, seharusnya BPJS bertanggung jawab untuk melindungi hak peserta untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan manfaat yang diperjanjikan. Untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan kepada peserta, BPJS mempunyai 2 instrumen yaitu: credentialing dan kontrak terhadap PPK. Credentialing adalah suatu proses penilaian terhadap PPK apakah memenuhi persyaratan minimal yang ditentukan peraturan untuk dapat dikontrak sebagai jaringan PPK. Persyaratan tersebut antara lain: ijazah,sertifikasi dan ijin praktek dokter, dokter gigi, bidan dan perawat. Disamping itu, persyaratan gedung, kelengkapan alkes dan administrasi yang harus dimiliki oleh PPK.

Kontrak adalah proses ikatan kerja sama antara PPK dan BPJS yang berisi tentang fungsi, tugas, tangggung jawab, hak dan resiko yang akan didapatkan oleh masing2 pihak yang terikat kontrak kerja pada masa waktu tertentu,Tampaknya, kedua instrumen ini tidak berjalan dengan semestinya sehingga pelayanan kepada peserta tidak terlaksana dengan baik. Memang banyak instrumen hanya bagus pada tatanan konsep, tapi gagal pada implementasi di negeri ini!

Bagaimana Solusinya?

Istilah mas Tukul kembali ke laptop. BPJS harus menjalankan fungsi credentialing dan kontrak untuk menjamin mutu layanan kesehatan pada peserta JKN. Persoalannya,untuk melaksanakan peraturan ini bukan hal yang mudah, sebab PPK milik pemerintah saja belum tentu memenuhi persyaratan undang2. Dengan kata lain: jeruk makan jeruk! BPJS tampak sulit menegakkan aturan atau tidak punya Nyali? Dilain pihak, BPJS juga sangat membutuhkan PPK pemerintah. Oleh karena itu, BPJS harus berkerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota, Kabupaten dan Provinsi untuk melengkapi persyaratan SDM, fasilitas dan alkes seluruh puskesmas. Pada PPK swasta akan lebih mudah menegakkan aturan, kalau tidak dapat penuhi syarat tidak dijadikan PPK jaringan. Kalau perlu ditindakoleh Dinas kesehatan, tapi kenapa klinik bisa operasi ya?

Kontrak dengan PPK harus jelas dan rinci sehingga kedua pihak bisa saling kontrol untuk melaksanakan perjanjian kontrak kerja. Sepengetahuan penulis, kontrak antara Perusahaan Asuransi Swasta dan PPK sangat jelas dan rinci. Khusus untuk obat2an penyakit2 dengan prevalensi tinggi seperti : influenza, perusahaan memastikan peserta mendapat obat kombinasi antipyretik, analgesik dan dekongestan dengan kemasan. Begitu pula, untuk anti biotika dan obat penyakit kronis walau obat generik tapi dikemas dengan baik. Peserta tidak boleh diberikan obat telanjang yang akan menurunkan kepercayaan pasien terhadap khasiat obat. Hariiii giniii masih gunakan obat telanjang alias porno farmasi; sudah ketinggalan jaman bung!

Bagaimana peran BPJS?

Karena obat merupakan keluhan yang dominan peserta. Seharusnya, BPJS harus membuat kontrak yang mengharuskan puskesmas dan praktek dokter harus memberikan obat2 generik dengan kemasan sehingga mendapat apresiasi peserta.Seharusnya, BPJS harus memonitor dan kontrol apakah isi kontrak dipatuhi oleh puskesmas dan praktek dokter jaringan BPJS.

Tentunya, pekerjaan rumah BPJS untuk meningkatkan kualitas pelayanan rawat jalan masih sangat banyak. Apakah BPJS mau dan mampu melakukan fungsi kontrol terhadap obat sehingga pesertatidak dikecewakan? Kalau tidak bisa, rasanya kelewatan ya?! Jangan abaikan hak peserta JKN!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun