PENDAHULUAN
Salah satu indikator keberhasilan suatu pembelajaran adalah siswa memahami apa yang telah dipelajari. Pemahaman menjadi salah satu capaian kompetensi yang paling mendasar yang harus dicapai oleh siswa. Hal ini dibuktikan oleh taksonomi Bloom yang menjadi rujukan dalam pelaksanaan pembelajaran di Indonesia yang menyatakan bahwa memahami adalah salah satu komampuan dasar yang harus diajarkan pada siswa. Astuti, Fitrianingrum dan Sarwi  (Annisa et al., 2019) menyatakan bahwa pemahaman konsep merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran fisika. Dengan demikian, melalui pemahaman akan konsep fisika, siswa tidak hanya menghafal rumus, hukum serta teori fisika  tapi siswa diharapkan dapat menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan fisika dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat pentingnya pemahaman siswa pada pembelajaran fisika maka seharusnya seluruh pembelajaran fisika di sekolah memfasilitasi siswa sehingga memperoleh pemahaman yang benar pada materi fisika. Namun pada kenyataannya masih banyak siswa yang tidak bisa memahami bahkan salah memahami konsep fisika yang benar. Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa siswa di Indonesia masih banyak mengalami miskonsepsi pada materi fisika bahkan saat pembelajaran telah selesai dilaksanakan. Menurut Nasir (Nasir, 2020) terdapat 700 studi tentang miskonsepsi dimana 300 studi dilakukan pada materi mekanika, 160 studi pada materi listrik, 75 studi pada materi kalor, 35 studi pada bumi dan antariksa serta 10 studi di materi fisika modern.
Miskonsepsi diartikan sebagai pemahaman yang salah terhadap suatu konsep. Siswa yang salah dalam memahami suatu konsep fisika, berarti siswa tersebut mengalami miskonsepsi atau salah konsep (Annisa, R. Et.al, 2019). Miskonsepsi atau salah konsep pada materi fisika terjadi jika konsep fisika yang difahami oleh siswa tidak sesuai dengan konsep fisika yang telah dinyatakan oleh ahli --ahli fisika sebagaimana tertuang dalam hukum-hukum dan teori-teori fisika. Pembelajaran fisika di sekolah seharusnya menjadikan siswa memahami konsep fisika dengan benar tanpa adanya miskonsepsi yang terjadi. Apalagi di kurikulum merdeka, guru lebih didorong untuk melakukan asesmen diagnostik yang bermanfaat untuk mengetahui tingkat kompetensi siswa juga mengetahui kondisi awal siswa termasuk apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak (Rosnawati, 2021)
Penyebab miskonsepsi dalam pembelajaran menurut Nurulwati et.al (Nurulwati et al., 2014) dapat dikelompokkan dalam lima bagian yaitu siswa, guru, bahan ajar, konteks dan metode mengajar.
a) Siswa
Miskonsepsi yang berasal dari diri siswa dapat berasal dari beberapa aspek yaitu (1) pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran. Kadang pengetahuan awal siswa mengandung miskonsepsi yang dapat menyebabkan siswa salah memahami konsep yang benar, (2) pemikiran asosiatif siswa yang merupakan pemikiran siswa yang terkait dengan pengalaman kehidupan sehari-hari siswa, (3) pemikiran humanistik yang dipengaruhi oleh pengalaman siswa secara manusia, (4) reasoning yang salah yang dapat diartikan penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah. Kesalahan penalaran siswa tersebut dapat disebabkan oleh informasi yang diterima siswa tidak lengkap atau salah. (4) Intuisi yang salah disebabkan perkiraan atau tebakan siswa pada suatu konsep yang salah, (5) tahap perkembangan kognitif siswa , (6) Kemampuan atau bakat siswa, (7) minat belajar.
b) Guru
Faktor guru yang dapat menyebabkan miskonsepsi adalah ketidakcakapan guru dalam menguasai materi pembelajaran dan kemampuan melaksanakan pembelajaran atau kemampuan pedagogi.
c) Buku Teks dan Literatur
Buku teks juga dapat mengandung miskonsepsi. Buku teks yang dijadikan satu-satunya sumber referensi bagi guru dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi.