Perilaku manusia adalah hasil dari kebiasaan dan pengalaman yang terbentuk selama hidup, bukan sekadar dari nasihat yang diberikan atau ancaman yang ditakutkan. Banyak orang beranggapan bahwa memberikan nasihat secara berulang atau menakut-nakuti dengan dosa dapat mengubah perilaku seseorang. Namun, bukti dari berbagai penelitian dan pengalaman menunjukkan bahwa perubahan perilaku yang efektif lebih banyak terjadi melalui pembiasaan dan latihan, bukan hanya melalui kata-kata atau ancaman.
Nasihat Sering Kali Tidak Efektif
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat orang tua, guru, atau pemimpin memberikan nasihat dengan harapan orang lain akan berubah. Misalnya, seorang anak yang dinasihati untuk rajin belajar mungkin hanya mendengarkan sesaat tetapi kembali malas keesokan harinya. Hal ini terjadi karena nasihat cenderung hanya memengaruhi pikiran secara sementara tanpa menciptakan perubahan nyata dalam kebiasaan.
Nasihat juga sering kali berbenturan dengan realitas emosional seseorang. Misalnya, seorang remaja yang dinasihati untuk tidak merokok mungkin mengerti bahwa merokok itu buruk. Namun, jika dia tidak memiliki pengalaman atau lingkungan yang mendukung kebiasaan sehat, maka nasihat tersebut menjadi sia-sia.
Ancaman Dosa Tidak Selalu Membawa Perubahan
Banyak budaya atau agama mengandalkan ancaman dosa untuk mengendalikan perilaku manusia. Contohnya, ancaman tentang neraka atau hukuman ilahi sering digunakan untuk membuat seseorang menjauhi perilaku buruk. Sayangnya, strategi ini sering menghasilkan ketakutan sementara tanpa pemahaman yang mendalam.
Ancaman dosa juga berisiko menciptakan perilaku yang hanya didasarkan pada rasa takut, bukan kesadaran moral. Seseorang mungkin menghindari dosa tertentu hanya karena takut dihukum, bukan karena memahami dampak buruk dari perilaku tersebut. Ketika ancaman ini tidak lagi relevan, perilaku buruk bisa muncul kembali.
Latihan Membentuk Kebiasaan
Sebaliknya, latihan dan pembiasaan telah terbukti menjadi cara yang paling efektif untuk mengubah perilaku. Dalam psikologi, teori pembelajaran seperti habit formation menunjukkan bahwa manusia cenderung melakukan sesuatu yang diulang-ulang hingga menjadi kebiasaan otomatis.
Misalnya, jika seseorang ingin menjadi rajin berolahraga, nasihat tentang pentingnya olahraga tidak akan banyak membantu tanpa adanya tindakan nyata. Namun, dengan memulai latihan sederhana, seperti berjalan selama 10 menit setiap hari, perilaku tersebut bisa menjadi kebiasaan yang terus berkembang.
Latihan juga memberikan pengalaman nyata yang memperkuat pembelajaran. Contohnya, seorang anak yang diajarkan untuk berbagi akan lebih memahami nilai tersebut jika dia sering diajak berbagi secara langsung, bukan hanya dinasihati bahwa berbagi itu baik.