manusia adalah organ yang luar biasa, dirancang untuk mengelola segala kebutuhan hidup kita. Namun, tahukah Anda bahwa otak kita sebenarnya tidak dioptimalkan untuk mencari tahu benar atau salah dalam segala hal? Sebaliknya, ia lebih fokus pada bagaimana kita bisa bertahan hidup, baik secara fisik maupun sosial. Pandangan ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Dokter Ryu Hasan, seorang ahli bedah saraf, yang menyatakan bahwa manusia lebih dirancang untuk selamat daripada untuk memahami kebenaran.
OtakBertahan Hidup: Prioritas Utama Otak
Secara evolusioner, otak manusia telah berkembang untuk membantu kita menghadapi ancaman yang nyata. Fokus utamanya adalah memastikan kita tetap hidup, melindungi diri dari bahaya, dan memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, tempat tinggal, dan keamanan.
Sebagai contoh, manusia jarang mempertanyakan hal mendasar seperti:
"Apakah saya benar-benar dilahirkan oleh ibu saya?"
"Mengapa langit berwarna biru?"
Pertanyaan seperti ini mungkin terlintas sesekali, tetapi jarang menjadi perhatian utama. Jawabannya tidak memberikan dampak langsung terhadap kelangsungan hidup kita sehari-hari. Sebaliknya, otak kita lebih fokus pada hubungan emosional dan sosial yang membantu menciptakan rasa aman, daripada mencari pembuktian mutlak terhadap hal-hal tersebut.
Mengapa Kita Tidak Tertarik dengan Cara Kerja Segalanya?
Contoh lain dari prioritas otak adalah bagaimana kita merespons hal-hal seperti sulap atau mesin yang kompleks. Saat menonton pertunjukan sulap, otak kita sering kali hanya menikmati aksi tersebut tanpa benar-benar merasa perlu mengetahui bagaimana trik itu dilakukan. Bagi sebagian besar orang, mengetahui mekanisme sulap tidak relevan dengan kebutuhan mereka untuk bertahan hidup. Hal yang sama berlaku ketika kita menggunakan teknologi, seperti ponsel atau mobil. Kita tidak selalu ingin tahu bagaimana perangkat ini bekerja, selama mereka berfungsi sebagaimana mestinya.
Ini menunjukkan bahwa otak kita memprioritaskan efisiensi:
*Jika memahami sesuatu tidak mendukung survival atau memberikan manfaat langsung, maka otak kita cenderung mengabaikannya.
*Sebaliknya, kita lebih fokus pada hal-hal yang memiliki dampak nyata pada keamanan atau kesejahteraan kita.
Relativitas Benar dan Salah
Benar dan salah sering kali menjadi konsep yang relatif dalam kehidupan manusia. Apa yang dianggap benar dalam satu budaya atau kelompok mungkin dianggap salah oleh yang lain. Otak manusia tidak memprioritaskan analisis mendalam atas konsep-konsep ini karena hal tersebut tidak selalu relevan dengan survival. Sebagai gantinya, kita menggunakan intuisi atau norma sosial untuk membuat keputusan cepat yang mendukung kelangsungan hidup kita dalam konteks tertentu.
Pandangan Dokter Ryu Hasan
Dokter Ryu Hasan menyoroti bahwa manusia lebih cenderung mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang tidak memiliki dampak langsung terhadap kelangsungan hidup mereka. Dalam pandangannya, otak kita dirancang untuk menghemat energi dan hanya fokus pada hal-hal yang benar-benar penting untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, pertanyaan seperti "Apakah sesuatu benar atau salah?" sering kali diabaikan kecuali jika jawaban tersebut relevan dengan kebutuhan hidup.
Kesimpulan
Pemahaman tentang bagaimana otak manusia bekerja membantu kita menyadari bahwa tidak semua hal dalam hidup harus dilihat dari kacamata benar dan salah. Sebagai gantinya, manusia cenderung lebih fokus pada apa yang mendukung kelangsungan hidup dan kesejahteraan mereka. Dengan memahami ini, kita dapat lebih menerima bahwa manusia, pada dasarnya, adalah makhluk yang dirancang untuk efisiensi, bukan untuk mengejar kebenaran absolut.