Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Menjadi jembatan untuk belajar dan berbagi pengetahuan, mengajak masyarakat untuk terus berkembang dengan pemahaman yang lebih luas tentang dunia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

benarkah masyarakat indonesia penakut? sebuah refleksi sosial

29 Januari 2025   20:52 Diperbarui: 29 Januari 2025   20:50 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh tu nguyen: pexels.com (foto-lalu-lintas-kendaraan-orang-orang-masyarakat.) 

Di sebuah negeri yang dikenal dengan keberagaman dan keramahan, ada satu fenomena yang sering kali terasa, namun jarang dipertanyakan---mentalitas takut yang begitu mengakar dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Indonesia tidak selalu penakut dalam arti harfiah, tetapi dalam banyak situasi, mereka lebih memilih diam, menghindari konfrontasi, atau mencari solusi yang tidak langsung daripada berhadapan langsung dengan masalah.

Bayangkan sebuah persimpangan jalan. Lampu merah menyala, tetapi beberapa pengendara tetap menerobos. Tidak ada yang menegur, tidak ada yang protes. Orang-orang di sekitar hanya bisa menghela napas panjang, mengumpat dalam hati, atau sekadar berkata pelan, "Ah, memang begini di Indonesia."

Di kampung-kampung, saat banyak sepeda motor kebut-kebutan dan mengancam keselamatan warga, tindakan yang diambil bukanlah menegur para pelaku atau memberikan sanksi, melainkan membangun polisi tidur. Sebuah keputusan yang tampak seperti solusi, tetapi sebenarnya lebih seperti jalan keluar yang menghindari konfrontasi langsung. Semua orang tahu siapa pelakunya, tetapi lebih mudah bagi masyarakat untuk beradaptasi dengan keadaan daripada menantang sesuatu yang dianggap di luar kendali mereka.

Lihat juga bagaimana acara pernikahan sering kali menggunakan jalan umum tanpa mempertimbangkan pengguna jalan lain. Alih-alih menegur, kebanyakan orang memilih untuk mencari jalan lain. Tidak ada keberanian untuk berkata, "Ini bukan tempatnya," karena takut dianggap tidak sopan atau tidak menghargai tradisi.

Di transportasi umum, ada banyak momen di mana seseorang bisa bertindak, tetapi memilih diam. Seorang wanita yang dilecehkan di kereta, seorang pencopet yang dengan lihai mengambil dompet seseorang, seorang pengamen yang mengintimidasi penumpang agar memberi uang---semuanya terjadi di depan mata, tetapi sangat sedikit yang berani mengambil sikap. Mengapa? Karena ada ketakutan bahwa campur tangan bisa berujung pada bahaya atau bahkan hanya dianggap sebagai urusan orang lain.

Mengapa Masyarakat Indonesia Cenderung Takut?

Untuk memahami fenomena ini, kita harus melihat bagaimana budaya dan sejarah membentuk pola pikir masyarakat Indonesia.

Indonesia adalah bangsa yang sangat menjunjung tinggi harmoni dan kesopanan. Sejak kecil, anak-anak diajarkan untuk menghormati orang lain, menghindari pertengkaran, dan menjaga hubungan baik dengan lingkungan sekitar. Nilai-nilai ini memang baik, tetapi di sisi lain, juga membentuk kebiasaan untuk menghindari konflik, bahkan ketika konflik itu diperlukan.

Sistem sosial di Indonesia juga masih dipengaruhi oleh hierarki yang kuat. Dalam banyak komunitas, seseorang yang mencoba menentang sesuatu yang dianggap "sudah biasa" sering kali dianggap sebagai pembuat onar. Orang yang berani mengkritik hajatan di jalan bisa dicap sebagai tidak sopan. Orang yang menegur pejabat bisa dianggap kurang ajar. Karena itu, banyak orang lebih memilih diam daripada menghadapi konsekuensi sosial yang mungkin muncul.

Selain itu, ada ketakutan yang lebih dalam---takut akan konsekuensi nyata. Dalam banyak kasus, seseorang yang berani melawan justru mendapat serangan balik. Mereka yang berani mengkritik kebijakan bisa mendapat tekanan sosial atau bahkan ancaman hukum. Mereka yang melaporkan korupsi bisa menghadapi risiko besar terhadap keselamatan mereka sendiri. Dalam lingkungan seperti ini, diam sering kali dianggap sebagai pilihan yang paling aman.

Pendidikan juga berperan dalam membentuk mentalitas ini. Sejak kecil, anak-anak diajarkan untuk patuh, bukan untuk mempertanyakan. Di sekolah, mereka lebih banyak diajarkan untuk menerima informasi daripada berpikir kritis. Anak yang terlalu banyak bertanya sering kali dianggap merepotkan. Maka, ketika mereka tumbuh dewasa, mereka cenderung memilih untuk tidak bertanya, tidak menantang, dan tidak mengambil risiko.

Apakah Ini Berarti Bangsa Indonesia Benar-Benar Penakut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun