Mohon tunggu...
Yaslis Ilyas
Yaslis Ilyas Mohon Tunggu... profesional -

DR. Yaslis Ilyas, DRG. MPH. HIA. MHP. AAK; CEO Yaslis Institute; Pendiri: Perhimpunan Ahli Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia & Lembaga Anti Fraud \r\nAsuransi Indonesia\r\nE-mail:yaslisilyas@gmail.com; yaslisintitute@gmail.com; \r\nwww.yaslisinstitute.org\r\nPendidikan:\r\n1977 Dokter Gigi, F.K.G, Universitas Indonesia\r\n1984 Master of Public Health, School of Public Health, University of North Carolina at Chapel Hill, USA.\r\n1995 School of Public Health, University of California, Berkeley, USA.\r\n1998 DR.PH, Pascasarjana Universitas Indonesia.\r\n2000 MHP dan HIA, Health Insurance Association of America\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Programming Hospital Service Excellence

3 Januari 2015   19:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:53 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. Pendahuluan

Banyak pelatihan yang ditawarkan dan diikuti oleh personel tentang pelayanan prima rumah sakit, tapi tidak meninggalkan bekas, apalagi berefek terhadap perubahan perilaku pelayanan unit rumah sakit. Banyak keluhan yang kita dengar dari pimpinan Rumah sakit, pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh personel tidak berpengaruh apa-apa terhadap kinerja. Hal ini bisa dimengerti karena umumnya pelatihan ditawarkan hanya memberikan peningkatan kognitif sekedar pengetahuan superfisial tentang: “Apakah Service Excellence Itu?“

Pelatihan yang hanya fokus pada peningkatan pengetahuan dengan metoda ceramah dan tanya jawab hanya akan menghasilkan peningkatan pemahaman, tapi tidak merubah keterampilan dan sikap. Oleh karena itu, untuk meningkatkan perilaku Service Excellence tidak bisa dilakukan dengan metodatraining biasa, tapi harus dilaksanakan dengan cara: Programming Hospital Service Excellence.Program ini dibuat sedemikian rupa sehingga personel dapat merubah perilaku kerja menjadi melayani, melayani, melayani kepentingan pasien

2. Service Excellence di Indonesia

Rumah Sakit kita banyak mengembangkan misi, visi dan motto yang semuanya memberikan kesan bahwa mereka menempatkan kepuasan dan keselamatan pasien pada prioritas tinggi. Sebagai contoh ada dengan motto: We Care for Life; ada lagi We care, We Cure, dan banyak lagi lainnya. Banyak lagi motto-motto lain yang bagus-bagus dan menggembirakan hati ketika membacanya. Persepsi ini sering berubah seratus delapan puluh derajat ketika pasien mendapatkan pelayanan yang jauh dari slogan yang dipromosikan dan terpampang disetiap sudut rumah sakit yang berlanjut menjadi ketidakpuasan pasien terhadap layanan rumah sakit. Boleh dikatakan bahwa motto yang dikembangkan rumah Sakit, baru merupakan kata-kata manis sebagai lips service saja.

Tuntutan pelanggan terhadap semua pelayanan rumah sakit dirasakan semakin tinggi, terlihat dengan semakin meningkatnya keluhan terhadap pelayanan. Hal ini dapat kita baca di media cetak, digital dan menyampaikan komplain secara langsung dan tidak langsung ke manajemen rumah sakit. Yang juga menjadi perhatian kita adalah makin tingginya orang Indonesia berobat ke luar negeri karena meragukan kualitas pelayanan rumah sakit kita. Pada tahun 2004, Bank Dunia menyatakan capital flight atau devisa yang keluar dari pasien Indonesia yang berobat keseluruh negeri jiran sekitar Rp 70 triliun (sumber: www.bbc.co.id). Kalau inflasi jasa kesehatan naik minimal 10% per-tahun, diperkirakan pada tahun 2012, capital flightbisa mencapai sebesar Rp 126 triliun, suatu jumlah yang fantastis, bukan?

