[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kontan/Baihaki)"][/caption]
Pada tanggal 19, Mei, 2014, saya menulis artikel dengan judul: Kenapa Operasional BPJS Kalut? Salah satu masalah penting yang saya sampaikan adalah tidak berfungsinya BPJS dengan instrumen Managed Care untuk menjamin mutu dan efisiensi pelayanan kesehatan dan kepesertaan JKN. Untuk memahami konsep tersebut silahkan baca selengkapnya di sini.
Apakah fungsi dan tugas BPJS menurut UU?
Berdasar pasal 9 UU No: 24 tahun 2011, BPJS mendapat amanat oleh undang-undang berfungsi: menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Di samping itu, pasal 10 UU No: 24 tahun 2011, BPJS diberi tugas sebagai berikut:
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;
b. Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja;
c. Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
e. Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;
f. Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.
Untuk menjalankan fungsi dan tugas tersebut, BPJS diberikan wewenang sebagai berikut (Pasal 11):
a. Menagih pembayaran Iuran;
b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
f. Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;
g. Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
Membaca dan memahami fungsi dan tugas BPJS di atas; tampaknya UU N0: 24/2011 alfa atau lupa mencantumkan fungsi penting yang harus menjadi tugas sehari-hari BPJS yaitu: memberikan perlindungan kepada peserta JKN. Pantas saja, tidak ada struktur organisasi BPJS yang bertanggung jawab terhadap hak-hak peserta JKN. Seolah-olah, peserta menjadi komponen yang tidak penting dalam JKN sehingga tidak perlu ada bidang yang ngurus kepentingan mereka. Peserta sekedar number untuk menghitung berapa banyak premi yang dapat dikumpulkan oleh BPJS.
Berapa dana yang dikelola BPJS?
Dengan jumlah peserta JKN sekitar 112 jutaan, pada tahun 2014, BPJS mengelola dana Jaminan Kesehatan Nasional yang cukup besar yaitu: Rp 39 triliun plus dana aset BPJS sebesar Rp 10 triliun plus pendapatan investasi. Diperkirakan total dana JKN yang dikelola sebesar Rp 50 triliun untuk tahun 2014. Sungguh dana publik yang sangat besaar yah?
Dengan dana sebesar itu mestinya banyak yang bisa diperbuat BPJS untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada peserta. Seharusnya dengan dana sebesar itu BPJS dapat melakukan banyak hal untuk menjamin pelayanan kesehatan untuk peserta. Pertama, melakukan administrasi kepesertaan dengan baik sehingga keluhan peserta terhadap masalah ini dapat ditekan serendah mungkin. Bila BPJS tidak sanggup memberikan pelayanan dengan baik; dapat mengontrak pihak ketiga untuk membantu melaksanakan fungsi ini. Pihak swasta dapat membantu pendaftaran dan cetak kartu dan lainnya agar peserta tidak antri panjaang! Peserta antri berhari-hari belum tentu terlayani. Eeeh begitu dapat giliran dilayani formulirnya habis! Nyebelin bangeet kaan! Kasihan calon-calon peserta apalagi yang sudah manula! Dan juga mohon hargai waktu calon peserta.
Kedua, kerja sama BPJS dengan pihak perbankan bukan sekedar menerima pembayaran dari peserta, tapi seharusnya juga berfungsi untuk pendaftaran dan cetak kartu peserta. Di samping itu, peserta yang telah mempunyai kartu debet sebaiknya setiap bulan dapat dilakukan pemotongan autodebet untuk membayar premi. Hal ini memjamin peserta pasti membayar dan mencegah peserta lupa membayar premi secara teratur. Di samping itu, peserta yakin setelah bayar dapat kartu dan pasti dijamin sesuai paket JKN.
Terakhir, BPJS harus membuat Divisi Perlindungan Peserta. Divisi ini berfungsi agar peserta dijamin mendapat pelayanan sesuai dengan hak-hak mereka. Peserta merupakan pemangku kepentingan yang paling lemah ketika menghadapi PPK, maka BPJS harus tampil untuk membantu dan melindungi mereka. Peserta diyakinkan bahwa mereka pasti mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis sepanjang mengikuti prosedur pelayanan. Divisi perlindungan peserta harus kompeten untuk menghadapi para administrator, perawat dan dokter Puskesmas, Klinik swasta dan RSÂ mewakili kepentingan peserta. Divisi ini sangat penting untuk meningkatkan kepuasan peserta atas kinerja BPJS.
Berapa Operational Fee BPJS?
Berdasar pasal 12 UU No: 24 tahun 2011, BPJS memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada tahun 2014, BPJS mendapat fee sebesar 6,25% dari total dana JKN. Kalau kita bandingkan dengan Korea Selatan pada tahap awalfee sebesar 4% dan sekarang telah turun hanya 2% dari total dana Asuransi Kesehatan Nasional. Sebenarnya, kalau kita bandingkan dengan Korea Selatan operational fee BPJS lebih besar 300%. Kegedean ya, mudah-mudahan saja mereka bisa efisien.
Diperkirakan total dana JKN yang dikelola BPJS sebesar Rp 50 triliun pada tahun 2014. Mari yuuk kita hitung berapa sebenarnya operational fee yang diterima oleh BPJS: 6,25% kali Rp 50 T/tahun = Rp 3,125 T/tahun . Berapa per bulan? Rp 3,125 T dibagi 12 = Rp 0,260416 T/bln atau sama dengan Rp 260,416 M/bln. Berapa per hari? Rp 260,416 M dibagi 30 hari = Rp 8,680 Milyar/hari. Woow, dana yang sangat besar bukan? Kalau jumlah pegawai BPJS sekitar 5.000 orang, maka secara hypotetik kita dapat menghitung: Berapa dana yang bisa dibelanjakan oleh setiap pegawai BPJS per hari? Mari kita hitung kembali = Rp 8,680 Milyar/hari dibagi 5.000 pegawai = Rp 1.736.000/hari/pegawai. Dengan kata lain, personel BPJS bisa spending sebesar itu per hari. Kalau prestasi BPJS diukur dengan indikator kemampuan untuk menyerap anggaran. Enak juga yah, jadi pegawai Lembaga Pemerintah ini dibandingkan dengan lembaga lain seperti BKKBN misalnya.
BPJS Kasir atau Asuransikah?
Seharusnya dengan operational fee segede itu BPJS dapat berkerja lebih baik untuk melayani peserta. Personel BPJS dapat melakukan sosialisasi ke masyarakat atau calon peserta untuk mendapatkan informasi yang benar tentang JKN. Meningkatkan pelayanan administrasi kepesertaan sehingga keluhan selama ini bahwa: BPJS tidak profesional dan lamban bisa pelan-pelan dihilangkan. Kalau tidak yakin bisa sendirian mengerjakan, bisa kontrak pihak ketiga untuk membantu pekerjaan teknis seperti ini terutama di kota-kota besar dengan jumlah penduduk yang padat. Di samping itu personil BPJS harus bekerja dengan RS jaringan sehingga tidak terjadi konflik antara peserta dengan pihak PPK. Personel BPJS harus dapat bekerja sama dengan RS jaringan sehingga bekerja sesuai dengan kontrak untuk kepentingan dan perlindungan peserta.
Pada tahun 2015, kalau benar semua BUMN dan perusahaan swasta dipaksa ikut, maka dana kelola BPJS akan menjadi sangat besar. Tentunya, premi diperkirakan akan naik minimal 100% karena tingkat tarif premi pasti lebih tinggi. Jadi dapat dihitung berapa anggaran BPJS per hari pada 2015 = Rp 8,680 Milyar dikali 2 =Rp 17,36 Milyar/hari. Ini hanya dana yang dikhususkan untuk membiayai operasional BPJS saja. Tidak termasuk anggaran untuk membiayai pelayanan kesehatan peserta. Woow, dana yang sangat besar bukan? Dengan demikian, perlu di-review setiap tahun besaran prosentase operational feeBPJS. Jangan sampai terjadi pemborosan dana publik. Takutnya KPK bertindak bisa repot ya?!
Dengan dana operasional BPJS segede itu, makanya BPJS mungkin nyaman berfungsi sebagai Kasir JKN saja deh! Kata orang Betawi : “Ngapain repot-repot dan pusing-pusing ngurus kepesertaan dan PPK. Lupakan! Pokoke bayar dengan kapitasi dan INA CBG RS tok! Sesuai tarif yang diatur oleh Regulator (Kemenkes). Lupakan apa itu konsep Managed Care! Bikin ribeet doang! Kalo begitu: BPJS Kasir atau Asuransikah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H