Di era digital seperti sekarang, komunikasi antara orang tua dan anak menjadi tantangan tersendiri. Banyak orang tua merasa kesulitan memahami anak-anak yang tumbuh dalam dunia serba teknologi, sementara anak sering merasa kurang dipahami oleh orang tua mereka. Komunikasi yang tidak terbuka ini kerap menjadi pemicu konflik hingga merenggangkan hubungan dalam keluarga.
Namun, masalah komunikasi tidak hanya disebabkan oleh teknologi. Pola asuh tradisional yang masih melekat pada sebagian besar orang tua di Indonesia juga turut berkontribusi. Tidak jarang, orang tua menghakimi anak-anaknya berdasarkan doktrin atau nilai-nilai yang mereka terima dari orang lain, tanpa mempertimbangkan konteks kehidupan anak saat ini.
1. Fenomena Orang Tua yang Menghakimi Anak
Di Indonesia, banyak orang tua yang merasa bahwa pengalaman hidup mereka selalu menjadi patokan utama dalam mendidik anak. Mereka cenderung menghakimi ketika anak mencoba berpikir lebih bebas atau mengemukakan pendapat yang berbeda.
Sebagai contoh, ketika seorang anak ingin memilih jalur karier yang tidak konvensional, seperti menjadi seorang kreator konten, banyak orang tua yang menolak keras dengan alasan bahwa itu "tidak menjamin masa depan." Ironisnya, alasan ini sering kali bukan berdasarkan analisis mendalam, melainkan doktrin yang mereka terima dari lingkungan sosial atau budaya.
Ketika anak mencoba menjelaskan pandangannya, respons orang tua sering kali defensif, bahkan menolak mendengar. Hal ini menciptakan jarak emosional yang semakin melebar. Anak yang merasa tidak didengarkan perlahan menjadi malas untuk berkomunikasi dengan orang tua. Akibatnya, banyak anak yang merasa lebih nyaman berbicara dengan teman sebaya atau mencari pelarian di media sosial.
2. Dampak Pola Asuh Tertutup terhadap Anak
Pola asuh yang terlalu kaku dan menghakimi memiliki dampak buruk, baik bagi anak maupun hubungan keluarga:
- Anak Menjadi Malas Berkomunikasi: Ketika pendapat mereka selalu ditolak, anak akan memilih untuk diam daripada berbicara.
- Hubungan Emosional Renggang: Anak merasa orang tua bukan lagi tempat yang aman untuk berbagi perasaan atau masalah.
- Anak Lebih Nyaman di Luar Rumah: Ketidaknyamanan di rumah membuat anak mencari pelarian ke luar, baik melalui teman, lingkungan, maupun dunia digital.
- Hilangnya Kepercayaan Diri: Anak tumbuh dengan keyakinan bahwa pendapat mereka tidak berharga, sehingga sulit untuk percaya pada kemampuan mereka sendiri.
3. Pentingnya Komunikasi Terbuka
Komunikasi terbuka adalah kunci utama untuk memperbaiki hubungan antara orang tua dan anak. Komunikasi ini bukan hanya soal berbicara, tetapi juga mendengarkan dengan penuh perhatian. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Berhenti Menghakimi: Jangan langsung menilai atau menolak pendapat anak, coba dengarkan alasan di balik pemikiran mereka.
- Gunakan Bahasa Positif: Hindari kritik berlebihan yang membuat anak merasa tidak dihargai.
- Berikan Waktu Berkualitas: Luangkan waktu tanpa gangguan teknologi untuk berbicara dengan anak, misalnya saat makan malam atau sebelum tidur.
- Diskusi, Bukan Debat: Ajak anak berdiskusi dengan cara yang saling menghargai, bukan memaksakan kehendak.