3. Karakteristik Service Excellence

Ada empat karakteristik penting yang perlu dikembangkan oleh industri hospitality (seperti:hotel, penerbanganatau rumah sakit) untuk menarik dan mempertahankan pelanggan pada produk atau jasa pelayanan perusahaan mereka. Hal ini penting untuk meningkatkan nilai tambah pada produk dan jasa maupun perusahaan itu sendiri. Ciri-ciri dasar service excellence adalah:

3.1 Mudah dan Cepat.

Pada prinsipnya sistem pelayanan itu harus dirancang sederhana dan mudah dipahami baik oleh pelanggan maupun karyawan sendiri. Tentu saja dengan meningkatnya teknologi pada setiap jasa pelayanan, bisa saja pelayanan dilengkapi alat teknologi canggih terkini , tetapi harus mudah diterapkan.

3.2 Keterbukaan.

Buatlah pelanggan merasa diperhatikan secara tulus dan terbuka, tidak ada yang disembunyikan atau merasa seperti diakal-akali. Hati-hati, proof is a reality, not a promise. Artinya, pegang teguh segala promosi dan janji secara konsisten dan penuh komitmen. Banyak perusahaan yang mengumbar janji dengan slogannya megah serta mewah. Iklannya tampak menjanjikan, tetapi setelah dibuktikan oleh rasa dan kasat mata semua itu bersifat palsu. Sering motto dan iklan perusahaan hanya tampak cantik di permukaan atau kosmetik belaka, tidak diikuti dengan bukti.

3.3 Memperhatikan Kebutuhan.

Perlu pengetahuan dan pengalaman untuk memahami dan merasakan apa yang sebenarnya diinginkan oleh pelanggan. Perlu pengetahuan, ketrampilan, kesabaran, danpemahaman setiap personel tentang perilaku konsumen sehingga bisa memberikan respons pada momen yang tepat kepada setiap pelanggan.

3.4 Akrab.

Buat pelanggan merasa dihargai dan dihormati. Kita harus dapat menilai mana pelanggan yang perlu banyak basa-basi atau yang maunya to the point, tapi tetap respek terhadap pelanggan. Umumnya,orang merasa senang bila dilayani secara tulus dan antusias. Kita semua secara jujur akan merasa nyaman bila ada orang yang menampilkan sikap positif yang dimiliki. Senyum, penuh perhatian, berbicara jelas dan berorientasi kepada kebutuhan pelanggan, pasti membuat pelanggan menjadi loyal.

4. Karakteristik Konsumen Rumah Sakit

Suatu perbedaan yang mendasar antara konsumen industri rumah sakit dengan konsumen hotel dan penerbangan adalah konsumen rumah sakit : "Pelanggan tidak suka melakukan bisnis dengan anda!” Dengan kata lain, konsumen rumah sakit hanya karena terpaksa membeli jasa layanan rumah sakit, sehingga secara mental mereka tidak suka dengan jasa itu sendiri. Jangan berharap konsumen rumah sakit menyenangkan atau datang dengan kondisi bahagia dan gembira. Kondisi yang tidak menyenangkan ini bukan hanya pada penderita, tapi juga orang tua,saudara dan kerabat lainnya. Ada beberapa karakteristik konsumen rumah sakit yang berbeda total dengan konsumen industri jasa lainnya, yaitu:1. Sakit, 2. Tak bahagia,3. Bingung, 4. Cemas, 5. Tidak sabar, 6. Emosional, 7. Mudah marah, 8. Galak, 9. Agitasi, dan 10. Penuntut

Merujuk kepada kondisi mental dan perilaku konsumen rumah sakit, tampak bahwa untuk memberikan pelayanan prima di rumah sakit jauh lebih sulit dibandingkan dengan konsumen industri hospitality lainnya. Tuntutan konsumen terhadap kompetensi dan perilaku melayani personel rumah sakit menjadi sangat tinggi. Dipihak lain, personel rumah sakit belum dibekali kompetensi cukup untuk menghadapi situasi konsumen seperti ini. Ditambah lagi, beban kerja personel rumah sakit yang tinggi menimbulkan perilaku yang tidak diharapkan seperti: tidak sabar, kurang melayani, dan kadang-kadang marah. Hal ini dapat menimbulkan konflik antara konsumen dan personel rumah sakit yang mengakibatkan tingkat kepuasan pasien menjadi rendah dan dapat berujung pada tindakan komplain.

5. Model Sel : Hospital Service Excellence

Yaslis Ilyas mengembangkan pendekatan Model Sel untuk menigkatkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Inti produk layanan RS sakit sebenarnya adalah pelayanan medis dan keperawatan, tapi produk ini akan menimbulkan kepuasan kepada pasien bila di-ikuti dengan kualitas pelayanan yang menunjang pelayanan inti RS tersebut. Kami menyebut pelayanan penunjang tersebut sebagai pelayanan plasma yang membuat produk inti RS secara integratif memberikan kepuasan kepada pasien dan keluarganya. Faktor-faktor pada plasma pada: Cel Modelof Hospital Service Excellence sebagai yang digambarkan dibawah ini:

1      6. Programming Hospital Service Excellence

Semuanya variabel diatas hanya akan bermakna terhadap kepuasan pasien bila melayani dengan kasih. Senyum tulus, mimik dan gestur tubuh dapat dirasakan dengan nyaman bila didasari oleh empati personel rumah sakit terhadap penderitaan pasien. Senyum, sapa dan sentuhan perawat ketika operan sangat bermakna terhadap kepuasan pasien. Tentunya, hal yang sama juga dilakukan oleh para dokter akan mengungkit tingkat kepuasan pasien. Untuk itu perlunya sebuah “Perubahan Nilai Budaya Kerja”, menjadikan sebuahculture service menjadi HABIT atau BEHAVIOR. Merubah mindsetindividu, memprogram ulang pikiran menjadi sebuah tindakan melibatkan unsur kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual setiap SDM yang terlibat pengawasan jangka panjang dengan monitoring dan audit program.

Pada metoda ini harus dilakukan kerjasama pihak rumah sakit dengan ahli service excellence untuk jangka waktu yang relatif panjang. Pada metoda ini selain diberikan pengetahuan, juga digali perilaku apa yang diharapkan pasien yang harus ditampilkan oleh personel rumah sakit. Dengan kata lain, harus dikembangkan Don’t and Does yang disepakati bersama dan berjanji untuk dipraktekkan sehari-hari ketika melayani pasien. Metoda ini berdasarkan pada teori yang dikembangkan oleh Tuan Ivan Pavlov, seorang fisiologis Rusia. Pada dasarnya teori ini merupakan metoda pembentukan perilaku sesuai dengan expected behavior yang harus ditampilkanoleh personel.

Untuk mengingatkan dan membuat personel untuk berperilaku seperti yang diharapkan sehingga menjadi habit untuk berprilaku melayani pasien jadi suatu kebiasaan. Kami menggunakan instrumen: Karet Istikfar yang akan selalu mengingatkan personel bila berprilaku menyimpang dari komitmen perilaku kelompok. Karet Istikfar akan dipakai selama 30 hari sebagai instrumen Waskat, sampai personel benar-benar menjadi orang yang diharapkan unit kerjanya.

Selanjutnya metoda programming, dapat melakukan pemantauan dan penilaian perilaku setiap personel oleh rekan kerja sehingga terjadi perbaikan perilaku secaraterus menerus dalam jangka panjang. Pemantauan perilaku dapat dilakukan dengan pengembangan formulir penilaian yang dapat dilakukan setiap hari, minggu atau bulan. Dengan demikian, atasan dan personel dan mitra dapat menilai perubahan perilaku service exellence secaraberkesinambungan. Penilaian dapat dilakukan setiap bulanan, tiga bulanan, semesteran dan tahunan setiap perubahan perilaku personel sebaiknya dikaitkan dengan insentive dan dis-insentive program.

Programming Hospital Service Excellence adalah program membentuk dan merubah perilaku personel sehingga dibutuhkan waktu yang relatif panjang. Programming ini membutuhkan waktu minimal 3bulan dengan tetap melakukan pemantauan dan penilaian dalam jangka waktu 1 tahun. Adakah pimpinan RS yang serius dan berminatmerubah motto menjadi Roh dan Realitas pelayanan rumah sakit?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun