Mohon tunggu...
Yaslis Ilyas
Yaslis Ilyas Mohon Tunggu... profesional -

DR. Yaslis Ilyas, DRG. MPH. HIA. MHP. AAK; CEO Yaslis Institute; Pendiri: Perhimpunan Ahli Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia & Lembaga Anti Fraud \r\nAsuransi Indonesia\r\nE-mail:yaslisilyas@gmail.com; yaslisintitute@gmail.com; \r\nwww.yaslisinstitute.org\r\nPendidikan:\r\n1977 Dokter Gigi, F.K.G, Universitas Indonesia\r\n1984 Master of Public Health, School of Public Health, University of North Carolina at Chapel Hill, USA.\r\n1995 School of Public Health, University of California, Berkeley, USA.\r\n1998 DR.PH, Pascasarjana Universitas Indonesia.\r\n2000 MHP dan HIA, Health Insurance Association of America\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

JKN Cita Rasa JPK BUMN

16 Maret 2014   04:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:53 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

JKN Cita Rasa JPK BUMN

Pada bulan Februari dan Maret 2014, penulis berkesempatan menghadiri dan menjadi narasumber 4 seminar yang berkaitan dengan JKN dan BPJS di Jakarta. Seminar banyak diikuti oleh HRD, Yayasan Kesehatan, Dinas Kesehatan, Serikat Pekerja dan Pimpinan BUMN. Peserta yang berasal dari BUMN menanyakan perubahan jadwal pendaftaran peserta BUMN dari akhir tahun 2018 menjadi Januari, 2015. Jadi tidak bertahap semua pekerja formal harus integrasi ke BPJS pada 1 Januari 2015. Seorang peserta menyatakan inilah sebuah contoh kebijakan yang tidak konsisten alias mencla mencle. Jangan heran kalau kebijakan JKN identik kebijakan Surat Edaran (SE) karena kalau ada yang anomali di lapangan, bereskan dengan SE. Gampangkan ngurus negara! Mereka mempertanyakan kenapa tiba2 dipercepat dari rencana Roadmap JKN yang telah disosialisasikan? Apakah BPJS telah siap untuk melaksanakan dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada pekerja dan PPK BUMN? Atau ada agenda lain...?

Perubahan kebijakan tersebut termaktub pada Perpres No: 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor: 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan. Ketentuan pasal 6 diubah sebagai berikut: Kewajiban melakukan pendaftran kepersertaan Jaminan Kesehatan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bagi a. Pemberi Kerja pada Badan Usaha Milik Negara, usaha besar, usaha menengah, dan usaha kecil paling lambat tanggal 1 Januari 2015. Inilah sumber kegalauan BUMN.

Apakah BPJS mampuh melaksanakan perintah Perpres ini?

Sebagian besar, peserta seminar menyangsihkan kemampuan BPJS untuk dapat melaksanakan ketentuan peraturan ini dengan baik. Bisa dibayangkan ratusan ribu perusahaan akan dipaksa untuk mendaftarkan semua pekerja menjadi peserta aktif pada tahun 2015. Bisa dibayangkan betapa hebohnya proses pendaftaran puluhan juta pekerja pada 9 bulan mendatang. Padahal, pendaftaran peserta mandiri (jumlahnya ratusan ribuan) saja masih carut marut karena SDM dan sistem yang dikembangkan BPJS belum siap dan masih kedodoran. Para Serikat Pekerja telah menyampaikan akan membekot pelaksanaan peraturan ini kalau dipaksakan. Semua pihak mengakui bahwa sistem pelayanan kesehatan BUMN jauh lebih baik dari pada pelayanan kesehatan jaringan PPKyang dimilik BPJS.Pertanyaanya: Koksistem yg lebih baik dipaksakan masuk pada sistem yg lebih inferior? Apakah ini tidak melanggar Hak-hak pekerja yang juga dilindungi Undang-undang? Apakah tidak menimbulkan kesengsarahan pada pekerja BUMN?

Apa yang seharusnya disiapkan oleh BPJS?

BPJS harus menyiapkan pedoman Coordination of Benefit (COB) dengan pihak BUMN yang bertindak selaku Penjamin Lainnya. Sesuai dengan ketentuan pasal 27b, Perpres Nomor: 111 tahun 2013:Dalam hal Fasilitas Kesehatan tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka mekanisme penjaminannya disepakati bersama antara BPJS Kesehatan dengan penyelenggara program asuransi kesehatan tambahan atau penjamin lannya.

Perinsip kesepakatan kedua pihak adalah pelayanan JKN tidak boleh lebih buruk dari yang telah dinikmati oleh pekerja BUMN sebelumnya, dalam hal: cakupan pelayanan, akses terhadap PPK dan mutu layanan. Disamping itu, pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus tetap dilayani oleh BPJS.

Apa yang harus disiapkan oleh BUMN?

BUMN harus dengan cermat mempelajari UU Nomor 40/2004 tentang SJSN, UU nomor 24/2011 tentang BPJS dan Perpres nomor 111/2013 tentang Jaminan Kesehatan serta Permenkes yang berkaitan dengan implementasi JKN oleh BPJS. Pengetahuan ini sangat penting sebagai dasar untuk melakukan negosiasi dengan BPJS. Hal ini dimaksudkan untuk membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) (COB) yang dapat memenuhi kepentingan kedua pihak. Ada beberapa patokan yang perlu disepakati oleh kedua pihak antara lain:  1) Dalam PKB tertulis dengan jelas kapan pekerja BUMN ikut menjadi peserta JKN dan dengan kontribusi iuran berapa? ( 0,5% atau 1%); 2)Ketentuan COB BPJS dengan BUMN harus rinci memenuhi harapan kedua pihak dalam hal mutu layanan kesehatan dan pembiayaan; 3) Perlu disepakati PPK yang selama ini telah digunakan sebagai PPK oleh pekerja BUMN harus dijadikan jaringan, baik PPK 1 maupun RS; 4) Kesepakatan akan mutu layanan harus disepakati dalam hal: waktu, akses, obat, pemeriksaan lab dan dokter keluarga; 5) Untuk kepentingan pekerja dan Manajemen BUMN maka penyimpanan Rekam medis (Medical Check Up) dapat disimpan oleh perusahaan.

Apakah JKN cita rasa JPK BUMN itu?

Agar JKN dapat berjalan dengan baik dan didukung oleh semua pihak semestinya semua pihak berpikir untuk mengembangkan produk JKN dapat dinikmati oleh pekerja seperti cita rasa produk layanan BUMN selama ini. Malahan kalau mungkin diciptakan produk layanan yang lebih baik; sehingga tidak terjadi penolakan malahan mendapatkan dukungan yang luas dari BUMN.

Penulis berpendapat sebaiknya JPK BUMN mengembangkan Primary Health Care (PHC)yang berkualitas tinggi sehingga mampuh berkerja sesuai dengan kompetensi klinis dokter di PPK 1 yaitu 144 diagnosa penyakit dan 10 diagnosa kedokteran gigi. Dengan demikian, diperlukan pelatihan untuk dokter, dokter gigi dan SDM lainnya, kelengkapan obat, bahan medis habis pakai dan alat kesehatan disetiap PPK 1 BUMN. Tentunya, perlu juga dikembangkan manajemen PHC yang handal sehingga dapat melakukan recording dan reporting yang baik. Semua pekerja BUMN dapat menggunakan PPK 1 tersebut sesuai dengan lokasi tempat tinggal. Bila semua PPK 1 telah standardized maka semua pekerja BUMN dengan senang hati menggunakan PPK 1. Akhirnya, bisa dibuat Assosiasi PPK 1 BUMN yang dapat digunakan bukan saja pekerja BUMN, bahkanoleh semua peserta BPJS. Bagus bukan? Percayalah! Suksesnya JKN tergantung seberapa baik mutu PPK 1. Disinilah kunci efisiensi dan efektifitas program JKN!

Mengembangkan PPK 1 dengan kualitas tinggi membutuhkan waktu yang cukup dan kesungguhan tekad pihak BUMN, mestinya Kemenkes juga harus buat Puskesmas kualitas tinggi. Rasanya, tidak cukup waktu untuk menyelesaikan program ini dengan tenggat waktu Januari, 2015. Kalau demikian, apakah musti kebijakan dipaksakan harus jalan? Nanti Cheos bung!!!

Note: JKN: Jaminan Kesehatan Nasional; JPK: Jaminan Pelayanan Kesehatan: BUMN: Badan Usaha Milik Negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun