Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mengajarkan berfikir kritis untuk masyarakat indonesia, dan berbagi pengetahuan lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

membangun indonesia lewat pendidikan yang berorientasi masa depan

20 Januari 2025   21:32 Diperbarui: 20 Januari 2025   21:30 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari: duniadosen.com (Keraguan dan Harapan Baru Pendidikan Indonesia)

 

Pendidikan seharusnya menjadi cahaya yang menuntun anak-anak menuju masa depan yang cerah. Namun, di Indonesia, cahaya itu sering kali redup bahkan padam oleh sistem yang tidak memberikan ruang bagi anak untuk tumbuh sesuai potensinya. Sistem pendidikan kita telah menciptakan pola yang seragam, di mana semua anak diharuskan berjalan di jalur yang sama, meskipun masing-masing memiliki minat, bakat, dan potensi yang berbeda.

Bayangkan seorang anak yang memiliki hasrat besar untuk menggambar. Setiap goresan pensilnya adalah ekspresi jiwa, setiap warna yang ia pilih menggambarkan imajinasinya yang liar dan bebas. Namun, ketika nilai pelajaran seperti Matematika atau Bahasa Indonesia tidak memuaskan, anak ini diberi peringatan keras. "Berhenti menggambar, fokus belajar!" Kalimat itu adalah tamparan bagi jiwa kreatifnya, yang lambat laun mulai layu. Ia belajar untuk takut mengejar mimpinya sendiri karena sistem mengajarkannya bahwa bakatnya tidak sebanding dengan angka-angka di atas kertas.

Pendidikan di Indonesia cenderung memaksa anak untuk menjadi ahli di bidang yang mungkin tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak-anak diarahkan untuk menghafal teori, bukan memahami esensi. Mereka diminta menguasai semua pelajaran dengan standar yang sama, meskipun tidak semua dari mereka memiliki kemampuan atau minat di bidang tersebut. Ketika gagal, anak-anak ini sering kali dilabeli sebagai "kurang pintar" atau "tidak berusaha keras," tanpa mempertimbangkan bahwa kegagalan tersebut bisa jadi karena sistem yang tidak mendukung kebutuhan mereka.

Sistem ini juga tidak hanya membebani anak, tetapi juga membentuk pola pikir yang salah dalam masyarakat. Banyak orang tua di Indonesia mengukur kesuksesan anak mereka berdasarkan nilai akademik semata. Seorang anak dianggap berhasil jika ia memiliki nilai ujian yang tinggi, tanpa peduli apakah nilai tersebut dicapai dengan tekanan yang luar biasa atau bahkan dengan cara yang tidak jujur. Di sisi lain, anak-anak yang memiliki bakat luar biasa di bidang seni, olahraga, atau keterampilan praktis dianggap tidak cukup baik jika mereka tidak memiliki prestasi akademik yang mentereng.

Dampak dari sistem ini tidak hanya terasa saat anak-anak berada di bangku sekolah, tetapi juga hingga mereka dewasa. Ketika bakat anak diabaikan selama bertahun-tahun, kreativitas mereka perlahan terkikis. Mereka tumbuh menjadi individu yang hanya mengikuti arus, tanpa kepercayaan diri untuk mengejar apa yang mereka inginkan. Banyak dari mereka akhirnya terjebak dalam pekerjaan yang tidak mereka sukai, merasa hampa, dan kehilangan arah.

Tekanan untuk memenuhi standar akademik ini juga berdampak pada kesehatan mental anak-anak. Stres akademik menjadi masalah serius yang sering diabaikan. Bayangkan seorang anak yang dipaksa belajar sesuatu yang tidak ia pahami dan tidak ia minati, tetapi tetap harus mencapai nilai tertentu agar tidak dianggap gagal. Stres ini, jika berlangsung terus-menerus, dapat memengaruhi perkembangan otak dan kemampuan berpikir kritis mereka.

Namun, semua ini bukan hanya kesalahan dari sistem pendidikan saja. Kita juga harus merenungkan peran guru dan masyarakat. Guru, sebagai ujung tombak pendidikan, sering kali terjebak dalam kurikulum yang kaku. Banyak dari mereka yang sebenarnya ingin mendukung bakat siswa, tetapi merasa terhalang oleh tuntutan untuk menyelesaikan silabus yang padat. Masyarakat pun turut memperburuk keadaan dengan menilai kesuksesan berdasarkan gelar, bukan keterampilan atau kebahagiaan seseorang.

Lalu, bagaimana seharusnya pendidikan di Indonesia? Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mampu mengenali dan mengembangkan potensi setiap anak. Anak-anak harus diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi minat mereka sejak dini, tanpa tekanan untuk menjadi seperti orang lain. Kurikulum harus dirancang untuk fleksibel, memungkinkan siswa memilih jalur yang sesuai dengan minat mereka. Guru harus diberi ruang untuk menjadi fasilitator, bukan sekadar pengajar yang bertugas menyampaikan materi.

Lebih dari itu, kita membutuhkan perubahan pola pikir. Orang tua harus belajar untuk mendukung anak-anak mereka, apapun minat dan bakatnya. Masyarakat harus berhenti mengukur kesuksesan berdasarkan angka atau gelar, dan mulai menghargai kreativitas serta keterampilan individu.

Sistem pendidikan yang buruk tidak hanya membatasi potensi individu, tetapi juga menghambat kemajuan bangsa. Jika kita terus mengabaikan masalah ini, Indonesia akan kehilangan generasi muda yang seharusnya menjadi motor penggerak perubahan. Saatnya kita merenung, apakah pendidikan kita sudah mencerminkan kebutuhan anak-anak kita, atau justru menjadi penghalang terbesar bagi mimpi-mimpi mereka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun